Sukses

Wapres Ma'ruf Amin: Pendidikan Ekonomi Syariah RI Harus Diperbaiki

Wakil Presiden, Ma'ruf Amin menyadari, pemerintah masih harus bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan SDM dalam keuangan syariah

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menyadari, pemerintah masih harus bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bidang keuangan dan ekonomi syariah.

Menurut laporan Islamic Finance Development Indicator tahun 2020, Indonesia tercatat sebagai negara terbanyak dalam penyelenggara pendidikan ekonomi dan keuangan syariah. Namun demikian, tidak diikuti dengan kualitas yang memadai.

"Kualitas pendidikan program studi rumpun ekonomi dan keuangan syariah masih perlu diperbaiki," kata dia dalam sambutanya di acara Sharia Business & Academic Sinergy, yang digelar virtual, Selasa (29/12/2020).

Dia menyebut dari sekitar 800 program studi ekonomi dan keuangan syariah, baru sebagian kecil program studi yang terakreditasi dan banyak yang sama sekali belum terakreditasi.

Dari yang sudah terakreditasi berdasarkan data dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tahun 2018, baru 10 program studi Ekonomi Syariah yang berakreditasi A. Sedangkan yang berakreditasi B baru sejumlah 99 program studi dan sisanya berakreditasi C berjumlah 98 program studi.

Selain itu, jumlah lembaga sertifikasi dan tenaga ahli yang sudah tersertifikasi pun masih sangat sedikit. Berdasarkan data dari lembaga sertifikasi profesi bidang ekonomi syariah di Indonesia, jumlah lulusan tenaga ahli yang tersertifikasi baru sebanyak 231 orang berdasarkan data dari Lembaga Sertifikasi Profesi Keuangan Syariah 2018.

Dari sisi proporsi lulusan program ekonomi dan keuangan Syariah, saat ini baru sekitar 10 persen SDM yang memiliki pendidikan ekonomi syariah yang bekerja di industri perbankan syariah. Sisanya adalah SDM dengan pendidikan ekonomi konvensional yang menerima pelatihan terkait perbankan syariah.

Sementara itu, dari berbagai pendapat pelaku industri ekonomi dan keuangan syariah, dapat disimpulkan bahwa mereka yang lulus dari pendidikan tinggi dengan prodi ekonomi dan keuangan syariah, kebanyakan tidak siap pakai karena tidak memiliki kompetensi yang sesuai. Atau dalam Bahasa yang lebih popular tidak terjadi link and match yang kuat antara perguruan tinggi dan indutri.

"Dari segi peningkatan kualitas kompetensi keahlian profesi, jumlah lembaga sertifikasi profesi ekonomi dan keuangan syariah juga belu memadai dari sisi kebutuhannya. Walaupun sudah tersedia beberapa Standar kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dalam bidang ekonomi dan keuangan syariah, namun belum dapat mengejar perkembangan kompetensi keahlian profesi yang dibutuhkan," bebernya.

Untuk itu, Wapres Ma'rud berharap besar kepada IAEI melalui forum Sharia Business and Academy Synergy (SBAS) dapat merumuskan berbagai saran dan masukan kepada pemerintah untuk menyempurnakan kualitas pendidikan dalam bidang ekonomi dan keuangan syariah, baik melalui jalur pendidikan tinggi maupun melalui jalur keahlian profesi.

"Karena forum SBAS ini merupakan forum komunikasi antara pelaku ekonomi dan keuangan syariah dengan dunia akademis, satu hal yang menurut saya penting untuk dibicarakan adalah bagaimana kita menyelaraskan dan mengembangkan kurikulum program studi rumpun ekonomi dan keuangan syariah yang sesuai dengan kebutuhan industri dan perkembangan teknologi," jelas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Pemerintah berkepentingan agar program studi ekonomi dan keuangan syariah di berbagai perguruan tinggi dapat di harmonisasikan dengan fokus paling tidak pada lima program studi.

Diantaranya Program Studi Ekonomi Syariah, Program Studi Manajemen Bisnis Syariah, Program Studi Keuangan dan perbankan Syariah, Program Studi Akuntasi Syariah, dan Program Studi Hukum Ekonomi Syariah. S

"udah tentu masing-masing perguruan tinggi memiliki keunikan tersendiri, namun perlu ditetapkan kuliah inti (Core Courses) yang mencerminkan kompetensi minimal dalam suatu program studi," sebutnya.

Tak hanya itu, pemerintah juga berkepentingan dengan adanya standarisasi kompetensi SDM nasional di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Untuk itu perlu terus dikembangkan SKKNI yang sangat dibutuhkan, misalnya SKKNI dalam bidang pengelolaan zakat, SKKNI dalam bidang pengelolaan wakaf, serta SKKNI dalam bidang penyelia halal. Sudah tentu masih banyak keahlian profesi ekonomi dan keuangan syariah yang dibutuhkan.

"Menurut hemat saya, karena forum SBAS ini mempertemukan para pelaku dan akadmisi, maka sangatlah tepat untuk mendiskusikan hal ini," katanya.

Terkait dengan penyelenggaraan program studi ekonomi dan keuangan Syariah serta Standar kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), dia mengharapkan agar IAEI melalui forum ini dapat membantu mendiskusikan dan memberikan rekomendasi sesuai dengan kebutuhan dalam mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tanah air.

Selain itu, dia juga ingin jika forum ini juga menjajaki untuk mulai menyusun kurikulum pembelajaran ekonomi dan keuangan syariah untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. "Menurut saya, pengenalan terhadap ekonomi dan keuangan syariah seawal mungkin akan sangat bermanfaat mengingat tidak semua siswa akan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi dan sebaliknya banyak pekerjaan di sekor ekonomi dan keuangan syariah yang membutuhkan keahlian tingkat menengah dengan kualitas yang baik," tandasnya.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.