Sukses

Tekan Stunting di Tengah Pandemi Perlu Kolaborasi Pemerintah dan Swasta

Pandemi Covid-19 memberikan tantangan tersendiri bagi program percepatan perbaikan gizi masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 memberi contoh nyata bahwa Indonesia masih memerlukan dukungan semua pihak untuk pemenuhan gizi ibu dan anak demi mencapai Generasi Emas Indonesia di masa depan.

Pandemi Covid-19 memberikan tantangan tersendiri bagi program percepatan perbaikan gizi masyarakat, mengingat dampak pandemi memukul banyak sektor usaha yang mengakibatkan keluarga turut terpukul karena penghasilan yang juga berkurang.

Ketua Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA), Rivanda Idiyanto menilai kolaborasi swasta dan pemerintah sangat positif dan perlu terus diperkuat di masa depan. Rivanda menekankan bahwa anak-anak sangat memerlukan dukungan nutrisi untuk mendukung tumbuh kembang mereka.

"Kolaborasi pemerintah-swasta perlu diperkuat sebagaimana kita amati sepanjang masa pandemi ini. APPNIA siap bekerjasama mendukung program pemerintah dalam pemenuhan gizi seimbang dan akses terhadap produk bernutrisi, tentunya dengan tetap mematuhi regulasi yang berlaku. Komunikasi dan kerja sama di antara keduanya akan sangat baik untuk mendukung percepatan perbaikan gizi demi generasi masa depan yang lebih sehat," ujar Rivanda di Jakarta, dikutip Rabu (30/12).

Dia menegaskan, pihak swasta telah menyatakan kesiapannya untuk mendukung program pemerintah untuk percepatan perbaikan gizi dalam jangka pendek dan panjang.

Di masa pandemi, produsen produk bernutrisi bagi ibu dan anak tetap berkomitmen untuk terus memastikan ketersediaan produknya. Hal ini dilakukan untuk memastikan agar kebutuhan gizi ibu dan anak tercukupi terutama di masa pandemi , agar daya tahan tubuh pun dapat tetap terjaga dengan baik

Sementara itu, Ketua Pergizi Pangan, Hardiansyah, menyampaikan bahwa jangankan dalam kondisi pandemi, dalam kondisi normal pun target penurunan stunting menjadi 14 persen dirasakan sangatlah berat, sehingga memerlukan ekstra kerja keras.

"Pentingnya kolaborasi berbagai pihak dan memperkuat kualitas program yang ada dengan kreativitas dan inovasi berbasis budaya sesuai potensi masing-masing daerah. Hal ini akan mendorong terjadinya percepatan target penurunan stunting di Indonesia," ungkap Hardiansyah.

Reporter : Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Target Pemerintah

Pemerintah menargetkan angka stunting pada anak berada di bawah 680 ribu per tahunnya untuk mengejar target prevalensi stunting sebanyak 14 persen pada Tahun 2024. Target itu melihat angka kelahiran di Indonesia saat ini yang mencapai 4,8 juta per tahun.

"Kalau kita lihat angka kelahiran kita sekitar 4,8 juta per tahun, berarti paling tidak per tahunnya angka stunting kita harus di bawah 680 ribu sekian. Kalau angka stunting-nya per tahun sudah di atas 680 ribu, kita tidak bisa mencapai target yang sudah ditetapkan oleh presiden," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam rapat koordinasi secara virtual tentang mengukur keberhasilan pengentasan stunting di Jakarta, Kamis (10/9).

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Tahun 2019, saat ini telah terjadi penurunan prevalensi stunting dari 30,8 persen pada Tahun 2018 (Riskesdas 2018) menjadi 27,67 persen Tahun 2019 atau turun sekitar 3,13 persen.

Menurut Muhadjir, perlu ada langkah-langkah strategis dan terobosan yang dilakukan agar Indonesia mampu menurunkan angka stunting sesuai yang ditargetkan presiden.

"Karena itu saya berharap dengan adanya seminar seperti ini, nanti langkah-langkahnya akan lebih konkret dan bisa betul-betul memenuhi target," katanya.

Sementara itu, analis Kebijakan Ahli Utama Balitbangkes Kemenkes Siswanto menjelaskan pencapaian angka stunting di Indonesia tahun 2018 dan 2019. Hal ini dikarenakan untuk tahun 2020 ini, Kemenkes belum melakukan evaluasi secara objektif dan rencananya akan diukur pada bulan Oktober nanti.

"Walaupun setahun, ini 2018 banding 2019 maka kita lihat bahwa pada kategori yang angka stunting tinggi dan sangat tinggi mulai bergeser ke kiri. Ini bisa kita bandingkan grafik atas bawah. Artinya apa? Artinya sebenarnya kalau boleh saya katakan program kita sudah on the right track. Tetapi ini bagaimana kita mengantisipasi atau menginovasi dengan adanya Covid ini. Nah ini yang menjadi penting, yang menjadi tantangan,” ujar Siswanto.

Melihat dari kondisi pandemi Covid-19 saat ini, Siswanto mengatakan, bahwa Covid-19 tentu bisa mengganggu ketersediaan pangan, pola asuh, hingga akses ke layanan kesehatan. Pernyataan tersebut sudah dibuktikan juga dengan kajian yang ada.

Siswanto juga menghadirkan data terkait pengaruh kemiskinan bagi angka stunting. Kondisi pandemi Covid-19 yang sangat memengaruhi perekonomian masyarakat dan negara dikatakan juga bisa memengaruhi angka stunting di Indonesia.

"Sekarang kalau kita lihat, ada hubungan memang antara kemiskinan dengan angka stunting. Jadi ini kalau (nilai) Rnya adalah 37,6 persen artinya apa? Artinya bahwa kemiskinan berkontribusi atau paling tidak attributable sebanyak 37 persen untuk terjadinya stunting. Nah ini yang kita khawatir adalah Covid-19, karena dengan Covid-19 maka terjadilah kontraksi dari pada ekonomi dan kita menjadi pada khawatir jangan-jangan stunting tidak makin malah turun malah makin naik."

Siswanto menambahkan bahwa jika grafis kasus Covid-19 dapat diratakan, maka angka stunting akan mengalami sedikit gangguan. Akan tetapi, jika ternyata Covid-19 tidak berhasil dikendalikan dan memakan waktu lama, maka tentu saja hal tersebut dapat memberikan gangguan pada angka stunting.

Selain itu, Siswanto juga memberikan penjelasan terkait perlu diperhatikan agar angka stunting dapat dikendalikan. Dalam penanganannya itu sendiri, terdapat cara yang cukup terkenal untuk menangani stunting, yaitu 5 pilar percepatan penurunan stunting.

"Yang penting itu sebenarnya adalah supaya itu langsung ke penerima manfaat itu terasa nomor 4 sebenarnya (dari 5 pilar percepatan penurunan stunting) yaitu menjamin ketersediaan pangan dan gizi untuk 1.000 hari pertama kehidupan yaitu adalah pada ibu hamil dan batita. Jadi artinya, keluarga yang hamil dan punya batita itu harus ada jaminan, ya. Dia mendapatkan gizi dan dia mendapatkan pangan."