Sukses

Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2021, dari Bank Dunia hingga Oxford

Berikut ini prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 dari berbagai lembaga keuangan dan juga menteri.

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 masih dibayang-bayangi oleh dampak pandemi Covid-19. Namun Sebagian orang yakin bahwa turbulensi akan berakhir karena harapan akan adanya vaksin Covid-19.

Beberapa lembaga keuangan baik kelas dunia maupun nasional termasuk juga para menteri telah mengeluarkan prediksi angka pertumbuhan ekonomi di 2021.

Berikut ini prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 dari berbagai lembaga keuangan dan juga menteri, seperti dirangkum oleh Liputan6.com pada Jumat (1/1/2021):

1. World Bank (Bank Dunia)

Untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi di 2021, World Bank pada rilis tangga 17 Desember 2020 memperkirakan ekonomi Indonesia bakal tumbuh positif 4,4 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya yakni 4,7 persen.

Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Ralph Van Doorn menjelaskan, koreksi ini mencerminkan pemulihan yang lebih lambat dari perkirakan untuk kuartal III dan sebagian kuartal keempat akibat pembatasan sosial dan meningkatnya kasus covid-19.

“Proyeksi kami untuk 2020 sudah diestimasikan ada sedikit resesi, tapi ada perubahan pada 2021 yaitu tumbuh 4,4 persen untuk PDB riil dan 5,5 persen untuk government budget balance,” katanya dalam Indonesia Economy Prospects, pada Kamis 17 Desember 2020.

Meski demikian, Bank Dunia mencatatkan ekonomi Indonesia 2021 akan membaik dan perlahan menguat pada 2022. Hal ini didasarkan pada pembukaan ekonomi tahun depan yang diikuti pembukaan lebih lanjut serta dilonggarkannya aturan pembatasan sosial sepanjang 2022.

Bank Dunia memperkirakan untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan berada di angka 4,4 persen yang secara umum didorong oleh pemulihan konsumsi swasta. seiring dengan longgarnya pembatasan sosial.

Bank Indonesia

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan kinerja ekonomi global terus menunjukkan perbaikan. Dia memperkirakan perbaikan ini akan akan meningkat lebih tinggi pada tahun depan.

"Kinerja perekonomian global terus menunjukkan perbaikan, dan diprakirakan akan meningkat lebih tinggi pada 2021," kata Perry di Jakarta, pada Kamis 17 Desember 2020.

Perbaikan ekonomi dunia ini dipicu peningkatan mobilitas yang terjadi di berbagai negara. Selain itu, dampak stimulus kebijakan yang berlanjut juga ikut berkontibusi. Terutama stimulus yang ada di Amerika Serikat (AS) dan China.

Perkembangan sejumlah indikator dini pada bulan November 2020 mengonfirmasi perbaikan ekonomi global yang terus berlangsung. Antara lain kenaikan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur dan jasa berlanjut di AS dan Tiongkok.

Keyakinan konsumen dan bisnis terus membaik di AS, Tiongkok, dan kawasan Eropa. Tingkat pengangguran juga mulai menurun di banyak negara. Dari perkembangan tersebut, perbaikan ekonomi global diperkirakan terus berlanjut dengan tumbuh di kisaran 5 persen pada tahun 2021.

"Perbaikan ekonomi global diperkirakan terus berlanjut dengan tumbuh di kisaran 5 persen pada tahun 2021, setelah terkontraksi 3,8 persen pada tahun 2020," kata Perry.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Riset Oxford dan ICAEW

Laporan prospek ekonomi terbaru dari Oxford Economics, bersama the Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi di seluruh Asia Tenggara (ASEAN) minus 4,1 persen pada 2020. Namun kemudian pada 2021 angka pertumbuhan ekonomi ASEAN akan melonjak tajam menjadi 6,2 persen.

Dalam laporan tersebut, pemulihan ekonomi di ASEAN sebagian disebabkan oleh low base effect dari tahun ini, tetapi kebijakan makro dinilai akan tetap berperan akomodatif, dengan dukungan fiskal yang ekstensif dan suku bunga rendah.

Dikutip dari laporan tersebut, bagi Indonesia khususnya, laju pemulihan dinilai masih belum pasti, terutama akibat tren mobilitas yang lemah, impor yang tergelincir dua digit, dan melemahnya penjualan retail. Meskipun demikian, volume penjualan retail dan produksi industri di Indonesia relatif stabil jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya yang terpukul cukup keras.

Secara keseluruhan, pandemi diperkirakan akan meninggalkan bekas luka permanen pada ekonomi Indonesia, yang diperkirakan akan menyusut sebesar 2,2 persen di 2020 sebelum melonjak menjadi 6 persen pada 2021, dengan bantuan belanja konsumen dan infrastruktur.

Dalam tingkat global, periode lockdown dan social distancing yang berkepanjangan diperkirakan akan membatasi pertumbuhan ekonomi global tahun ini. Hal ini menyebabkan kecil kemungkinan angka PDB akan kembali seperti sebelum COVID-19, dan kegiatan perdagangan juga diprediksi akan kembali aktif sebelum akhir 2021.

Menperin Agus Gumiwang

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2021 bakal berada di 5,5 persen. Optimisme tersebut tidak lepas dari seluruh rangkaian strategi dan kebijakan yang sudah dipersiapkan oleh pemerintah di tahun depan.

"Dengan berbagai kombinasi kebijakan dan peluang yang kita manfaatkan secara optimal, maka diharapkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di sekitaran atau kisaran 4,5 hingga 5,5 persen di tahun 2021," kata dia pada 10 Desember 2020.

Dia menambahkan, optimisme pemerintah mengejar laju pertumbuhan sebesar 5,5 persen di 2021 juga sejalan dengan proyeksi pertumbuhan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional. Misalnya Sadiah OECD memproyeksikan ekonomi 2021 sebesar 4,0 persen dan ADB 5,3 persen.

Selain itu juga World Bank memperkirakan ekonomi tahun depan bakal berada di kisaran 4,4 persen. Kemudian ia memperkirakan sebesar 6,1 persen dan Bloomberg Median sekitar 5,6 persen.

"Sementara untuk APBN yang sudah ditetapkan pertumbuhannya sebesar 5,0 persen," jelas dia.

 

3 dari 4 halaman

LIPI

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional akan bergerak menuju perbaikan di tahun 2021. Namun perbaikan perekonomian ini bergantung pada kecepatan pemerintah dalam melakukan program vaksinasi secara nasional.

"Kami memiliki keyakinan bahwa pergerakan perekonomian nasional yang sangat tergantung pada vaksin yang ada dan ini perlu jadi perhatian pemerintah," kata Kepala Puslit Ekonomi, LIPI, Agus Eko Nugroho pada Kamis 17 Desember 2020.

Agus menuturkan, keberadaan vaksin dan program vaksinasi nasional akan mendorong ekspektasi sektor konsumsi. Dia pun membuat beberapa simulasi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 2021.

Bila tahun depan berjalan tanpa vaksin, maka PDB akan tumbuh di kisaran 1,57 persen sampai 2,07 persen. Bila vaksinasi telah dilakukan sebanyak 30 persen maka pertumbuhan ekonomi akan tumbuh di kisaran 2,99 persen sampai 3,49 persen.

Bila proses vaksinasi telah mencapai 50 persen pada 2021, maka pertumbuhan PDB diprediksi tumbuh 3,21 persen sampai 3,7 persen. Sedangkan bila proses vaksinasi telah dilakukan 80 persen, maka PDB akan tumbuh di kisaran 3,53 persen sampai 4,09 persen.

"Kalau ini bisa sampai 4 persen ini bisa jadi prestasi," kata Agus.

Bank Mandiri

Direktur Treasury and International Banking PT Bank Mandiri (Persero), Panji Irawan yakin ekonomi Indonesia akan pulih di tahun depan, Pemulihan tersebut akan mulai terlihat pada kuartal II 2021. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan mencapai 4,4 persen.

"Kami meyakini bahwa perekonomian Indonesia akan mampu melewati Pandemi ini dengan pemulihan yang mungkin bisa kita lihat pada kuartal ke dua tahun 2021. Kami memperkirakan pada kuartal I tahun 2021 perekonomian Indonesia sudah bisa balik kembali tumbuh positif, sehingga secara full year akan dapat tumbuh sebesar 4,4 persen," ujar dia pada Selasa 22 Desember 2020.

Menurutnya, proyeksi ini didasarkan pada asumsi kurva infeksi Covid-19 dapat dikendalikan. "Alhasil penerapan protokol kesehatan harus lebih diketatkan," paparnya.

Selain itu, adanya prospek pengadaan dan produksi vaksin secara global juga akan memperbaiki kinerja perekonomian global, termasuk Indonesia. "Sehingga masalah pandemi ini bisa cepat teratasi," terangnya.

Panji menambahkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 juga ditunjang atas perbaikan berbagai kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 selama beberapa bulan terakhir. Khususnya terkait kebijakan Fiskal dan Moneter.

"Seperti respons kebijakan Fiskal dan Moneter yang sangat kian baik dari Pemerintah dan Otoritas Fiskal, Moneter, dan Perbankan melalui berbagai stimulus kepada perekonomian, sektor riil dan perbankan," ucapnya.

Kemudian, disahkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja juga menunjukkan komitmen Pemerintah dalammenciptakan iklim investasi di Indonesia yang lebih baik dan kondusif. "Sehingga diyakini realisasi investasi di tanah air akan lebih meningkat sebagai pendorong pemulihan ekonomi nasional," tegasnya.

Terakhir, adanya perbaikan dari harga-harga komoditas utama Indonesia seperti CPO, batubara dan karet. Walhasil akan mendongkrak perekonomian pada beberapa wilayah di Indonesia penghasil komoditas tersebut setelah meningkatnya penerimaan daerah.

 

4 dari 4 halaman

Indef

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memproyeksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 3 persen pada tahun 2021.

Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, pandemi Covid-19 masih menghantui kelas menengah untuk melakukan konsumsi.

"Dengan segala perkembangan global maupun domestik, kita perkirakan perhitungan di 2020 ini -1,35 persen, dan tahun 2021 itu 3 persen," ujar Tauhid dalam Webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021, pada Senin 23 November 2020.

Lanjut Tauhid, laju kredit perbankan diprediksi hanya mencapai 5 hingga 6 persen dari prediksi normal 9 hingga 11 persen dikarenakan permintaan yang belum normal.

"Wajar Bank Indonesia kemarin menurunkan suku bunga menjadi 3,75 persen untuk antisipasi penurunan laju kredit, sekarang pertumbuhan di bawah 1 persen bahkan kemarin September 0,28 persen, ini harus ditingkatkan," jelasnya.

Inflasi di tahun 2021, menurut proyeksi Indef, akan menyentuh angka 2,5 persen dari yang normalnya 3 persen. Hal ini dikarenakan program pemulihan ekonomi masih belum terlaksana dengan optimal dan daya beli masyarakat masih terbatas. Untuk suplai pangan dan kebutuhan pokok, Tauhid menjelaskan, tidak ada masalah berarti.