Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah melakukan koordinasi dengan importir kedelai, sehingga pengrajin dan masyarakat tidak perlu khawatir harga tempe dan tahu melonjak drastis.
“Kemendag terus mendorong dan berkomunikasi dengan para importir terkait stok kedelai. Yang pasti langkah kita melalui berbagai stakeholder dan pengrajin untuk tetap berproduksi,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto kepada Liputan6.com, Minggu (3/1/2021).
Dirinya menjelaskan adanya kenaikkan tersebut diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari Tiongkok kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Pada Desember 2020 permintaan kedelai Tiongkok naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.
Advertisement
“Kondisi ini memang kondisi dikarenakan kondisi global yang tidak bisa kita hindari karena harga dunia yang naik akan berimbas pada biaya produksi di dalam negeri,” ujarnya.
Menurutnya, di Indonesia kebutuhan masyarakat akan tahu dan tempe masih tinggi. Namun produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi sebesar 33 persen saja. Oleh karena itu Kemendag terus berupaya melakukan impor untuk bisa menyediakan bahan baku untuk pengrajin tahu dan tempe.
“Kita tahu bahwa produksi dalam negeri hanya baru bisa mengcover 33 persen dari kebutuhan nasional artinya kita masih sangat tergantung sekali dengan impor untuk kedelainya. Impor kedelai yang paling besar itu dari Amerika Serikat, berbarengan dengan itu adanya pandemi covid-19 itu secara global produksi kedelai menurun,” jelasnya.
Selama ini China melakukan impor bahan baku kedelai dari Amerika Serikat. Di tengah pandemi, China melakukan impor besar-besaran. Oleh sebab itu terjadi saling berebut dengan negara lain termasuk Indonesia.
“Sejalan dengan itu, importir kita mestinya menyesuaikan harga penjualan kepada para distributor, koperasi, dan pengrajin,” katanya.
Untuk itu ketika pengrajin tahu dan tempe mogok produksi pada 1-3 Januari 2021, Kemendag menurunkan tim untuk berkomunikasi dengan para pengrajin. Intinya para pengrajin sangat berterimakasih dengan kehadiran pemerintah.
“Karena mereka khawatir kalau mereka menaikkan harga para pedagang pasar marah atau penerimaan masyarakat salah persepsi dengan kondisi yang sebenarnya, dengan kondisi saat ini mau tidak mau kita memahami bahwa ada penyesuaian harga dengan biaya produksi,” jelasnya.
Adapun Kemendag telah melakukan koordinasi dengan Gakoptindo dan memperoleh informasi harga kedelai impor di tingkat perajin mengalami penyesuaian dari Rp 9.000 per kg pada November 2020 menjadi Rp 9.300—9.500 per kg pada Desember 2020 atau sekitar 3,33—5,56 persen.
“Kami melakukan pendekatan berharap kepada para pengrajin untuk tidak menaikkan harga melebihi normal, artinya sejalan dengan peningkatan biaya produksi. Dan paling penting sekali masyarakat kita turun temurun tidak bisa meninggalkan tahu-tempe jangan sampai kosong di pasaran,” pungkasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Produsen Mogok Produksi, Harga Tahu Tempe di Jabodetabek Meroket
Sebelumnya, Ketua Bidang Keanggotaan DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Dimas Hermandiyansyah mencatat adanya kenaikan harga tempe dan tahu hingga 20 persen. Kenaikan ini terjadi merata di pasar tradisional wilayah Jabodetabek.
"Tempe dan tahu ini naik bervariatif ya hingga 20 persen. Seperti tempe yang ukuran sedang kualitas bagus dari Rp10.000 di jual Rp12.000 sekarang. Tahu juga naik sih sama 20 persen. Itu merata di pasar-pasar Jabodetabek," ujar dia saat dihubungi Merdeka.com, Sabtu (2/1/2020).
Dimas mengatakan, kenaikan harga dua bahan pangan favorit masyarakat Indonesia itu tak lepas dari adanya mogok produksi yang dilakukan sejumlah produsen tahu dan tempe. Khususnya yang tergabung dalam Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta.
"Kenaikan harga sendiri karena ada mogok produksi juga kan dari sejumlah produsen yang tergabung dalam Puskopti. Jadi mereka mungkin mengikuti instruksi Puskopti," paparnya.
Dia menyebut, aksi mogok produksi tahu dan tempe sendiri dipicu adanya lonjakan harga kedelai impor sejak beberapa hari terakhir. "Ini membuat produsen kesulitan untuk tetap menjaga kelangsungan usaha di tengah pandemi Covid-19," ucapnya.
Oleh karena itu, Ikappi mendorong pemerintah untuk berani mengambil kebijakan yang bersifat jangka panjang. Salah satunya dengan segera meningkatkan produksi kedelai dalam negeri.
"Karena saat ini Indonesia terlalu bergantung pada kedelai asal impor. Kalau tidak dengan mengembangkan produksi kedelai di dalam negeri ini pasti akan berulang permasalahan ini," tegas dia mengakhiri.
Advertisement
5.000 Pelaku Usaha Hentikan Produksi
Sekitar 5.000 pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang tergabung Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta menghentikan sementara proses produksi pada 1-3 Januari 2021. Penjualan akan mulai dilakukan kembali pada 3 Januari.
Sekretaris Puskopti DKI Jakarta, Handoko Mulyo, mengatakan keputusan untuk menghentikan sementara proses produksi disepakati jajaran pengurus Puskopti pada Kamis (31/12).
"Malam Sabtu sampai malam Minggu, tanggal 2 Januari 2021 semua tidak berjualan. Malam Senin tanggal 3 Januari 2021 sudah ada penjualan di pasar," ujarnya seperti dikutip dari Antara, kemarin.
Handoko mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap kenaikan harga bahan baku kedelai dari Rp7.200 menjadi Rp9.200 per kilogram (kg). "Mulai hari ini, tanggal 1 Januari 2021 sampai 3 Januari 2021 para pengrajin tempe tahu, berhenti produksi," kata Handoko.