Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi mengungkapkan penyebab mahalnya harga kedelai. Kenaikan harga kedelai dipicu lonjakan harga kedelai di pasar internasional.
Lonjakan harga kedelai ini yang dikeluhkan pedagang tahu dan tempe dan membuat kenaikan harga pangan tersebut.
Pada Desember 2020, harga kedelai dunia tercatat sebesar USD 12,95 per bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat USD 11,92 per bushels.
Advertisement
Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar USD 461 ton, naik 6 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat USD 435 ton.
“Kenaikan itu berantai sebenarnya karena impor China lebih tinggi-tingginya jadi rebutan pasokan," jelas dia kepada Liputan6.com, Senin (4/1/2021).
Dia menuturkan jika selama ini, Indonesia mengimpor kedelai dari Amerika Serikat dan Brazil. Indonesia masih membutuhkan impor kedelai dari Amerika dan Brazil untuk memenuhi kebutuhan nasional, salah satunya para perajin tahu dan tempe.
Amerika dan Brazil menjadi pengimpor kedelai terbesar ke Indonesia. Sebab selama ini, produksi kedelai dalam negeri sangat kecil, sekitar di bawah 10 persen.
"Pasti itu sudah suatu kepastian untuk bahan baku tempe tahu dan industri lainnya memerlukan impor,” kata Didi.
Dia menegaskan selama ini Amerika dan Brazil menjadi produsen kedelai terbesar. Meski pada tahun 2019-2020, produksi kedelai Brazil mampu melebihi produksi Amerika Serikat.
“Lalu dari Argentina juga ada pasokan kedelai, meskipun kedelai yang dihasilkan Argentina tidak sebesar Brazil dan Amerika Serikat. Untuk saat ini kita masih impor kedelai terutama dari Amerika Serikat dan Brazil,” ungkap dia.
Saksikan Video Ini
Pedagang Minta Kemendag Intervensi Harga Kedelai agar Tahu dan Tempe Tak Langka
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan intervensi harga kedelai. Langkah intervensi ini agar tahu dan tempe tidak langka di pasaran.
“Seharusnya memang hari ini sudah mulai ada (tempe dan tahu), tapi faktanya masih sulit di pasar belum terlalu maksimal,” kata Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansuri, kepada Liputan6.com, Senin (4/1/2021).
Menurutnya, memang komoditas tahu dan tempe masih bisa ditemukan di pasaran namun ukurannya menjadi lebih kecil dan harganya terbilang naik dari semula Rp 7.000 kini menjadi Rp 10 ribu hingga Rp 12 ribu.
Abdullah tidak memungkiri naiknya harga tahu dan tempe disebabkan dari bahan baku kedelai yang yang juga naik. Dirinya menilai Kemendag hanya bisa bilang menjamin-menjamin saja, padahal faktanya tidak jelas.
“Nah, yang perlu Kemendag tahu bahwa stok yang importir miliki sekitar 450 ribu ton itu sudah dijual dengan harga sekarang padahal itu belinya dari harga yang lama. Faktanya di pasar masih tinggi,” ujarnya.
Oleh karena itu Abdullah meminta agar Kemendag harus ikut intervensi agar importir tetap menjual dengan harga sebelumnya bukan harga yang sekarang.
Meskipun sekarang harga tahu dan tempe relatif, ada yang menaikkan harga sebesar Rp 10-12 ribu, tapi ada juga yang mengecilkan ukuran, yang mana ukurannya per papan (tahu dan tempe) lebih kecil dibanding yang sebelumnya.
Advertisement