Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi belanja negara mencapai Rp 2.589,9 triliun sepanjang 2020. Angka tersebut setara dengan 94,6 persen dari Perpres 72/2020 yang sebesar Rp 2.739,2 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, jika dibandingkan dengan realsiasi per 2019 lalu realisasi belanja 2020 tumbuh 12,2 persen. Di mana pada 2019 lalu realisasi belanja hanya tercatat sebesar Rp 2.309,3 triliun
Baca Juga
Adapun realisasi belanja negara itu beraal dari pemerintah pusat terealisasi Rp1.827,4 triliun atau 92,5 persen dari total anggaran belanja pemerintah pusat yang sebesar Rp 1.975,2 triliun.
Advertisement
"Terutama untuk belanja pemerintah pusat naik 22,1 persen dibandingkan realisasi 2019 artinya pemerintah pusat tahun lalu belanja Rp1.496 triliun, tahun ini belanja Rp 1.827,4 triliun, lebih tinggi dari undang-undang awal," jelas Sri Mulyani dalam APBN KiTa, di Jakarta, Rabu (6/1).
Bila lebih dirinci, untuk belanja Kementerian atau Lembaga (K/L) tumbuh 20,8 persen dan non K/L tumbuh 24 persen. Di mana Belanja K/L realisasinya mencapai Rp1.055 triliun lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar Rp873,4 triliun.
Sementara untuk non K/L realisasinya sebesar Rp 772,3 riliun atau lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar Rp622,9 triliun.
Adapun untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) realiasinya sebesar Rp 762,5 triliun atau 99,8 persen dari Perpres 72 yang sebesar Rp763,9 triliun.
"TKDD turun 6,2 persen yakni dari Rp813 triliun tahun lalu, tahun ini Rp 762 triliun. Kalau dilihat TKDD alami penurunan 6,2 persen jauh lebih kecil dari pendapatan negara yang turun sangat tajam 16,7 persen, harusnya TKDD mengikuti pendapatan negara, namun pemerintah menjaga agar daerah tidak mengalami shock," jelas Sri Mulyani.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Defisit APBN 2020 Nyaris Sentuh Rp 1.000 Triliun
Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2020 mencapai Rp 956,3 triliun atau 6,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun 2019 sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp348,7 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan defisit sepanjang 2020 terjadi akibat penerimaan negara tak sebanding dengan belanja negara pemerintah. Di mana pendapatan negara hanya mencapai Rp1.633,6 triliun, sedangkan posisi belanja negara meningkat mencapai Rp2.589,9 triliun seiring dengan program pemulihan ekonomi nasional.
"Defisist 2020 mencapai Rp956,3 triliun. Angka ini lebih baik daripada angka yang kita tulis di Perpres 72 tahun 2020 yaitu lebih rendah Rp82,9 triliun dari Rp1.039,2 triliun," kata dia dalam APBN KiTa, di Jakarta, Rabu (6/1/2020).
Pendapatan negara hingga akhir 2020 sebesar 96,1 persen atau Rp1.633,6 triliun dari target Perpres 72/2020 sebesar Rp 1.699,9 triliun. Dibandingkan tahun lalu, total pendapatan ini mengalami penurunan 16,7 persen.
Sri Mulyani merincikan, penerimaan negara yang mencapai Rp1.633,6 triliun tersebut berasal dari pajak sebesar Rp1.1.070,0 triliun Kepabeanan dan cukai Rp212,8 triliun, PNBP Rp338 triliun, sedangkan hibah sebesar Rp12,3 triliun.
Sedangkan untuk belanja negara yang mencapai Rp2.589,9 triliun berasal dari belanja pemerintah pusat yang terdiri dari kementerian/lembaga (K/L) dan belanja non K/L sebesar Rp1.827,4 triliun, dan realisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp762 triliun.
Dengan realisasi tersebut, maka defisit anggaran APBN 2020 tercatat 6,09 persen atau setara Rp956,3 triliun terhadap PDB. Adapun dalam Perpres 72 Tahun 2020 defisit APBN diizinkan hingga mencapai Rp1.039,2 triliun atau sekitar 6,34 persen.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.comÂ
Advertisement