Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan pemerintah mulai pekan depan akan berdampak pada kegiatan ekonomi. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers APBN KiTa Tahun Anggaran 2020.
"Pasti (pengetatan PSBB) ada dampaknya kepada perekonomian. Namun kalau itu enggak dilakukan dan akan getting worst, maka perekonomian juga akan buruk," kata dia dalam APBN KiTa, di Jakarta, Rabu (6/1).
Sri Mulyani menambahkan, pemerintah memang tak punya banyak pilihan. Ketika terjadi kenaikan kasus seperti sekarang ini, maka pengetatan kembali PSBB dilakukan agar kasusnya tidak semakin parah yang bisa berdampak ke ekonomi juga makin besar.
Advertisement
"Pilihan yang paling baik adalah secepat mungkin semuanya melakukan disiplin. Tadi ada yang dirumah saja disebut work from home, atau kalau Anda melakukan pembelian makanan adalah take away tidak dine in," jelas dia.
Di samping itu, Bendahara Nehara itu tak lupa mengingatkan kepada masyarakat untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dengan menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan. Upaya ini merupakan langkah awal agar penularan covid-19 bisa segera dikurangi.
"Pilihannya adalah agar covidnya tetap terkendali dan dampak ekonominya tidak terlalu dalam, atau kalau ekonominya meningkat tidak menyebabkan Covid-nya menyebar sehingga tidak terkendali," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Naik 3 Kali Lipat, Pemerintah Tarik Utang Rp 1.226,8 Triliun Sepanjang 2020
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mencatat realisasi pembiayaan utang selama 2020 mencapai Rp1.226,8. Utang baru tersebut naik lebih dari tiga kali lipatnya atau 180,4 persen dari realisasi tahun 2019 yang hanya Rp437,5 triliun.
Penarikan utang baru itu juga jauh lebih besar dari target dalam APBN 2020 yang sebesar Rp351,9 triliun. Namun sesuai dengan Perpres 72 Tahun 2020 yang sebesar Rp 1.220,5 triliun.
"Untuk pembiayaan utang mencapai Rp1.226,8 triliun, ini mencapai 100,5 persennya dari target sesuai Perpres 72/2020," ujar Sri Mulyani dalam APBN KiTa, Rabu (6/1).
Bendahara Negara itu merincikan, pembiayaan utang itu didapatkan dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp1.177,2 triliun atau naik 163 persen dari tahun sebelumnya. Sementara pinjaman hanya Rp49,7 triliun atau minus 667 persen dari periode 2019.
Sementara untuk pembiayaan investasi selama 2020 terealisasi sebesar Rp104,7 triliun, dari target pemerintah dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp257,1 triliun. Pembiayaan investasi ini diberikan pemerintah ke sejumlah BUMN maupun BLU akibat pandemi Covid-19.
Adapun investasi kepada BUMN mencapai Rp31,3 triliun, BLU Rp31,3 triliun, dan lembaga atau badan lainnya Rp25 triliun. Sedangkan pemberian pinjaman selama 2020 tercatat sebesar Rp1,5 triliun, kewajiban penjaminan Rp3,6 triliun, dan pembiayaan lainnya Rp70,9 triliun.
Dengan demikian, realisasi pembiayaan anggaran selama 2020 mencapai Rp1.190,9 triliun. Angka ini naik 196 persen dari tahun 2019 yang hanya Rp 402,1 triliun.
"Pembiayaan Rp 1.190,9 triliun atau naik tajam. Pembiayaan yang sangat besar ini kami lakukan burden sharing dengan Bank Indonesia yang daitur dalam SKB I dan II," paparnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.comÂ
Advertisement