Liputan6.com, Jakarta - Dirktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi lelang mencapai Rp 26,19 triliun sepanjang 2020. Realisasi ini menurun dari capaian lelang tahun 2019 lalu yang telah mencapai Rp 27,0 triliun.
Direktur Lelang, Joko Prihanto mengklaim capaian lelang pada tahun ini cukup bagus di tengah kondisi pandemi Covid-19. Bahkan capaian ini juga diluar dari perkiraan pemerintah.
Baca Juga
"Sampai akhir 2020 ini lelang bisa bertransaksi kurang lebih Rp 26,1 triliun. Realisasi lelang cukup bagus diluar prediksi kami," kata dia dalam bincang DJKN, Jumat (8/1/2021).
Advertisement
Adapun realisasi tersebut terdiri dari pokok lelang swasta yakni pejabat lelang kelas II mencapai Rp 13,48 triliun dan melalui balai lelang mencapai Rp 12,80 triliun.
Dia mengaku awalnya sempat khawatir dan minder ketika capaian lelang pada pertengahan tahun lalu baru mencapai Rp 3 triliun. Namun di luar perkiraan pada sisa bulan selanjutnya realisasi lelang tembus mencapai Rp 26,19 triliun.
"Untuk leleng di masa pandemi ini di 2020 bulan Juni saya minder juga karena baru Rp 3 triliun, karena ada wabah covid tidak ada aktivitas. Prinsip lelang berkumpul mengundang orang terjadi jual beli dengan penawaran di situ," jelas dia.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Insentif Pajak yang Diberikan Pemerintah pada 2019 Capai Rp 257 Triliun
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak 2018 secara konsisten mempublikasikan Laporan Belanja Perpajakan. Laporan ini berisi estimasi atas jumlah dukungan Pemerintah dalam bentuk insentif perpajakan yang diberikan kepada masyarakat dan dunia usaha.
“Publikasi tahun ini merupakan wujud kontinuitas transparansi fiskal serta akuntabilitas pemerintah kepada publik terkait kebijakan insentif perpajakan,” ujar Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu, dalam keterangan resmi, Jumat (1/1/2021).
BKF memperkirakan nilai belanja perpajakan 2019 mencapai Rp 257,2 triliun, atau sekitar 1,62 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah ini meningkat sebesar 14,24 persen dari nilai belanja perpajakan tahun 2018 sebesar Rp 225,2 triliun, atau sekitar 1,52 persen dari PDB.
Berdasarkan jenis pajak, bagian terbesar belanja perpajakan pada tahun 2019 berasal dari Pajak Pertambangan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Yakni sebesar Rp 166,9 triliun, atau 64,9 persen dari total estimasi belanja perpajakan.
Sebagian besar belanja perpajakan PPN dan PPnBM ini terkait dengan upaya pengurangan beban pajak pengusaha kecil. Sedangkan berdasarkan penerimanya, belanja perpajakan dimanfaatkan oleh dunia usaha (50,9 persen) dan rumah tangga (49,1 persen).
Belanja perpajakan juga diklasifikasikan berdasarkan tujuan dan fungsi. Berdasarkan tujuannya, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan UMKM adalah peruntukan terbesar belanja perpajakan 2019 dengan nilai masing-masing sebesar Rp 142,4 triliun dan Rp 64,7 triliun.
“Nilai yang cukup besar untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berupa pengecualian barang kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan dari pajak (PPN dan PPnBM),” terang Febrio.
Berdasarkan fungsi, belanja perpajakan tahun 2019 paling besar ditujukan untuk ekonomi, yaitu sebesar Rp 152,1 triliun (59,1 persen dari total belanja perpajakan). Disusul dengan pelayanan umum dan perlindungan sosial (12,9 persen dan 11,6 persen). Serta fungsi kesehatan dan pendidikan (8,3 persen dan 5,7 persen).
“Hal ini mengafirmasi besarnya dukungan pemerintah untuk bidang- bidang prioritas ini, sebagai tambahan atas sisi alokasi belanja negara yang besar untuk fungsi APBN ini,” kata Febrio.
Adapun publikasi laporan belanja perpajakan diharapkan dapat melengkapi informasi yang diperlukan dalam proses evaluasi, baik yang dilakukan oleh internal pemerintah maupun pihak eksternal.
Advertisement