Liputan6.com, Jakarta - Izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan label halal untuk vaksin Sinovac dinilai akan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk melakukan vaksinasi. Indeks kepercayaan masyarakat akan meningkat, yang kemudian turut menumbuhkan konsumsi Rumah Tangga (RT) dan investasi.
"Kalau sudah disetujui, artinya masyarakat bisa lebih yakin untuk vaksin, lalu angka penularan Covid-19 bisa ditekan. Ketika indeks kepercayaan konsumen lebih baik, maka simpanan uang masyarakat di bank bisa perlahan dibelanjakan dan investasi akan meningkat," tutur ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira saat dihubungi Liputan6.com pada Selasa (12/1/2021).
Baca Juga
Menurut peneliti Indef itu, izin BPOM dan label halal akan membantu menyukseskan program vaksin pemerintah. "Jadi kemungkinan bisa sesuai target 15 bulan, atau bisa saja kurang dari itu," sambungnya.
Advertisement
Sesuai dengan petunjuk pemerintah, yang akan diutamakan menerima vaksin antara lain petugas medis dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Selain itu, kata Bhima, kelompok masyarakat yang rentan, ekonomi menengah ke bawah, punya penyakit bawaan, dan lansia juga harus didahulukan.
"Vaksinasi ini akan dilihat sebagai hal yang positif, dan angka penularan bisa ditekan. Namun tetap harus ada pengendalian harian," tutur Bhima.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
BPOM Terbitkan Izin Darurat untuk Vaksin COVID-19 Sinovac
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia mengeluarkan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) untuk vaksin COVID-19 Sinovac.
Dalam konferensi pers secara virtual pada Senin (11/1/2021), BPOM juga menyatakan bahwa secara keseluruhan vaksin COVID-19 Sinovac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang.
ÂLaporan ini berdasarkan data dukung keamanan dari uji klinis fase tiga di Indonesia, Turki, dan Brasil, yang dipantau sampai periode tiga bulan usai penyuntikkan dosis kedua.
"Efek samping lokal berupa nyeri, iritasi, pembengkakan, serta efek samping sistemik berupa nyeri otot, fatigue, dan demam," kata Kepala BPOM, Penny K. Lukito.
Sementara frekuensi efek samping vaksin derajat berat seperti sakit kepala, gangguan di kulit, atau diare, hanya dilaporkan 0,1 sampai 1 persen. Penny mengatakan efek samping tersebut tidak berbahaya dan dapat pulih kembali.
Advertisement
Efikasi 65 Persen
Untuk data efikasi atau khasiat, BPOM menggunakan data pemantauan dan analisis uji klinis yang dilakukan di Indonesia dan juga mempertimbangkan hasil uji klinis yang dilakukan di Brasil dan Turki.
"Pada uji klinis fase tiga di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik, pada 14 hari setelah penyuntikkan dengan hasil seropositif atau kemampuan vaksin membentuk antibodi sebesar 99,74 persen," kata Penny.
Kemudian setelah tiga bulan penyuntikkan, hasil seropositif mencapai 99,23 persen. "Hal tersebut menunjukkan bahwa sampai dengan 3 bulan jumlah subyek yang memiliki antibodi masih tinggi yaitu sebesar 99,23 persen."
Untuk hasil analisis efikasi vaksin CoronaVac berdasarkan uji klinis di Bandung, menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen. Sementara hasil efikasi di Turki mencapai 91,25 persen dan di Brasil 78 persen.
Penny mengatakan bahwa hasil tersebut sudah sesuai dengan persyaratan WHO minimal efikasi vaksin mencapai 50 persen.
BPOM juga menyatakan bahwa berdasarkan inspeksi yang mereka lakukan ke Beijing, Tiongkok, proses pembuatan vaksin juga telah memenuhi ketentuan cara pembuatan obat yang baik.
"Berdasarkan data-data tersebut, dan mengacu pada persyaratan panduan dari WHO dalam pemberian persetujuan Emergency Use Authorization untuk vaksin COVID-19, Consideration of Evaluatuon of COVID-19 Vaccine dari WHO, maka vaksin CoronaVac ini memenuhi persyaratan untuk dapat diberikan persetujuan dalam kondisi emergensi," pungkas Penny.