Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, produk nikel Indonesia memang lebih unggul dibandingkan produk nikel dari Uni Eropa.
Oleh karena itu, Uni Eropa menggugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO) di Jenewa, Swiss, terkait nikel dengan nomor kasus DS 592. Ini, katanya, lantaran Uni Eropa merasa tersaingi produktivitas nikelnya oleh Indonesia.
Baca Juga
“Kita bisa melihat bahwa memang pasti akan lebih superior barang-barang Indonesia itu, karena teknologinya tinggi, pabriknya baru, dan juga ini adalah bagian dari komitmen Pemerintah untuk penciptaan nilai tambah dan menciptakan investasi di Indonesia,” kata Mendag dalam Konferensi pers perkembangan Kasus Sengketa Nikel Indonesia – Uni Eropa (DS 592) di WTO, Jumat (15/1/2021).
Advertisement
Lebih lanjut Mendag menyebut, hasil produk nikel Indonesia seperti besi dan baja, terutama stainless steel kualitasnya lebih baik. Meningkatnya kualitas ini lantaran Indonesia terus meningkatkan nilai tambah dari nikel itu sendiri.
“Besi baja adalah ekspor nomor 3 terbesar di Indonesia setelah kelapa sawit dan batubara. Jadi bisa dilihat transformasi Indonesia,” katanya.
Walaupun Indonesia digugat oleh Uni Eropa terkait nikel, Mendag mengatakan pihaknya akan menghadapi gugatan tersebut dan bersedia memberikan masukan-masukan kepada Uni Eropa agar bisa menciptakan produk nikel yang kualitasnya tinggi seperti Indonesia.
“Sebagai bagian kolaborasi, kami tidak merasa keberatan untuk memberikan masukan kepada Eropa untuk bisa menciptakan teknologi tinggi seperti stainless steel, dan bagaimana menciptakan nilai tambah dari industri tersebut,” ujar Mendag.
Dengan adanya gugatan Uni Eropa kepada Indonesia terkait nikel, membuat Indonesia bersiap-siap ke depannya untuk menghadapi sengketa serupa dengan negara lain.
“Saya bilang urusan sengketa ini urusan yang biasa, dan kemungkinan akan terjadi lagi dan Indonesia semakin canggih, baik, dan semakin bisa meladeni negara-negara lain yang mungkin ketinggalan produktivitasnya,” pungkas Mendag.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mendag Bakal Hadapi Tuntutan Uni Eropa di WTO soal Nikel
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, Indonesia akan menghadapi tuntutan mengenai kasus sengketa nikel Indonesia yang dilaporkan oleh Uni Eropa (DS 592) di World Trade Organization (WTO), Jenewa, Swiss.
“Kemarin sore sekitar jam 3 dan jam 4 menjelang tutup kantor, di Kantor Jenewa, kita mendapatkan notifikasi dari Uni Eropa bahwa mereka akan terus jalan proses sengketa di WTO,” kata Mendag Lutfi dalam konferensi pers perkembangan Kasus Sengketa Nikel Indonesia – Uni Eropa (DS 592) di WTO, Jumat (15/1/2021).
Menurutnya, Indonesia sebagai negara hukum dan negara demokrasi, maka Indonesia dengan berat hati akan melayani tuntutan tersebut. Namun sebenarnya Mendag sangat menyayangkan urusan sengketa ini berlanjut. Padahal bisa diselesaikan dengan cara negosiasi.
“Kami menyayangkan Uni Eropa, ini sebenarnya kita bisa bicarakan dan kita bisa mengirim ahli-ahli Indonesia untuk menciptakan nilai tambah. Jadi kita berkomitmen bukan saja untuk menciptakan perdamaian dunia tapi kita juga berkomitmen untuk menciptakan kesejahteraan rakyat dunia,” jelasnya.
Seperti diketahui, Indonesia dengan Uni Eropa ini sedang mempunyai dua permasalahan yang pertama adalah DS 592 terkait masalah nikel, dan Indonesia juga tengah menggugat Uni Eropa terkait diskriminasi sawit melalui aturan Renewable Energy Directive II (RED II) dengan nomor gugatan DS 593.
“Jadi kalau kita menyimpulkan secara singkat mereka menganggap peraturan kita, Undang-Undang kita tentang Minerba menyulitkan mereka untuk bisa kompetitif di dalam industri besi baja terutama di dalam stainless steel,” ujarnya.
Lanjutnya, setelah Kemendag pelajari, komoditas nikel Uni Eropa memiliki nilai produktivitasnya yang lebih kecil dari Indonesia. Dengan demikian, Uni Eropa menganggap hal ini akan mengganggu produktivitas energi stainless steel mereka.
“Jadi kita bisa melihat di dalam persaingan ini efektivitas, efisiensi dan produktivitas menjadi salah satu yang baik. Sebenarnya kami tidak keberatan dan Indonesia berkomitmen untuk juga menjunjung tinggi persengketaan tersebut,” tegasnya.
Selain itu, pada saat yang bersamaan, Kementerian Perdagangan juga mengundang Uni Eropa untuk berbicara tentang produktivitas. Kata Mendag, pihaknya tidak keberatan untuk membantu Uni Eropa dalam melakukan negosiasi-negosiasi.
“Mungkin dalam negosiasi perjanjian perdagangan yang sedang berlangsung untuk membantu produktivitas dari produk-produk Eropa, apakah itu dalam minyak nabati atau stainless steel,” kata Mendag.
Mendag menegaskan siap membantu Uni Eropa perihal permasalahan nikel, dan akan berbicara dengan menteri perindustrian untuk mengirim ahli-ahli dari Indonesia. Karena seperti diketahui Indonesia merupakan penghasil komoditas baja nomor dua di dunia setelah Cina.
“Jadi Indonesia telah sukses menciptakan nilai tambah untuk industri tersebut dengan teknologi yang tinggi dengan Energi yang me
Advertisement