Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian telah menerbitkan Permentan Nomor 49 Tahun 2020 Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021. Aturan yang diterbitkan 30 Desember 2020 ini menjadi dasar dalam penyaluran pupuk subsidi di masing-masing kota/kabupaten.
Sayangnya, aturan tersebut belum menjadi jaminan para petani untuk menerima pupuk subsidi di puncak musim tanam di awal Januari 2021 ini. Hal ini lantaran masih ada sejumlah pemerintah daerah yang belum menerbitkan Surat Keputusan (SK) Dinas Pertanian setempat yang menjadi dasar distribusi pupuk di masing-masing daerah.
Baca Juga
"Permasalahan pupuk subsidi ini tidak hanya soal jumlah alokasi atau distribusi, melainkan masalah regulasi ini juga menjadi masalah, khususnya di setiap kota/kabupaten," kata Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir kepada Liputan6.com, Jumat (15/1/2021).
Advertisement
Dia menegaskan, KTNA di masing-msaing daerah selama ini juga sudah terlibat dalam manajemen pupuk subdisi bersama dengan pemerintah daerah. Pihaknya juga terus mengusulkan untuk penerbitan regulasi ini lebih cepat.
Meski demikian, diceritakannya, dirinya memberikan acungan jempol kepada Kementerian Pertanian yang telah memangkas regulasi distribusi pupuk subsidi. Saat ini distribusi pupuk subsidi melalui SK Dinas Pertanian, dimana sebelumnya harus melalui Peraturan Gubernur (Pergub). Kala itu, distribusi pupuk lebih lambat karena menunggu Pergub di masing-masing daerah yang belum terbit.
"Karena perusahaan pupuk kan tidak mau mendistribusikan kalau tidak ada dasar aturannya. Pupuk subsidi ini diawasi mulai dari BPK, PPATK hingga KPK. Akhirnya petani yang dirugikan karena harus menunggu, padahal sudah masuk musim tanam," paparnya.
Untuk itu, dirinya menghimbau kepada pemerintah kota/kabupaten untuk segera menerbitkan aturan turunan tentang pupuk subsidi ini.
"Kita sudah menerima kenaikan HET pupuk subsidi, sekarang kita hanya minta jaminan ketersediaan dan pasokan pupuk subsidi saja," pungkas dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Baru 93 Kabupaten
Seperti diketahui, hingga 10 Januari 2020, dari 514 kota/kabupaten di Indonesia, baru 93 kabupaten/kota yang sudah menerbitkan SK. Masih terdapat 421 kabupaten/kota yang belum menerbitkan SK tersebut. Akibatnya, meski produsen dan distributor sudah menyediakan komoditas pupuk ini hingga di pelosok daerah, pupuk bersubsidi sama sekali belum disalurkan kepada petani hingga terbitnya SK.
Alhasil, petani terpaksa membeli pupuk dengan harga non subsidi. Hal tersebut pula yang menyebabkan mengemukanya isu mahalnya harga pupuk lantaran petani e-RDKK yang biasa beli pupuk subsidi terpaksa harus membeli pupuk non subsidi sampai dengan SK di daerahnya terbit, demi tetap bisa menanam dan produktif.
Sebagai contoh, di Provinsi Jawa Barat terdapat 27 kabupaten/kota, dan baru 11 kabupaten/kota saja yang sudah menerbitkan SK. Sedangkan 16 daerah lainnya masih belum menerbitkan SK.
Di Jawa Timur, sebanyak 38 kabupaten/kota, baru 19 daerah yang menerbitkan SK, artinya masih 19 daerah yang masih belum menerbitkan SK untuk penyaluran pupuk subsidi. Di Sumatera Barat, dari 19 kabupaten/kota, masih terdapat 11 daerah yang belum menerbitkan SK. Di SUmatera Utara dari 33 Kab/kota, masih terdapat 20 daerah yang belum menerbitkan SK.
Di Sulawesi Selatan, dari 24 kab/kota, baru 10 yang terbitkan SK. sebanyak 14 daerah lainnya masih belum menerbitkan.
Advertisement