Liputan6.com, Jakarta - Komisi II DPR menggelar Raker tingkat pertama terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) pada hari ini, Senin (18/1/2021).
Perwakilan pemerintah yang hadir antara lain Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Baca Juga
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Syamsurizal, membacakan hal-hal pokok usulan inisiatif DPR terhadap RUU tersebut. Berikut lima usulan DPR:
Advertisement
Berikut 5 usulan inisiatif DPR tersebut:
1. Penghapusan KASN: Pengalihan tugas, fungsi dan kewenangan pengawasan Sistem Merit dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) ke Menteri PAN-RB.
"Fungsi, tugas dan kewenangan KASN pada RUU perubahan atas UU ASN dihapus untuk selanjutnya dilekatkan kembali pada kementerian," kata Syamsurizal.
2. Penetapan Kebutuhan PNS: Penetapan kebutuhan PNS yang disertai dengan jadwal pengadaan, jumlah dan jenis jabatan yang dibutuhkan serta kriteria untuk masing-masing jabatan, yang menjadi dasar diadakannya pengadaan dan jika kebutuhan PNS belum ditetapkan maka pengadaan PNS dihentikan.
3. Kesejahteraan PPPK: Pengaturan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), antara lain PPPK mendapat pensiun dan jaminan hari tua, serta tunjangan dan fasilitas.
4. Pengurangan ASN: Pengurangan PNS dan PPPK sebagai akibat perampingan organisasi yang menyebabkan pensiun dini secara massal, pemerintah sebelumnya berkonsultasi dengan DPR berdasarkan pada evaluasi dan perencanaan pegawai.
"Perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini bagi PNS dan pengurangan PPPK dilakukan secara massal, pemerintah sebelumnya berkonsultasi dengan DPR," jelas Syamsurizal.
5. Pengangkatan Honorer: Pengangkatan tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS dan tenaga kontrak yang bekerja terus-menerus dan diangkat berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan sampai 15 Januari 2014 menjadi PNS.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Nasib Tenaga Honorer di UU ASN, Bertahun-Tahun Mengabdi Tapi Tak Ada Perlindungan
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disebut tak berpihak pada cita-cita nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. UU ASN telah melakukan perubahan medasar tentang pengaturan pegawai ASN itu sendiri sehingga tidak memberikan perlindungan kepada para tenaga honorer.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Samsyurizal menjelaskan, di dalam UU ASN terdapat sistem kepegawaian baru berdasarkan sistem kerja waktu tertentu atau kontrak yaitu PPPK. Namun UU ASN tidak menjelaskan alasan dan kriteria mengenai pembagian manajemen PNS dan PPPK.
"Seharusnya terdapat perbedaan berdasarkan sifat dan pekerjaan jika dikaitkan pasal 59 ayat 2 UU Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa perjanjian waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerja tetap dan sementara," jelas dia dalam rapat kerja bersama pemerintah di Komisi II DPR RI, Jakarta, Senin (18/1/2021).
Di dalam perjanjian kerja waktu tertentu atau PKWT yang diedarkan, jangka waktu dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh perpanjang satu kali untuk jangka waktu satu tahun. Dengan demikian seseorang hanya bisa jadi pekerja kontrak untuk masa keseluruhan paling lama tiga tahun. "Batas waktu tiga tahun ini jadi ukuran sifat sementara pekerjaan," imbuh dia.
Sehingga apabila kerjaan tidak dapat selesai dalam tiga tahun, maka pekerjaan itu jadi tetap. Karena UU ASN tidak memberikan jenis dan sifat kerjaan bagi PPPK. Karena bisa saja status PPPK menjadi kontrak, tetapi untuk pekerjaan yang sebenarnya sifatnya itu tetap, karena sama-sama bisa diterapkan untuk pekerjaan bersifat tetap.
"Maka yang tentukan seorang jadi PNS atau PPPK bergantung keuntungan mereka. Jika bernasib baik dia dapat menjadi PNS, jka nasib buruk jadi PPPK tentu saja hal demikain bukan sistem baik," jelas dia.
Oleh sebab itu, Samsyurizal memandang UU ASN telah menghilangkan status hukum bagi tenaga honorer atau pegwai tidak tetap yang selama ini telah mengabdi kepada pemerintah. Lantaran tidak ada satupun kebijakan yang memberikan perlindungan kepada tenaga honorer atas perubahan manjemen tersebut.
"Artinya perubahan sistem PNS dan PPPK belum mampu penuhi keadilan dan azas hukum kepada PPPK dibandingkan ASN itu sendiri," jelasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement