Liputan6.com, Jakarta - Chief Economist Digital Banking Institute (DBI), Aldrin Herwany mengatakan perkembangan keuangan digital di Indonesia akan semakin menguat di tahun 2021. Lantaran memiliki potensi konsumen digital yang tinggi.
“Perkembangan keuangan digital atau digital financial di tahun 2020 sudah begitu sangat pesat, dilihat dari indikator meningkatnya transaksi mobile banking, top up e-wallet dan transaksi e-commerce,” kata Aldrin dalam konferensi pers Indonesia Digital Economy and Business Outlook 2021, Selasa (18/1/2021).
Baca Juga
Melihat hal tersebut, kata Aldrin, keuangan digital akan semakin meningkat di 2021. Karena Indonesia memiliki potensi konsumen digital yang ditopang oleh struktur demografi yang didominasi generasi milenial dan penetrasi internet, serta mobile phone yang cukup tinggi.
Advertisement
Sekaligus didukung dengan adanya fenomena work from home dan bentuk-bentuk lain dari upaya pencegahan penyebaran covid-19, yang berdampak pada menurunnya mobilitas masyarakat secara offline.
“Adanya PSBB dan physical distancing menghadirkan solusi alternatif melalui inovasi transaksi tanpa tatap muka, dan perluasan akseptasi ekosistem digital financial,” ujarnya.
Selain itu secara makro ekonomi, perkembangan keuangan digital terlihat dari meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha informasi dan komunikasi sebagai sektor yang tidak terdampak resesi maupun perlambatan pada masa pandemi covid-19 dalam PDB.
Kemudian keuangan digital secara bertahap perkembangannya distimulasi oleh mulai bergeraknya sektor riil maupun sektor jasa, sejalan dengan mulai bergeraknya perekonomian di kuartal III dan kuartal IV tahun 2021.
Dengan begitu, Aldrin merekomendasikan agar peningkatan keuangan digital harus sejalan dengan upaya peningkatan perlindungan konsumen untuk tujuan menurunkan risiko beragam transaksi di platform online, seperti pembobolan M-Banking, penipuan online, dan lainya.
“Perkembangan keuangan digital juga harus dibarengi dengan upaya peningkatan efisiensi, inklusivitas, produktivitas, edukasi, dan literasi konsumen,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Industri Keuangan Diminta Mitigasi Risiko di Era Digital
Pandemi Covid-19 diyakini telah mempercepat era digitalisasi di Indonesia, hal ini tentu membuka peluang bagi industri keuangan Tanah Air. Maka dari itu, inovasi-inovasi keuangan digital perlu ruang untuk tumbuh dan berkembang.
Dalam hal ini, OJK telah menerapkan kerangka aturan yang seimbang atau balance regulatory framework untuk mendorong digitalisasi di sektor jasa keuangan yang kini semakin marak.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, di tengah perkembangan digitalisasi yang cukup pesat, OJK terus mengingatkan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk memitigasi 2 hal penting yakni mitigasi risiko serta pengembangan inovasi. Dalam poin pertama, LJK harus memitigasi risiko yang akan dihadapi, ditengah perkembangan digital yang pesat. OJK juga perlu menjaga keamanan atau perlindungan terhadap nasabah/konsumen.
“Kita juga telah membuat balance regulatory framework dengan 2 poin yang harus diperhatikan yakni mitigasi risiko dan inovasi,” ujar Nurhaida dalam diskusi yang digelar The Finance dengan tema 'How Can Digitalization Help Financial Sector Coping With Crisis & Covid-19 Impact' di Jakarta, Kamis (10/12/2020).
Menurutnya, sejalan dengan era digitalisasi, industri keuangan harus memitigasi maraknya cyber risk, kejahatan cyber serta keamanan data nasabah.
OJK sendiri, tambah Nurhaida sangat menjunjung tinggi upaya perlindungan konsumen dengan peraturan yang ada. Selain itu, industri keuangan juga harus terus mengembangkan inovasi agar tercipta sinergi dalam mendorong ekonomi. Kolaborasi dan sinergi merupakan kunci di tengah perkembangan teknologi.
Di diskusi yang sama, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengingatkan pentingnya digitalisasi serta virtualisasi dalam menggenjot bisnis perbankan terutama dalam penyaluran kredit di tengah pandemi Covid-19. Dirinya tak memungkiri bahwa pandemi Covid-19 telah membuat sektor penyaluran kredit lesu, namun dengan adanya digitalisasi penyaluran kredit bisa akan terdorong.
“Ke depan yang kita hadapi persiapan digitalisasi dimana virtualisaai platfrom harus kira kembangkan. Tanpa itu kita akan kehilangan real offline market karena transisi transisi dari pasar, mall, restoran relatif belum ramai meski kini sudah agak rame namun masih 50 persen hingga 60 persen dari normal,” kata Jahja
Di era new normal saat ini, lanjut Jahja, ada dua market yang harus dioptimalkan yakni generasi milenial dan senior milenial. Generasi milenial adalah mereka yang menyukai perkembangan transaksi digital dan senior milenial adalah mereka yang kurang senang dengan adanya perubahan. Maka dari itu, dirinya memandang, bahwa edukasi menjadi penting dilakukan kepada masyarakat di tengah upaya pengembangan digitalisasi sekarang ini.
Advertisement