Sukses

Tolak Diakuisisi MRT Jakarta, Serikat Pekerja Kereta Api: Nilai KCI Lebih dari Rp 100 T

Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) menolak rencana akuisisi PT MRT Jakarta terhadap PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).

Liputan6.com, Jakarta - Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) menolak rencana akuisisi PT MRT Jakarta terhadap PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). KCI bersedia untuk berkolaborasi dengan MRT untuk penyederhanaan pengelolaan manajemen transportasi di Jabodetabek, tapi tidak dengan akuisisi.

Ketua Umum Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA), Edi Suryanto, menegaskan penolakan tersebut dengan mengungkapkan nilai KCI dengan segala asetnya kemungkinan lebih dari Rp 100 triliun. Sementara sebelumnya, MRT Jakarta dilaporkan akan membeli 51 persen saham KCI senilai Rp 1,7 triliun.

Selain itu, katanya, area pelayanan KCI pun lebih luas dengan 408 kilometer (km), sedangkan MRT Jakarta hanya 16 km.

"Bayangkan 408 kilometer dan segala asetnya mau dihargai Rp 1,7 triliun. Nilai aset kami Rp 100 triliun atau mungkin lebih dengan layanan-layanan tambahannya untuk masyarakat," kata Edi.

Oleh sebab itu, ia melihat tidak ada relevansi untuk akuisisi, tapi hanya perlu dilakukan integrasi.

"Mari kita bangun sistem integrasi terbaik untuk melayani konsumen, dan membuka diri untuk peningkatan perbaikan sistem integrasi," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Rumitnya Akuisisi KCI oleh MRT Jakarta

Rencana akuisisi PT KCI yang dilakukan PT MRT Jakarta dinilai kurang tepat bila dilakukan dengan landasan hasil rapat terbatas yang digelar Presiden Joko Widodo pada 8 Januari 2019 lalu. Pasalnya, hasil rapat tersebut membahas cara mengatasi kemacetan di Jakarta.

Salah satu solusi yang dihasilkan dalam rapat tersebut dengan mengelola moda transportasi di ibukota dapat diserahkan kepada DKI Jakarta. Alasannya karena DKI Jakarta dinilai memiliki APBD yang besar dan bisa melakukan pengintegrasian moda transportasi.

"Arahan ratas 8 Januari itu pinnya pengelolaan moda transportasi ini dapat (diserahkan kepada DKI Jakarta), bukan harus Kementerian BUMN ini kasih saham mayoritas atau bikin joint venture," kata Direktur Keuangan PT KAI, Salusra Wijaya, dalam Webinar Serikat Pekerja Kereta Api bertajuk Integrasi Atau Akuisisi, Jakarta, Rabu, (20/1/2021).

Namun, hasil ratas tersebut direspon berbeda. Dalam melakukan pengintegrasian moda transportasi justru lahir rencana akuisisi PT KCI dari PT KAI yang dilakukan PT MRT Jakarta.

Dalam akuisisi PT KAI dan PT MRT Jakarta sepakat melahirkan perusahaan baru bernama PT MITJ yang ditunjuk sebagai pelaksana integrasi moda transportasi. Dalam perusahaan ini PT MRT Jakarta memiliki saham 51 persen dan PT KAI menyumbang saham 49 persen.

Akuisisi perusahaan BUMN oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini pun hanya berlandaskan rapat terbatas yang dilakukan Presiden pada 8 Januari 2019.

PT MITJ pun mengakui hasil ratas tersebut tidak bisa dijadikan landasan hukum proses akuisisi tersebut karena harus menunggu sampai ada Peraturan Presiden (Perpres) yang diterbitkan.

"Event dari lawyer MITJ ini menunjukkan, ratas ini tidak punya kekuatan hukum sampai ada Perpres. Tapi kalau ini dikeluarkan ini bakal menunggu BPTJ," kata dia.

3 dari 3 halaman

Perlu Undang-Undang

Sementara itu, pihak BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) menilai penunjukkan tersebut tidak cukup dengan penerbitan Perpres. Melainkan perlu dengan undang-undang yang disahkan DPR. Alasannya penunjukkan tersebut bukan dilakukan anak perusahaan BUMN atau BUMD.

"Kalau UU ini kan bukan masalah Perpres dari presiden tapi juga DPR, artinya PR-nya bakal panjang, dan di DPR juga bukan pekerjaan mudah," kata dia.

Padahal, lanjut Salusra keinginan presiden kala itu hanya mengatasi kemacetan di Jakarta. Agar ada pihak yang bertanggungjawab dalam prosesnya sehingga lebih mudah dikontrol, tidak tumpang tindih, tidak membuat pemborosan dan masalah utamanya teratasi.

"Ini kan yang penting tidak macet, tidak polusi dengan biaya semurah-murah mungkin buat publik," kata dia.

Sehingga Presiden menginginkan adanya integrasi moda transportasi. Integrasi tersebut bisa dilakukan secara fisik baik terkait pertiketan dan penyedia layanan ini harus terintegrasi.

Proses integrasi tersebut juga diharapkan secara proper dan kondusif. Bila porsenya bisa berjalan, Salusra pun mempertanyakan urgensi akuisisi perusahaan.

"Kenapa harus ada pengalihan saham? Harus mayoritas 51 persen? Ini jadi tantangan luar biasa," kata dia.

Anisyah Al Faqir

Merdeka.comÂ