Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) tercatat telah melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 473,42 triliun sepanjang 2020.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, hal ini dilakukan untuk pendanaan dan pembagian beban dalam APBN 2020 guna program pemulihan ekonomi nasional.
"Terdiri dari Rp 75,86 triliun dan Rp 397,56 triliun atas dasar Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia masing-masing tanggal 16 April 2020 dan 7 Juli 2020," ujar Perry dalam konferensi pers virtual BI, Kamis (21/1/2021).
Advertisement
Lanjut Perry, BI juga telah merealisasikan pembagian beban dengan pemerintah atas penerbitan SBN untuk pendanaan Non Public Goods-UMKM sebesar Rp 114,81 triliun dan Non Public Goods-Korporasi sebesar Rp 62,22 triliun sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020.
Pada 2021, BI melakukan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN tahun 2021 melalui mekanisme sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020 sebagaimana telah diperpanjang tanggal 11 Desember 2020 hingga 31 Desember 2021.
Secara keseluruhan, jumlah pembelian SBN dari pasar perdana hingga 19 Januari 2021 sebesar Rp 13,66 triliun. "Jumlah ini terdiri dari sebesar Rp 9,18 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp4,48 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option atau GSO," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Investor SBN Didominasi Perempuan, Sri Mulyani Ungkap Negara Utang ke Ibu-Ibu
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa peran perempuan dalam roda perekonomian Indonesia sangat berarti. Menurutnya, jumlah investor perempuan dalam Surat Berharga Negara (SBN) lebih dari 50 persen.
"Mereka itu investor paling besar dalam surat utang negara. Jadi kalau saya mengatakan APBN kita turun penerimaan, sementara belanja naik, saya utang. Utang ke siapa? ke para ibu-ibu," ujar Sri, Senin (4/1/2020).
Ia memaparkan investor perempuan yang membeli surat berharga di sektor ritel sebesar 56 persen. Sedangkan untuk obligasi ritel sebesar 58 persen. Kendati demikian, di sektor bursa, persentase investor perempuan memang masih minim.
Berdasarkan paparan tersebut, Sri Mulyani berkesimpulan bahwa perempuan memiliki pengetahuan tentang mengelola keuangan secara tepat.
"Jadi perempuan itu mampu, dan mereka mengerti bagaimana menempatkan uang di tempat instrumen investasi yang baik meskipun untuk di bidang bursa masih lebih rendah namun dari sisi membeli surat berharga negara, mereka lah kreditor saya," ujarnya.
Advertisement