Sukses

Jangan Kaget, Harga Bawang Putih Bakal Naik

Harga bawang putih diprediksi akan melonjak di awal 2021 dikarenakan izin impor yang tak kunjung terbit.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti komoditas bawang putih di awal tahun 2021 ini. Sebab, salah satu bumbu dapur favorit masyarakat Indonesia berpeluang besar untuk mengalami kenaikan harga pada awal tahun ini.

Wakil Ketua KPPU, Guntur Saragih mengatakan, potensi terjadinya kenaikan harga bawang putih tersebut tak lepas dari lambatnya proses penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) oleh Kementerian Perdagangan. Sehingga potensi terjadinya kelangkaan kian terbuka lebar.

"Bawang putih kembali menjadi sorotan KPPU di awal tahun 2021. Dan kami melihat risiko kenaikan harga itu ada di (awal) tahun 2021. Karena kita melihat adanya beberapa hal seperti persoalan izin impor yang masih sulit," tuturnya dalam webinar Pengawasan di Komoditas Bawang Putih, Jumat (22/1/2020).

Padahal, kata Guntur, penerbitan SPI seharusnya sudah bisa dilakukan untuk mendukung percepatan impor. Sehingga dapat menghindari terjadinya kelangkaan stok komoditas bawang putih di tanah air.

"Karena tentunya setelah izin impor terlambat dan belum terbit, akhirnya berisiko terhadap turunnya supply (bawang putih) di pasaran. Dan pada akhirnya juga akan berisiko naiknya harga yang harus ditanggung oleh konsumen," terangnya.

Maka dari itu, KPPU mendesak pemerintah melalui Kementerian Perdagangan untuk lebih peka terhadap potensi kenaikan harga ini. Di antaranya dengan mempercepat penerbitan SPI untuk komoditas bawang putih.

"Ini untuk bisa memperlancar proses penyediaan bawang putih. Supaya masyarakat tidak menanggung beban dengan harga yang mahal," tutupnya.

Sulaeman 

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Indonesia Kebanjiran Impor Bawang Putih dari China di Desember 2020

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada Desember 2020 mencapai USD14,44 miliar. Apabila bandingkan dengan November 2020 mengalami kenaikan sebesar 14 persen namun secara year on yearnilai impor turun tipis 0,47 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, berdasarkan penggunaan barang, peningkatan impor terjadi baik untuk impor barang konsumsi, bahan baku dan barang modal. Impor barang konsumsi mengalami peningkatan sebesar 31,89 persen.

"Beberapa komoditas yang mengalami peningkatan impor terbesar adalah garlic (bawang putih) impor dari Tiongkok (China), mesin AC untuk cooling capacity yang juga diimpor dari Tiongkok dan buah-buahan yakni jeruk mandarin dan juga buah apel segar," ujarnya, Jakarta, Jumat (15/1/2021).

Selanjutnya, impor bahan baku pada Desember lalu secara month to month juga tumbuh menggembirakan mulai bergerak sebesar 14,15 persen. Barang modal juga naik sebesar 3,89 persen.

"Disana ada berbagai perlengkapan mesin yang kita impor dari beberapa negara seperti Italia dan Korsel. Impor barang modal juga naik 3,17 persen kalau bandingkan dengan posisi Desember 2019," jelas Suhariyanto.

Berdasarkan HS dua digit, terjadi peningkatan impor mesin dan peralatan mekanis yang masuk barang modal. Kemudian mesin dan perlengkapan elektrik, masuk barang modal sehingga dengan harapan kenaikan ini tentu berpengaruh pada komponen PMTB di PDB dari sisi pengeluaran.

Kemudian ada beberapa golongan barang HS 2 digit yang diimpor mengalami penurunan, terutama logam mulia, perhiasan dan permata. Lalu juga perangkat optik fotografi, sinematografi medis, serealia, gandum terutama aluminium dan barang dari aluminium.

Berdasarkan negara, impor dari Tiongkok pada des 2020 ini mengalami peningkatan USD 550 juta. Impor dari Brasil juga naik USD 135,1 juta. Korea Selatan, Perancis, Malaysia juga meningkat. "Tapi, peningkatan impor paling utama adalah berasal dari Tiongkok," tandasnya.