Sukses

BKPM Catat Realisasi Investasi Kuartal IV-2020 Naik, Capai Rp 214,7 Triliun

BKPM menyampaikan realisasi investasi pada kuartal IV (Q4) 2020 naik 2,7 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan realisasi investasi pada kuartal IV (Q4) 2020, yang mengalami kenaikan baik secara kuartalan (Quartal to Quartal/QtQ) maupun secara tahunan (Year on Year/YoY).

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, realisasi investasi pada Q4 2020 sebesar Rp 214,7 triliun. Jumlah tersebut naik 2,7 persen secara QtQ dan 3,1 persen secara YoY.

Menurut dia, program vaksinasi Covid-19 yang dicanangkan Pemerintah RI sejak akhir triwulan tahun lalu jadi kunci utama angka investasi melonjak naik, khususnya Penanaman Modal Asing (PMA).

"Kita tahu bahwa di kuartal keempat dimana kasus pandemi Covid-19 sudah ada vaksinasinya. Itu sudah meningkatkan rasa kepercayaan diri dari teman-teman investor asing yang ada di Indonesia," jelas Bahlil dalam sesi teleconference, Senin (25/1/2021).

Selain vaksinasi, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah diundangkan ke dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 juga turut memberikan rasa percaya diri bagi investor asing.

"Yang kedua adalah, pengesahan terhadap UU Cipta Kerja itu cukup memberikan pengaruh yang positif pada keberlangsungan investor asing yang ada di Indonesia," sambung Bahlil.

Bahlil pun menyoroti realisasi investasi yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) yang secara angka lebih besar ketimbang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Adapun jumlah PMA pada Q4 2020 sebesar Rp 111,1 triliun (51,7 persen), naik 4,6 persen secara QtQ dan 5,5 persen (YoY). Sementara PMDN sebesar Rp 103,6 triliun (48,3 persen), naik 0,8 persen (QtQ) am 0,7 persen (YoY).

"Yang menarik adalah, antara PMA dan PMDN kita lihat di kuartal keempat, PMA-nya lebih tinggi daripada PMDN-nya. Ini sudah barang tentu naik, baik dari kuartal ketiga maupun di kuartal sama pada tahun lalu," ungkap Bahlil.

Lebih lanjut, Bahlil juga menginformasikan terkait penyerapan jumlah tenaga kerja pada kuartal IV 2020, yang mencapai 294.780 orang.

"Ini kalau kita membandingkan dengan tahun yang lalu, kenaikannya tidak lebih dari 3 persen. Kemudian pada kuartal yang kemarin kenaikannya juga tidak lebih dari 3 persen," tutur Kepala BKPM.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

SWF Berpotensi Genjot Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pandemi COVID-19 membuat seluruh negara di dunia mencari cara agar lolos dari krisis yang mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menyebut, sejumlah stimulus yang dilakukan beberapa negara di dunia.

"Negara di dunia menggelontorkan stimulus yang luar biasa, ada yang menggunakan penurunan suku bunga acuan hingga berhutang. Hasilnya, dunia pasca-COVID-19 akan kelebihan likuiditas dan kelebihan hutang. Hal ini menyebabkan suku bunga di beberapa negara menjadi sangat rendah, sehingga investasi bisa saja menuju Indonesia," ujar dia di acara 7th Indonesia Islamic Economic Forum, Jumat (22/1/2021).

Untuk Indonesia, Budi menyebut, Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Investment Authority (INA) memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, terlebih dengan terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat.

"SWF yang dibentuk di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi. Apalagi ada faktor terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat akan melakukan normalisasi kebijakan domestik, dan hubugan internasional,” ujar Budi.

Selain itu, Budi memberikan contoh pada awal masa kepemimpinan Joko Widodo, pembangunan infrastruktur dipacu dengan kencang dengan menggandeng sejumlah perusahaan BUMN.

Oleh karena itu, BUMN dituntut untuk bisa melakukan recycle modal dengan cepat. Hadirnya, pandemi COVID-19 akhirnya membuat sejumlah utang yang dilakukan  peeusahaan BUMN menumpuk dan berpotensi menyebabkan proyek infrastruktur akhirnya mangkrak.

"Saat ini terjadi kelebihan likuiditas di dunia, itu sebabnya inisiatif SWF sangat penting untuk mencegah tuir sebelum tajir, meningkatkan produktivitas, serta menyehatkan keuangan BUMN dan memperkuat ruang fiskal,” ujar dia.

Sebelum pandemi COVID-19, Budi mengatakan, 11 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disisihkan untuk membayar bunga pinjaman, dan akhirnya  melonjak menjadi sekitar 21 persen saat ini.