Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pendorong pelemahan harga minyak ini adalah terus meningkatnya kasus positif Corona Covid-19 secara global, termasuk Indonesia.
Namun pelemahan harga minyak ini sedikit tertahan karena adanya berita mengenai ledakan di Arab Saudi dan ketegangan geopolitik antara Iran, China dan Indonesia.
Mengutip CNBC, Rabu (27/1/2021), harga minyak mentah Brent turun 11 sen atau 0,2 persen ke level USD 55,77 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS turun 30 sen atau 0,6 persen menjadi USD 52,47 per barel.
Advertisement
Indonesia, negara terpadat keempat di dunia, melampaui satu juta kasus positif Covid-19 pada Selasa. Sementara jumlah kasus positif di Amerika Serikat melampaui 25 juta pada hari Minggu.
Harga minyak sebenarnya naik tipis setelah laporan ledakan di ibu kota Arab Saudi, Riyadh, meskipun penyebabnya masih belum jelas.
Harga minyak juga didukung adanya ketegangan geopolitik berkobar setelah dua supertanker, dengan anggota awak dari Iran dan China, ditangkap pada Minggu di perairan Indonesia dekat pulau Kalimantan karena dugaan transfer minyak ilegal.
“Harga minyak kemungkinan akan tertahan jika penyitaan kapal Indonesia diselesaikan dengan cepat dan jika ledakan di Arab Saudi terbukti merupakan insiden terisolasi yang tidak meningkatkan ketegangan regional, akibatnya tidak mempengaruhi produksi minyak,” kata kepala analis Rystad Energy, Bjornar Tonhaugen.
"Sedangkan permintaan minyak pasti di bawah tekanan saat ini dan akan sementara sampai penguncian dicabut dan kecepatan infeksi covid-19 melambat," tambah dia.
Di sisi pasokan, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya atau OPEC+ mematuhi pembatasan produksi minyak yang dijanjikan rata-rata 85 persen pada Januari.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Minyak Naik Ditopang Optimisme Stimulus AS
Sebelumnya, harga minyak naik tipis pada perdagangan Senin (Selasa waktu Jakarta) karena optimisme seputar rencana stimulus AS dan beberapa kekhawatiran terkait pasokan minyak ke depan. Tetapi kekhawatiran permintaan yang didorong oleh penguncian (lockdown) akibat pandemi Covid-19 membatasi kenaikan.
Dikutip dari CNBC, Selasa (26/1/2021), harga minyak mentah berjangka Brent naik 31 sen menjadi USD 55,72 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate AS ditutup 50 sen atau 0,96 persen lebih tinggi pada level USD 52,77 per barel.
Pejabat pemerintahan Presiden AS Joe Biden pada pertemuan dengan anggota parlemen dari Partai Republik dan Demokrat mencoba untuk meredam kekhawatiran Partai Republik bahwa proposal bantuan pandemi senilai USD 1,9 triliun terlalu mahal.
“Di AS, Presiden Biden yang baru dilantik tampaknya mendorong persetujuan cepat dari paket bantuan pandemi senilai USD 1,9 triliun yang diusulkannya, suatu perkembangan yang ditafsirkan oleh pasar sebagai indikasi yang jelas bahwa pemerintahan AS yang baru bertujuan untuk memulai pemulihan ekonomi, yang secara alami akan menguntungkan konsumsi bahan bakar, ”kata Bjornar Tonhaugen, Kepala Pasar Minyak Rystad Energy.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya mematuhi pembatasan produksi minyak yang dijanjikan rata-rata 85 persen sejauh ini pada Januari, menunjukkan kelompok itu telah meningkatkan kepatuhannya pada pembatasan pasokan yang dijanjikan.
Masalah pasokan lainnya telah menawarkan beberapa dukungan. Indonesia mengatakan penjaga pantainya menyita sebuah kapal tanker berbendera Iran atas dugaan transfer bahan bakar ilegal, meningkatkan prospek ketegangan lebih di Teluk pengekspor minyak.
Output dari ladang raksasa Kazakhstan, Tengiz, terganggu oleh pemadaman listrik pada 17 Januari.
Sementara itu, negara-negara Eropa telah memberlakukan pembatasan yang ketat untuk menghentikan penyebaran covid-19. Sementara China melaporkan peningkatan kasus COVID-19 baru, menimbulkan kemerosotan prospek permintaan di konsumen energi terbesar di dunia.
Barclays menaikkan perkiraan harga minyak pada 2021, tetapi mengatakan kenaikan kasus di China dapat berkontribusi pada kemunduran ekonomi jangka pendek.
Advertisement