Sukses

Laporan BI: Stimulus Fiskal dan Pelonggaran PSBB Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Semester II 2020

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester II 2020 membaik jika dibandingkan dengan semester sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester II 2020 membaik jika dibandingkan dengan semester sebelumnya. Hal ini seiring dengan pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Realisasi stimulus fiskal juga ikut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"Penanganan kesehatan dan implementasi protokol kesehatan memungkinkan relaksasi PSBB sehingga mobilitas mulai merangkak naik," tulis Bank Indonesia dalam Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2020 yang diluncurkan pada Rabu, (27/1/2021).

Realisasi stimulus Pemerintah yang meningkat, dalam beberapa bentuk membuat kinerja konsumsi mulai tumbuh pada paruh kedua 2020. Dorongan stimulus fiskal tersebut menopang konsumsi, terutama kelas bawah dan memperbaiki penanganan Covid-19 menjadi lebih cepat dan efektif sehingga mobilitas masyarakat juga makin membaik.

Selain itu, secara spasial, perbaikan permintaan eksternal dan domestik juga memengaruhi pemulihan ekonomi beberapa wilayah di Indonesia. Sulawesi Tengah dan Maluku Utara, tercatat tumbuh positif masing-masing 2,82 persen (yoy) dan 6,66 persen (yoy) pada triwulan III-2020.

Pertumbuhan ini ditopang kinerja positif industri berorientasi ekspor dan pembangunan kawasan industri yang terintegrasi.

Sementara itu, permintaan domestik juga mulai membaik seiring adanya pelonggaran PSBB terutama di Pulau Jawa, seperti DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Kebijakan percepatan TKDD oleh Pemerintah melalui kemudahan persyaratan transfer mendukung realisasi belanja daerah dan turut menopang perbaikan ekonomi daerah, terutama di Jawa.

Pemulihan ekonomi di Pulau Jawa selanjutnya memberikan dampak positif terhadap pemulihan ekonomi di provinsi lain di Indonesia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Pandemi Covid-19 Bikin Asumsi Makro 2020 Meleset Semua

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyadari bahwa pandemi Covid-19 memberikan tantangan yang sangat besar dalam pelaksanaan APBN 2020. Penyebaran virus yang memporakporandakan semua sektor ini mematahkan hampir seluruh asumsi makro ekonomi yang dibuat oleh pemerintah.

"Tahun 2020 dari pelaksanaan APBN telah terlihat pada sisi asumsi dasar deviasi yang terjadi akibat terjadinya syok yang sangat besar di dalam perekonomian," kata dia dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (27/1/2021).

Dia menyebut, pertumbuhan ekonomi yang awalnya diasumsikan sebesar 5,3 persen pada APBN 2020 harus rela terkoreksi ke bawah. Pemerintah perkirakan realisasi pertumbuhan ekonomi domestik minus 1,7 persen sampai dengan minus 2,2 persen.

"Sementara di basis Perpres 72/2020 kita menggunakan pertumbuhan ekonomi pada 0,5 persen," imbuh dia.

Sementara untuk inflasi, yang awalnya di dalam APBN 2020 sebesar 3,1 persen juga harus ikut terkoreksi. Pemerintah memperkirakan realisasi inflasi di bawah 2 persen atau bahkan hanya di 1,68 persen selama 2020.

Sedangkan suku bunga 3 bulan yang awalnya di dalam APBN 5,4 persen, dalam Perpres 72/2020 turun menjadi 4,5 persen. Sementara realisasinya sendiri mencapai 3,19 persen.

"Ini Bank Indonesia banyak melakukan intervensi untuk menurunkan suku bunga melalui baik likuiditas maupun penurunan suku bunganya," jelas dia.

3 dari 3 halaman

Asumsi Lain

Bendahara Negara itu menambahkan, untuk asumsi nilai tukar Rupiah meskipun sempat mengalami gejolak di Rp16.000 per USD pada saat pengumuman pandemi, secara year-to-date mencapai di 14.577 per dolar AS. "Ini lebih kuat daripada asumsi Perpres 15.300 per dolar AS dan di APBN awal 14.400 per dolar AS, kata dia.

"Press 72 dibuat pada saat gejolak sektor keuangan yang tadi kami jelaskan maka terlihat di sini nilai tukarnya di asumsikan pada level di atas 15.000 per dolar AS," sambung dia.

Untuk harga minyak mentah dari yang di asumsikan pada APBN awal USD 63 per barel, kini realisasi sementara adalah USD 40 per barel. "ini terlihat terutama pada kuartal terakhir di mana harga minyak mulai merangkak di atas angka 40," jelas dia.

Selanjutnya untuk lifting minyak realisasinya berada di 705 ribu barel per hari atau sama dengan Perpres 72/2020. Dan lifting gas berada di posisi 983 ribu per barel atau di bawah asumsi Perpres 72/2020 992 dan juga di bawah APBN awal sebesar 1,91 juta ribu barel per hari.