Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Peternak Layer Nasional, Ki Musbar Mesdi buka suara terkait penyebab anjloknya harga telur ayam. Salah satu penyebab turunnya harga telur ayam tersebut adalah kebijakan pembatasan kegiatan di masyarakat. sehingga serapan di wilayah Jabodetabek dan Bandung turun.
"Yang harus diluruskan terkait anjloknya harga telur ayam ialah akibatnya turunnya serapan di daerah Jabodetabek dan Bandung. Itu pemicunya," tegasnya saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (28/1).
Selama ini Jabodetabek dan Bandung memang daerah penyumbang penjualan telur tertinggi di Indonesia. Porsinya mencapai 60 persen dari produksi telur nasional.
Advertisement
"Kenapa bisa sampai 60 persen. Karena di kedua wilayah itu banyak aktivitas sosial dan ekonomi otomatis konsumsi akan telur akan lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya," jelasnya.
Adapun faktor penyebab turunnya serapan telur di pasar Jabodetabek dan Bandung tak lepas dari berbagai pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial yang dilakukan secara estafet selama pandemi Covid-19 berlangsung. Sehingga membuat pergerakan konsumen menjadi terbatas dan kemampuan daya beli masyarakat tak kunjung pulih.
"Seperti sekarang nih, ada PPKM di perpanjang mulai 26 Januari hingga 8 Februari, setelah sebelumnya PSBB. Ini otomatis ibu-ibu jadi terbatas ke pasar dan membuat daya beli juga terus tertekan," terangnya.
Â
Turun hingga Rp 16 Ribu per Kg
Dia mencatat saat ini harga telur ayam di tingkat peternak secara nasional turun drastis menjadi Rp 16.000-Rp 17.000 per kilogram.
Harga tersebut jauh di bawah harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan sebesar Rp 19.000- Rp 21.000 per kilogram dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.
"Artinya saat ini kita rugi Rp 3.000per kilogram. Dengan harga antara Rp 16 ribu sampai Rp 17 ribu ini jauh di bawah HET," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement