Sukses

Prospek Perdagangan Indonesia-AS Jauh Membaik di Bawah Kepemimpinan Joe Biden

Pelantikan Joe Biden menjadi Presiden AS terpilih pada 20 Januari 2021 merupakan peristiwa strategis bagi hubungan Indonesia dan AS.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi akan terus menjalin hubungan bilateral dengan Amerika Serikat (AS) dan China untuk meningkatkan pasokan ekspor ke kedua negara, termasuk di tengah pandemi Covid-19.

"Indonesia tetap menjalin hubungan baik dengan AS dan Tiongkok serta menjadi mitra yang solid di masa pandemi ini, meskipun terjadi perang dagang di antara kedua negara tersebut. AS dan Tiongkok berperan besar terhadap kinerja perdagangan Indonesia, dan sebaliknya Indonesia merupakan negara yang penting di bidang perdagangan bagi keduanya," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/1/2021).

Dia menjelaskan, Indonesia telah mendapatkan skema khusus melalui Generalized System of Preference (GSP) dari AS yang pemanfaatannya terus meningkat hingga mencapai 15,2 persen pada periode Januari—November 2020.

Selain itu, pelantikan Joe Biden menjadi Presiden AS terpilih pada 20 Januari 2021 merupakan peristiwa strategis bagi hubungan Indonesia dan AS. Prospek ekonomi dan perdagangan Indonesia-AS diperkirakan akan jauh membaik pada kepemimpinan Joe Biden, terlebih lagi kebijakannya mendukung pada hubungan perdagangan yang lebih kondusif serta meningkatkan keterbukaan perdagangan dan investasi.

Pada Januari—November 2020, ekspor Indonesia ke AS naik 3,57 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Ekspor masih didominasi pakaian jadi sebesar 19,4 persen, elektronik sebesar 9,84 persen, dan produk karet sebesar 7,95 persen.

Sedangkan impor Indonesia dari AS pada periode Januari—November 2020 turun sebesar 8,91 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Impor masih didominasi oleh bahan galian 12,74 persen, disusul mesin 12,23 persen, dan benih minyak 10,95 persen.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

ACFTA

Sementara itu, Mendag Lutfi melanjutkan, hubungan kerja sama perdagangan dan investasi dengan China terjalin melalui skema ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Pada periode Januari—November 2020, ekspor Indonesia ke China naik sebesar 10,96 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor masih didominasi besi dan baja sebesar 23,7 persen, mineral sebesar 21,48 persen, dan minyak kelapa sawit 10,63 persen.

Impor Indonesia dari China pada periode Januari—November 2020 turun sebesar 13,81 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Impor masih didominasi elektronik sebesar 23,51 persen dan disusul mesin sebesar 22,85 persen, dan produk plastik sebesar 4,01 persen.

"Total perdagangan AS dan Tiongkok mencakup lebih dari 30 persen total perdagangan Indonesia di tahun 2020," ujar Lutfi.

Lutfi menegaskan, saat ini Indonesia tengah bertransformasi menjadi negara pengekspor barang industri dan industri berteknologi tinggi, dari sebelumnya sebagai negara pengekspor barang mentah dan barang setengah jadi. Transformasi ini terjadi pada produk besi baja dan kendaraan bermotor.

Kedua komoditas itu disebutnya merupakan fenomena baru dalam ekspor Indonesia di masa yang akan datang. Nilai yang disumbangkan kedua produk ini sangat tinggi dan menjanjikan.

"Sebelumnya, tidak pernah terbayangkan dalam waktu dekat ini Indonesia akan menjadi pengekspor komoditas-komoditas tersebut. Untuk besi dan baja, kini Indonesia adalah negara penghasil terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Indonesia mengekspor lebih dari 70 persen besi baja ke Tiongkok. Pada 2020, komoditas besi baja menempati urutan ke-3 pada ekspor non-migas Indonesia dengan kontribusi sebesar 7 persen atau senilai USD 10,85 miliar," terang Mendag Lutfi.