Sukses

Kalahkan Malaysia, Industri Sawit Indonesia Rajai Dunia Sejak 2006

Indonesia saat ini telah menjadi negara dengan industri sawit nomor satu di dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak menilai Malaysia masih menjadi tolak ukur dunia untuk stok global produk minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya.

Penilaian itu diberikan lantaran Negeri Jiran dianggap piawai menyajikan data terkait perkembangan produksi sawit, harga maupun stok yang lebih update.

Namun, mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih berpendapat, Indonesia saat ini telah menjadi negara dengan industri sawit nomor satu di dunia. Status ini disebutnya telah didapat Indonesia sejak 2006.

"Bisa dilihat dalam industri sawit kita yang bisa jadi raja dunia. Enggak sadar kita, banyak olok-olok dan kritik, padahal sudah jadi raja sawit dunia. Status terbesar di dunia telah kita peroleh sejak 2006. Sekarang semakin mantap," kata Bungaran dalam forum Jakarta Consulting Group (JCG) CALM, Selasa (2/2/2021).

Guru Besar IPB ini juga mengutarakan, produksi sawit telah menjadi industri strategis nasional. Menurutnya, perekonomian Indonesia akan terguncang bila industri sawit Nusantara terjadi permasalahan.

"Strategis dalam pengertian bila terjadi guncangan di industri sawit, akan punya dampak yang besar pada ekonomi nasional. Bagi sumber devisa, lapangan kerja, dan lain-lain. Tak pernah ada industri kita dalam negeri yang pernah dapat status ini," tuturnya.

Bungaran mengatakan, keberhasilan industri sawit ini terjadi berkat adanya diplomasi ekonomi yang memakai perspektif makro dan jangka panjang.

Menurut pendapat saya, ini bisa jadi contoh untuk model pengembangan industri lain di pertanian seperti karet, gula, dan lain-lain. Bahkan mungkin diplomasi sawit kita bisa berguna untuk model bisnis di luar pertanian dan perkebunan," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Pemerintah Siapkan Rp 5,5 Triliun untuk Peremajaan Sawit Rakyat di 2021

Rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada 22 Januari 2021, telah menyetujui usulan alokasi anggaran BPDPKS tahun 2021. Alokasi dana yang disiapkan sebesar Rp 5,5 Triliun.

“Dukungan yang utama adalah pemenuhan target peremajaan sawit rakyat pada tahun 2021 seluas 180.000 hektare dengan alokasi dana sebesar Rp5,567 triliun,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, seperti dikutip dari keterangan tertulis pada Sabtu (22/1/2022).

Untuk mencapai target tersebut, BPDPKS bersama seluruh pemangku kepentingan industri sawit akan menyusun mekanisme peremajaan sawit rakyat yang lebih efektif dan efisien.

Selain itu, lemerintah juga tetap berkomitmen untuk mendukung program biodiesel (B30) pada 2021 dengan target alokasi penyaluran sebesar 9,2 juta KL.

Komitmen pemerintah ini bertujuan untuk menjaga stabilisasi harga CPO dan menjaga surplus neraca perdagangan non migas yang sekitar 12 persen berasal dari ekspor produk sawit dan turunannya.

Hal ini diharapkan membuat target 23 persen bauran energi berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2025, seperti yang ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) dapat tercapai.

Rapat Komite Pengarah ini dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Pengarah BPDPKS, serta dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Perdagangan, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang.

Selain itu juga turut hadir Menteri Keuangan yang diwakili Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Menteri Perindustrian yang diwakili Direktur Jenderal Industri Agro, Menteri PPN/Kepala Bappenas yang diwakili Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, dan Menteri Pertanian yang diwakili Direktur Jenderal Perkebunan.

Hadir juga Ketua Dewan Pengawas BPDPKS Evita Legowo, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman, Narasumber Utama Komite Pengarah Rino Afrino, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis selaku Ketua Sekretariat Komite Pengarah BPDPKS Musdhalifah Machmud, dan Tim Asistensi Menko Perekonomian Tirta Hidayat.

3 dari 3 halaman

Wamendag Sebut Ada LSM Kampanyekan Anti Kelapa Sawit Indonesia di Swiss

Wamendag Jerry Sambuaga mengajak semua pihak mewaspadai kampanye anti masuknya kelapa sawit di Swiss. Pasalnya, hal tersebut bisa menjadi preseden bagi kampanye serupa di negara lain, khususnya di Uni Eropa.

Pernyataan ini diberikan oleh Wamendag menanggapi gerakan Uniterre, sebuah LSM di Swiss yang mulai melakukan kampanye resmi untuk referendum anti kelapa sawit.

Seperti diketahui, Swiss menganut demokrasi langsung dimana pengambilan keputusan di level negara sering dilakukan melalui referendum. Isu kelapa sawit diangkat oleh LSM di Swiss dan berhasil dimasukkan sebagai agenda dalam referendum mendatang.

Isu anti kelapa sawit mulai mengemuka beberapa tahun ini di Uni Eropa, dipelopori oleh gerakan berbagai lembaga swadaya masyarakat. Mereka mengangkat isu-isu lingkungan, sosial dan kesehatan untuk meyakinkan pengambil kebijakan agar melarang kelapa sawit asal Indonesia.

Akibatnya, terjadi diskriminasi kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa. Salah satunya menyangkut produk turunannya yaitu biodiesel. Pemerintah Indonesia sedang menggugat diskriminasi tersebut di World Trade Organization. Saat ini gugatan sudah masuk dalam tahap pembentukan panel.

Wamendag Jerry Sambuaga yang menjadi pimpinan delegasi dalam sidang gugatan diskriminasi kelapa sawit di WTO menilai bahwa berbagai kampanye dan pelarangan yang terjadi merupakan refleksi persaingan dagang dan tidak berpijak pada fakta yang sebenarnya.

“Ini refleksi ketakutan mereka terhadap tingginya daya saing kelapa sawit Indonesia. Jika bersaing secara sehat, kelapa sawit Indonesia jauh lebih murah dan lebih kompetitif daripada minyak nabati mereka yang berbahan rapeseed dan sejenisnya,” kata Wamendag Jerry dalam rilis persnya, Selasa (19/1/2021).

Mengenai berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada kelapa sawit Indonesia, Jerry juga menilai tidak beralasan dan tidak berdasar pada fakta yang sebenarnya.

“Kita sudah membuktikannya di sidang WTO. Mereka kesulitan bahkan tidak bisa menjawab ketika kita tanyakan aspek-aspek yang menjadi alasan mereka melarang produk kelapa sawit Indonesia. Ini membuktikan bahwa alasan sebenarnya dari hal ini adalah karena ketakutan untuk bersaing secara terbuka dengan sawit,” tambah Wamendag.