Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah optimis dengan disusunnya Rancangan Undang-undang mengenai Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), bisa menggerakkan pertumbuhan sektor keuangan dan sektor asuransi di Indonesia yang saat ini masih rendah.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal (JKPM) Arif Baharudin, mengatakan RUU P2SK akan merevisi sejumlah peraturan dalam undang-undang di sektor keuangan yang perlu diperbaharui dan disesuaikan dengan perkembangan industri saat ini.
Baca Juga
Sekaligus membuat pengaturan baru, baik terkait instrument, Lembaga, maupun transaksi di sektor keuangan yang saat ini masih belum ada dasar hukum pengaturannya di level Undang-undang. RUU P2SK ini menggunakan pendekatan Omnibus Law dan ditargetkan selesai tahun 2021.
Advertisement
“Kami percaya bahwa keberadaan undang-undang tersebut akan menjadi motor penggerak pertumbuhan sektor jasa keuangan termasuk dari industri asuransi,” kata Arif dalam Konferensi Pers Peluang Menjawab Tantangan Gap Asuransi lewat Teknologi, Kamis (4/2/2021).
Lanjut Arif menyebutkan bahwa masyarakat kelas menengah di Indonesia diperkirakan akan meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 55 juta tahun 2013 menjadi 135 juta di akhir 2030. Selain itu, juga diperkirakan jumlah usia kerja di Indonesia mencapai 200 juta tahun 2035.
Disisi lain rendahnya tingkat penetrasi asuransi, mengindikasi masih luasnya potensi pangsa pasar asuransi di Indonesia. Pandemi covid-19 yang berdampak pada berbagai pembatasan aktivitas sosial masyarakat harus dipandang sebagai momentum bagi perusahaan asuransi untuk mendorong inovasi dengan memanfaatkan informasi, kata Arif.
“Kehadiran teknologi informasi di bidang finansial, diharapkan dapat meningkatkan literasi dan juga tentunya inklusi keuangan dan juga asuransi. Pasar asuransi yang memanfaatkan teknologi informasi sangat terbuka lebar,” katanya.
Mengingat Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan pengguna tertinggi di dunia. Pengguna internet aktif di Indonesia mencapai 150 juta atau 56 persen dari total populasi. Sementara pengguna media sosial yang menggunakan mobile phone 103 juta orang.
“Kehadiran penyedia jasa yang menghasilkan produk asuransi dengan pemanfaatan insurtech, diharapkan meningkatkan ketersediaan produk asuransi yang sesuai namun dengan harga yang terjangkau dan tentunya kompetitif,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penetrasi Asuransi Rendah, Masyarakat Indonesia Rentan Terhadap Berbagai Risiko
Berdasarkan data World Bank 2017 penetrasi asuransi di Indonesia masih terendah dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Filipina. Selain itu angka intensitas asuransi di Indonesia juga masih rendah.
“Ini mengindikasikan masih banyak aset dan kegiatan ekonomi, dan masyarakat Indonesia yang belum terlindungi dengan baik dari berbagai risiko,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal (JKPM) Arif Baharudin, dalam Konferensi Pers Peluang Menjawab Tantangan Gap Asuransi lewat Teknologi, Kamis (4/2/2021).
Maka dengan rendahnya penetrasi dan intensitas asuransi di Indonesia tersebut menyiratkan pangsa pasar asuransi masih sangat luas, dan terbuka untuk pendalaman dan pengembangan, sehingga pertumbuhannya masih bisa didorong.
“Rendahnya tingkat pertumbuhan asuransi mengindikasikan adanya permasalahan yang memerlukan solusi yang komprehensif dan penanganan secara bersama-sama sesegera mungkin,” katanya.
Staf ahli Menkeu ini menjelaskan ada beberapa hal yang diindikasikan sebagai permasalahan yang dipandang menghambat perkembangan sektor keuangan di Indonesia termasuk sektor asuransi.
Pertama, masih rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan. Sehingga peran digitalisasi akan penting untuk lebih meningkatkan akses masyarakat terhadap dua sektor tersebut.
Kedua, tingginya biaya transaksi; ketiga, terpangkasnya instrument dan rendahnya perlindungan dan kepercayaan konsumen.
“Oleh karena itu menurut hemat kami, upaya pengembangan sektor keuangan termasuk industri asuransi, ditekankan pada hal-hal meningkatkan akses masyarakat ke jasa keuangan, dan memperluas sumber-sumber pembiayaan jangka Panjang,” ujarnya.
Hal lain yang perlu ditekankan yakni mengembangkan instrumen keuangan dan memperkuat mitigasi risiko, serta meningkatkan perlindungan investor dan konsumen.
Lebih jauh industri asuransi juga dihadapkan pada sejumlah masalah, antara lain kepercayaan masyarakat dan perlindungan konsumen yang harus ditingkatkan, rendahnya literasi dan inklusi keuangan, kualitas tata Kelola, kurangnya SDM yang berkompeten di Industri serta belum optimalnya fungsi pengawasan.
“Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan terus berupaya untuk mengatasi isu dan masalah yang menghambat pertumbuhan sektor keuangan termasuk sektor asuransi. Baik melalui penyusunan regulasi-regulasi maupun kebijakan-kebijakan,” pungkasnya.
Advertisement