Sukses

Antisipasi Banjir Lahar Gunung Merapi, 95 Sabo Dam Baru Siap Dibangun

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melanjutkan pembangunan dan rehabilitasi Sabo Dam di Jawa Tengah

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melanjutkan pembangunan dan rehabilitasi Sabo Dam di Jawa Tengah, untuk mengantisipasi banjir lahar dari Gunung Merapi.

Berdasarkan hasil kajian Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak Ditjen SDA Kementerian PUPR melalui Konsultan Yachiyo Engineering Consultant, masih diperlukan penambahan Sabo Dam baru sebanyak 95 unit dengan daya tampung 12,79 juta m³.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam kunjungan kerjanya ke Yogyakarta, saat meninjau Sabo Dam Kali Gendol mengatakan, Sabo Dam dibangun untuk menahan dan mengurangi kecepatan aliran lahar yang membawa material vulkanik, sehingga dapat meminimalisir risiko bencana banjir lahar di hilir sungai serta menjaga kelestarian lingkungan sekitar Gunung Merapi.

"Kalau bendungan menahan air, sedangkan Sabo Dam menahan pasir dan batu sementara airnya tetap bisa lewat," kata Menteri Basuki dalam keterangan tertulis, Jumat (5/2/2021).

Sampai saat ini telah dibangun sebanyak 272 unit sabo dam di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan daya tampung sebesar 13,93 jt m³. Dimana selama periode waktu 2018-2020 telah dibangun tujuh Sabo Dam baru yang tersebar di Kabupaten Magelang dan Sleman.

Letusan dahsyat Gunung Merapi pada 2010 mengakibatkan banjir lahar dingin di 15 sungai yang berhulu di Gunung Merapi, sehingga menyebabkan tertutupnya jalan Nasional Yogyakarta Magelang dan menyebabkan kerusakan di beberapa Sabo Dam termasuk di Kali Putih.

Untuk itu Kementerian PUPR melaksanakan pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi Sabo Dam sejak 2015. Di Kali Putih, dilakukan pembangunan saluran pengelak (Diversion Channel) dengan anggaran tahun jamak 2015-2017 sebesar Rp 311 miliar.

Kementerian PUPR juga telah menyelesaikan rehabilitasi dan rekonstruksi Sabo Dam di Kali Putih, Kali Gendol, Kali Pabelan, dan Kali Lamat pada tahun 2018-2020. Lingkup pekerjaannya mencakup pembangunan 1 sabo baru di Kali Putih, rehabilitasi 3 sabo di Kali Gendol, rehabilitasi 2 sabo dan pembangunan 2 sabo baru di Kali Pabelan, serta pembangunan 1 sabo baru dan rehabilitasi 1 sabo di Kali Lamat.

Biaya pembangunan dan rehabilitasi tersebut sebesar Rp 101 miliar melalui program Loan JICA (multiyears contract/MYC) dengan kontraktor PT Brantas Abipraya (Persero).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Rehabilitasi

Selain program tersebut, Kepala BBWS Serayu Opak Dwi Purwantoro menyatakan, melalui pendanaan APBN 2020 juga telah dilaksanaan rehabilitasi dan pembangunan sabo dam baru di Kali Bebeng, Kali Pabelan, serta Kali Lamat dan Senowo.

Pada pengerjaan di Kali Bebeng, Magelang dibangun 1 sabo dam baru dengan anggaran Rp 13,46 miliar oleh kontraktor PT Mandiri Agung Abadi. Selanjutnya untuk penanganan di Kali Lamat dibangun 1 sabo dam baru dan rehabilitasi 1 sabo dam di Kali Senowo dengan total anggaran Rp 13,99 miliar oleh kontraktor PT Bumi Selatan Perkasa.

Terakhir di Kali Pabelan, Magelang juga dibangun kembali 1 sabo dam baru dengan anggaran Loan JICA (Single year contract/SYC) Rp 18,54 miliar oleh kontraktor PT Arena Reka Buana.

Konstruksi sabo dibangun secara bertingkat dengan ukuran berbeda, dimana yang terbesar berada di atas untuk menahan batu-batu besar dan yang paling kecil untuk menahan pasir.

Secara teknis, Sabo Dam dibangun dengan ketinggian yang berbeda di tengah bendung. Hal ini dimaksudkan untuk mengalirkan air, sehingga sedimen atau endapan lahar dingin akan tertampung oleh bendung, tetapi air tetap mengalir.

Apabila bendung tidak mampu membendung semua aliran debris, maka akan dilewatkan melalui bagian atas (overtopping).

Selanjutnya aliran debris yang masih mengalir akan ditampung oleh bendung lain yang ada di bawahnya. Hal ini berlangsung terus menerus sesuai dengan jumlah bendung yang ada. Sehingga aliran lahar Gunung Merapi dapat dicegah untuk tidak sampai ke hilir sungai yang dapat merusak permukiman warga maupun memutus konektivas jalan dan jembatan yang mengganggu aktivitas warga