Liputan6.com, Jakarta Nama Jack Dorsey pasti sudah tidak asing lagi. Salah satu miliarder terkenal di bidang teknologi ini merupakan CEO dari Twitter dan juga layanan pembayaran digital Square.
Meski sudah sesukses sekarang, siapa sangka Dorsey juga sempat menghadapi masa dilematis di usia mudanya perkara karier yang tak tentu.
Baca Juga
Sebelum diluncurkan pada 2006, ide awal dibuatnya Twitter telah dirancang Dorsey sejak tahun 2000. Namun dalam 6 tahun perjalanannya membuat Twitter, dia sempat bekerja di beberapa start-up di Silicon Valley sebagai programmer.
Advertisement
Ia berpindah dari satu start-up ke yang lainnya. Hingga akhirnya, membuat start-up sendiri berupa layanan pengiriman melalui kurir juga taksi, namun justru dipecat dari perusahaan sendiri.
Dorsey juga sempat belajar di 2 universitas, dari University of Missouri-Rolla kemudian pindah ke New York University. Namun tidak selesai, Dorsey dikeluarkan dari New York University satu semester menjelang wisuda.
Rasa pesimis atas karier mulai menyelimuti pikiran Dorsey dan sempat memutuskan untuk keluar dari industri teknologi. "Saya merasa seperti sebuah kegagalan," ujar Dorsey dalam wawancara dengan The New Yorker seperti dikutip dari CNBC, Senin (8/2/2020).
Ia kemudian kembali ke kampung halamannya di St. Louis untuk menjajal berbagai keahlian baru. Mulai dari seni dan ilustrasi botani, yaitu keahlian melukis tumbuhan. Biasanya Dorsey mengunjungi kebun raya Missouri untuk belajar menggambar pohon Banyan.
Bukan hanya itu, dia juga sempat mendalami keahlian untuk menjadi trapis pijat. Namun karier itu tidak dilanjutkan usai menemukan bahwa "setiap orang adalah terapis pijat," saat Dorsey kembali ke San Fransisco.
Â
Saksikan Video Ini
Bimbang
CEO dengan kekayaan USD 13 miliar ini juga sempat mencoba peruntungan sebagai desainer pakaian. Dengan mengikuti pelatihan desain karena kekaguman pada sosok Scott Morrison, pendiri merek pakaian Paper Denim and Cloth.
Bahkan sebulan sebelum peluncuran Twitter pada Maret 2006, Dorsey sempat mempertimbangkan untuk meninggalkan karier sebagai founder start-up demi menjadi desainer pakaian.
Itu disampaikan Dorsey kepada Co-Founder Twitter, Noah Glass seperti yang dituliskan Nick Bilton dalam bukunya "Hatching Twitter: A True Story of Money, Power, Friendship, and Betrayal".
Hingga beberapa hari awal Dorsey bekerja sebagai founder Twitter, ia juga masih mengikuti beberapa kelas desain di Apparel Arts, sebuah sekolah desain di San Fransisco.
Bahkan dia meninggalkan kantor sekitar pukul 6 sore untuk mengikuti beberapa kelas peminatan yang diikutinya.
Co-Founder twitter lainnya, Evan Williams sempat memberi saran kepada Dostrey untuk menentukan kariernya. "Kamu bisa menjadi desainer atau menjadi CEO dari Twitter, tapi tidak keduanya," saran dia.
Meski gagal menjadi desainer, Dorsey masih mempertahankan minatnya di bidang fesyen. Pada tahun 2019, dia sempat menghadiri Paris Fashion Week di tengah kesibukan sebagai orang nomor satu di Twitter.
Selain itu, dia juga beberapa kali terlihat mengenakan brand mahal rancangan Rick Owens, seperti sepatu kets seharga hampir Rp 15 juta juga jaket kulit seharga hampir Rp 30 juta.
Reporter: Abdul Azis SaidÂ
Advertisement