Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melakukan penyertaan modal negara (PMN) ke PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebesar Rp 20 triliun. Langah ini bukan semata-mata untuk menyelamatkan PT Jiwasraya (persero, tetapi juga untuk mendirikan perusahaan asuransi baru bernama Indonesia Finansial Group (IFG) Life.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, jika PMN diberikan langsung kepada Jiwasraya maka dana sebesar Rp 20 triliun tersebut akan habis. Karena harus membayar polis-polis para nasabah Jiwasraya.
Baca Juga
"Intinya adalah kalau dengan kita melakukan Jiwasraya saja, jadi uang Rp 20 triliun dikasih ke Jiwasraya ya pasti habis untuk bayar-bayar polis, polis-polis yang ingin ditarik. Tapi karena polis itu direstrukturisasi hasil polis yang sudah direstrukturisasi lalu dipindahkan ke IFG maka uang Rp 20 triliun yang maksimal itu nanti kalau diberikan nanti tetap ada di IFG," bebernya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (8/2/2021).
Advertisement
Oleh karenanya, pemerintah mempercayai BPUI untuk mendirikan perusahaan asuransi baru yang di dalamnya juga memegang para polis Jiwasraya.
"Ini yang kemudian menjadi tugas dari AFG yang tentu kita juga meminta kepada Kementerian BUMN dibuatkan roadmap dan juga KPI sebagai perusahaan asuransi," jelas dia.
Dalam kesempatan yang sama, anggota DPR memandang langkah pemerintah tidak tepat terkait pengalokasikan dana sebesar Rp 20 triliun dalam rangka penyertaan modal negara (PMN) untuk PT Bahana Pembinanaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI. Sebab nantinya dana akan digunakan untuk restrukturisasi polis Jiwasraya melalui aset yang dipindahkan IFG life sebagai anak usaha BPUI.
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengatakan, pemberian PMN kepada BPUI yang merupakan perusahaan asuransi BUMN yang menjadi IFG Life untuk membayar polis jiwasraya merupakan skema finasnial enginerring. Hal ini telah menyebabkan rakyat negara menanggung beban berat atas skandal kasus jiwasraya.
“Skandal jiwasraya merupakan korupsi dan kejahatan terkoordinsir dilakukan sekelompok orang sebabkan perushaaan alami kerugian besar," jelasnya.
Dia mengatakan bahwa pemberian PMN merupakan skema menanggung beban skandal Jiwasraya yang dilakukan menggunakan uang rakyat, sehingga sangat tidak adil memberikan PMN dari uang rakyat, kepada perusahaan yang dirampok oleh sekelompok orang atau kejahatan terorganisir (organized crime) yang dilakukan secara terstruktur.
Padahal seharusnya kata Anis, PMN itu menajdi pendorong untuk memperbaiki kinerja dan daya saing BUMN sehingga berdampak besar bai kemakmuran rakyat. “Kami berpendapat PMN untuk BPUI senilai Rp 20 triliun, kurang tepat dan tidak bisa disetujui dengan mempertimbangkan beban negara dan beban rakyat saat ini,”ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Prioritas
Seharusnya, kata dia, pemerintah mengalokasikan PMN untuk skala yang lebih prioritas dan lebih tepat dalam membantu masyarakat yang terdampak kesehatan, ekonomi akibat Covid-19.
Pemerintah juga harus mengalokasikan PMN untuk BUMN yang tidak memiliki permasalahan kejahatan, fraud, korupsi dan moral hadzart untuk mendorong perbaikan kinerja usaha sehingga bisa berkembang lebih optimal dan membantu akselerasi pemulihan ekonomi nasional.
Menurutnya langkah penyelesaian polis nasabah melalui PMN akan menimbulkan beban di kemudian hari, ditengah munculnya kasus serupa seperti Asabri dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Pemerintah masih memilkiki opsi untuk mengelola dan membuat skla prioritas pembayaran kewajiban nasabah tradisional yang jatuh tempo dengan perkiraan nilai Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun dan restrukturisasi untuk nasabah Jiwasraya Saving Plan," jelasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement