Sukses

Bos BI Prediksi Transaksi E-Commerce Rp 330,7 Triliun di 2021

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan selama pandemi Covid-19 tren digitalisasi ekonomi dan keuangan berkembang pesat.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan selama pandemi Covid-19, tren digitalisasi ekonomi dan keuangan berkembang pesat. Hal ini didukung berkembangnya platform e-commerce yang meningkat.

Bank Indonesia mencatat, transaksi yang terjadi di e-commerce sepanjang tahun 2020 mencapai Rp 253 triliun. Transaksi ini diperkirakan akan meningkat di tahun 2021 menjadi Rp 330,7 triliun atau naik 33,2 persen.

"Nilai transaksi e-commerce tahun 2020 sampai Rp 253 triliun dan akan naik 33,2 persen menjadi Rp 330,7 triliun," kata Perry dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi XI DPR-RI, Jakarta, Selasa (9/2).

Selain itu, transaksi penggunaan uang elektronik juga diprediksi naik hingga 32,3 persen menjadi Rp 266 triliun. "Uang elektronik naik 32,3 persen menjadi Rp 266 triliun," kata dia.

Selain itu, transaksi digital banking diperkirakan tumbuh 19,1 persen. Dalam hal ini transaksi yang dimaksud yakni penggunaan mobile banking, online banking dan jasa perbankan lainnya.

Sehingga tahun 2021, untuk sistem pembayaran akan terus mendorong ekonomi keuangan digital dengan digitalisasi keuangan.

"Kami akan dorong ekonomi keuangan digital ini dengan digitalisasi keuangan dan utamanya yang inklusif buat umkm kita sehingga bisa ikut dukung pemulihan ekonomi nasional," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Pengaduan Terkait E-Commerce Naik Drastis di 2020, Terbanyak Soal Ini

Sepanjang tahun 2020, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah menerima 282 pengaduan di sektor e-commerce. Jumlah pengaduan ini meningkat drastis dibandingkan 3 tahun sebelumnya yang hanya 32 pengaduan secara akumulasi.

Komisi III, BPKN, Rolas B Sitinjak mengatakan insiden yang banyak diadukan terkait one time password (OTP) atau kode verifikasi dan pengelabuan (phising).

"Insiden yang paling sering terjadi ini OTP dan phising," kata Rolas dalam Catatan Akhir Tahun BPKN 2020, Jakarta, Senin (14/12).

Phising merupakan salah satu jenis kejahatan online yang bisa menimpa siapa saja. Korban phising biasanya tidak merasa berbelanja tapi mendapatkan tagihan dalam jumlah tertentu atau dana yang dimilikinya berkurang bahkan habis.

Baik insiden OTP atau phising menurut Rolas, ini terjadi karena kelalaian konsumen. Konsumen tidak berhati-hati dalam hal memberikan kata kunci (password) kepada pihak yang tidak dikenal.

"Jadi konsumen yang harus cerdas dan lebih hati-hati," ungkap dia.

Pengaduan tentang pengembalian dana dari pembelian produk atau jasa (refund) juga menjadi pengaduan yang banyak dilakukan konsumen. Pengaduan ini banyak berhubungan dengan tiket pesawat atau penginapan. Dalam hal ini, menurut Rolas baik konsumen dan pengusaha tidak dalam posisi bersalah. Sebab pembatalan keberangkatan pesawat atau penginapan terjadi karena situasi pandemi.

Hanya saja dia menyayangkan pengembalian dana dari tiket pesawat yang dibeli penumpang berupa voucher dalam jumlah yang sama dengan harga pembelian. Dalam hal ini sebenarnya tidak diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan.

"Ini sebenarnya tidak boleh karena konsumen membeli dengan uang maka jika dikembalikan harus dalam bentuk yang juga bukan dalam bentuk voucher," kata dia.

Namun sisi lain, Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan kebijakan terkait pengembalian dana kepada konsumen diperbolehkan dalam bentuk voucher. "Tapi ada Permenhub yang membolehkan ini karena satu dan lain hal," kata dia. 

3 dari 3 halaman

Pengaduan Terkait TIX Point

Selain itu ada juga pengaduan terkait TIX point. Rolas menjelaskan banyak pelaku usaha yang mengiming-imingi konsumen untuk mengumpulkan poin yang dalam jumlah tertentu bisa dipakai untuk bertransaksi.

Tetapi ketika konsumen hendak menggunakan poin yang dikumpulkan, maka program tersebut sudah tidak bisa dipakai. Ada beragam alasan, salah satunya batas waktu pemakaian poin yang habis.

"Jadi begitu konsumen mau pakai tidak bisa karena berbagai alasan. Nah ini juga banyak diadukan ke kami," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.comÂ