Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menyadari krisis yang terjadi akibat pandemi Covid-19 membuat ekonomi negara-negara di dunia terkontrakasi, tak terkecuali Indonesia. Dia mengatakan, hanya ada dua negara yang berhasil selamat dari krisis akibat pandemi Covid-19 yakni China dan Vietnam.
"Hampir semua negara itu terjadi kontraksi salah satu negara yang pertumbuhan ekonominya positif itu adalah China dan Vietnam," kata dia dalam penandatangan nota kesepahaman yang disaksikan melalui siaran langsung Instagram @bpphimpi, Rabu (10/2).
Baca Juga
Dia menyadari Indonesia menjadi bagian dari beberapa negara yang tidak bisa melawan tekanan akibat pandemi Covid-19. Sepanjang 2020 ekonomi domestik hanya berhasih tumbuh minus 2,07 persen. Sementara kuartal IV-2020 ekonomi terkontraksi minus 2,14 persen.
Advertisement
Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terkontraksi tersebut dianggap masih lebih baik jika dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Sebab, banyak negara-negara di bagian itu yang kontraksi ekonominya lebih dalam.
"Ini bukan berarti kita yang paling jelek tidak kalau dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara kita masih jauh lebih baik dengan cadangan devisa kita," kata dia.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mencapai minus 2,07 persen. Sementara itu pada triwulan IV-2020 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi sebesar 0,42 persen dan secara year on year kontraksi sebesar 2,19 persen.
"Pertumbuhan ekonomi secara q to q mengalami kontraksi sebesar 0,42 persen dan pertumbuhan ekonomi y on y dibanding 2019 kontraksi 2,19 persen. Secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mencapai kontraksi 2,07 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam rilis Pertumbuhan Ekonomi secara daring, Jakarta, Jumat (5/2).
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi Desak Layanan Publik Bertransformasi di Tengah Krisis Covid-19
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi peran Ombudsman sebagai pengawas penyelenggaraan pelayanan publik, terutama selama pandemi Covid-19 mewabah.
Menurut Jokowi, situasi krisis ini harus bisa mengubah frekuensi pelayanan yang diberikan pemerintah kepada rakyat. Laporan Ombudsman mencatat, masyarakat cenderung menggunakan saluran pengaduan untuk berkonsultasi mengenai layanan publik.
"Saya selalu menekankan bahwa dalam situasi krisis, kita harus mampu mengubah frekuensi dari normal menjadi frekuensi extraordinary. Cara kerja berubah dari rutinitas menjadi cara kerja yang inovatif dan mencari shortcut," kata Jokowi dalam keterangan tertulis, Selasa (9/2/2021).
Jokowi menyadari semakin banyak hal yang dicapai dalam pelayanan publik, banyak pula yang harus diperbaiki. Dia pun yakin Ombudsman bisa menemukan kekurangan dalam sistem penyelenggaraan pelayanan publik.
Wakil Ketua Ombudsman Lely Pelitasari Soebekty menjelaskan, laporan masyarakat setiap tahun masih relatif stabil. Namun, jumlah rekomendasi menurun tajam.
Hal ini dikarenakan laporan diselesaikan sebelum tahap rekomendasi, melalui skema tindakan korektif berdasarkan hasil akhir pemeriksaan laporan.
"Di sisi lain, dalam kurun waktu 5 tahun kami melihat kecenderungan baru dimana masyarakat menggunakan saluran pengaduan untuk berkonsultasi. Hal ini menunjukkan perkembangan yang positif atas partisipasi masyarakat dalam respon pelayanan publik," tuturnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan, Ombudsman melakukan penyesuaian dengan membuka layanan konsultasi non-laporan dan pengembangan jaringan pengawas pelayanan publik.
Advertisement
Deteksi Dini
Dalam melaksanakan fungsi pencegahan, Ombudsman memandang pentingnya deteksi dini dugaan maladministrasi pelayanan publik. Lely menjelaskan, instansinya menyiapkan skema baru dalam pengembangan SDM. Misalnya, saat ini 60 pegawai diberi kesempatan untuk pendidikan dan pelatihan intelijen.
Pandemi Covid-19 yang muncul di Indonesia pada Maret 2020 disebutnya juga menuntut kenormalan baru. Wabah ini menyerang banyak aspek kehidupan bernegara, termasuk penyelenggaraan pelayanan. Kondisi ini mendorong penyelenggara layanan melakukan transformasi berbasis digital.
"Oleh karena itu, perubahan harus direspon dengan cepat, karena kalau tidak yang rugi masyarakat," tegas Lely.Â