Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, para buruh tidak permasalahkan keuntungan yang diperoleh oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Para buruh lebih memperhatikan kasus dugaan korupsi hingga Rp 20 triliun akibat salah kelola dana investasi.
Saat ini Jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung tengah memeriksa saksi-saksi terkait dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di BPJS Ketenagakerjaan.
Baca Juga
“Yang dipersoalkan adalah temuan Kejaksaan Agung kenapa ada indikasi dugaan korupsi dari kesalahan kelola Rp 20 triliun, bukan masalah keuntungan, jelas untunglah. Pasti untung karena iurannya masuk tiap bulan,” kata Said dalam Konferensi Pers KSPI, Senin (15/2/2021).
Advertisement
Awalnya BPJS Ketenagakerjaan diindikasikan dugaan korupsi salah Kelola dana investasi saham dan reksa dana sebesar Rp 43 triliun. Namun Per 12 Februari 2021, berdasarkan informasi yang ia dapatkan, dugaan korupsi menjadi Rp 20 triliun.
“Catatan kami alokasi total dana investasi Rp 486,3 triliun, dana BPJS Ketenagakerjaan dialokasikan saham 17 persen, reksadana investasinya 8 persen total 25 persen. Dengan kata lain dana investasi yang dialokasikan saham dan reksadana itu 25 persen dari Rp 486,3 triliun berarti sekitar Rp 125 triliun dana yang besar sekali,” ungkapnya.
Kemudian, berdasarkan penjelasan dari Kejaksaan Agung tersebut maka patut disebut adanya dugaan terjadi korupsi.
"Dimana Rp 20 triliun yang berasal dari Rp 125 triliun total saham dan reksa dana yang dialokasikan dalam dana investasi. Berarti kurang lebih hampir sekitar mendekati angka 20 persen, besar sekali uang yang harus potensial loss akibat kesalahan Kelola dana investasi, saham dan reksa dana," jelasnya.
Walaupun saham BPJS Ketenagakerjaan LQ45. Kemudian dari dana Ketenagakerjaan Rp 486,3 triliun menghasilkan untung sebesar Rp 32 triliun lebih per tahun atau 7,38 persen. Namun yang dipermasalahkan KSPI bukan keuntungannya, melainkan dugaan korupsi Rp 20 triliun.
“Yang kita tanyakan bukan keuntungan yang di dapat dari dana investasi sebesar 7,38 persen. Kenapa dalam dana investasi saham reksadana itu ada dugaan korupsi Rp 20 triliun, bukan menjelaskan keuntungan BPJS Naker secara umum 7,38 persen,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kejagung Periksa 8 Saksi Terkait Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan
Sebelumnya, Jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa delapan saksi terkait dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, mereka yang diperiksa yakni RP selaku PIC PT Bahana TCW Investment Management, EAE selaku Direktur PT Bahana Sekuritas dan ES selaku PIC PT Danareksa Sekuritas.
"Selanjutnya RS selaku Direktur PT Panin Asset Management, AA selaku Deputi Direktur Bidang Analisis Portofolio BPJS Ketenagakerjaan Januari 2018 s/d November 2018 (Direktur Keuangan dan Umum Anak Perusahaan Dana Pensiun BPJS Ketenagakerjaan," kata Eben dalam keterangannya, Rabu 10 Februari 2021.
Juga ada TP selaku Deputi Direktur Perencanaan Strategis BPJS Ketenagakerjaan, UH selaku Asisten Deputi Bidang Pasar Utang BPJS Ketenagakerjaan dan PI selaku Deputi Direktur Bidang Pasar Modal BPJS Ketenagakerjaan.
Dia menjelaskan, pemeriksaan yang dilakukannya ini untuk mengumpulkan sejumlah barang bukti atas perkara tersebut.
"Pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti tentang perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pada pengelolaan keuangan dan dana investasi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan," ujar Eben.
Pemeriksaan saksi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung ini tetap memperhatikan protokol kesehatan. Mengingat, Indonesia masih dilanda pandemi Covid-19.
"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19, antara lain dengan memperhatikan jarak aman antara saksi diperiksa dengan Penyidik yang telah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap," jelasnya.
"Serta bagi saksi wajib mengenakan masker dan selalu mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah pemeriksaan," pungkas Eben.
Advertisement