Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memastikan akan terus mewaspadai peningkatan utang di tengah kondisi pandemi Covid-19. Bahkan, secara bertahap pemerintah berjanji akan menurunkan posisi utang.
Sebelumnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah mencapai sebesar Rp 6.074,56 triliun sampai dengan akhir Desember 2020.
Sehingga rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,68 persen. Secara nominal, utang pemerintah ini mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.
Advertisement
"Pemerintah juga mewaspadai peningkatan utang saat pandemi dan berupaya keras untuk menurunkan secara gradual," jelas Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo seperti dikutip dari akun Twitternya @prastow, Jumat (19/2/2021).
Adapubn upaya menekan posisi utang, pemerintah secara bersamaan juga akan mengoptimalkan pendapatan negara. Sehingga hal tersebut akan membantu meminimalisir jumlah.
Berdasarkan data dari APBN KITA, Kementerian Keuangan, komposisi utang pemerintah pusat ini didominasi dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Tercatat sampai akhir Desember 2020 utang dalam bentuk SBN mencapai Rp 5.221,65 triliun atau 85,96 persen dari posisi utang.
Adapun rinciannya terdiri dari pasar domestik dan valas. Dari pasar domestik terkumpul Rp 4.025,62 triliun. Terdiri dari Surat Utang Negara sebanyak Rp3.303,78 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp 721,84 triliun.
Sedangkan dari valas totalnya Rp 1.196,03 triliun. Terdiri dari Surat Utang Negara Rp 946,37 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp 249,66 triliun.
Sementara itu, sisa utang pemerintah berasal dari pinjaman sebesar Rp 852,91 triliun atau 14,04 persen. Terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp11,97 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 840,94 triliun.
Lebih rinci, komponen pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral, multilateral dan bank komersial. Antara lain pinjaman bilateral sebanyak Rp 333,76 triliun, pinjaman multilateral Rp 464,21 triliun dan pinjaman bank komersial Rp 42,97 triliun.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Ini
Ada LPI, Sri Mulyani Tegaskan Pemerintah Tak Berutang ke Investor
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan, Lembaga Pengelola Investasi (LPI) adalah sebuah instrumen investasi baru di Tanah Air. Oleh karenanya, para calon partner dari LPI harus bersama-sama berinvestasi atau menanamkan modalnya di Indonesia.
"Kita tidak meminjam uang mereka. Tapi mereka menginvestasikan bersama-sama kita," kata Sri Mulyani dalam keterangan pers di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/2).
Dia mengatakan, terbentuknya LPI adalah cara pemerintah agar tidak terlalu tergantung kepada leverage atau pinjaman. Oleh karena itu, karena LPI sifatnya adalah bersama-sama melakukan investasi, maka membutuhkan suatu proses cukup detail.
"Investasi pasti membutuhkan suatu proses yang sangat detail," ujarnya.
Bendahara Negara itu menambahkan, selama proses pembentukan LPI pemerintah sudah dapat berbagai macam minat dari investor dari beberapa fund besar di dunia. Mereka semua menyampaikan keinginannya dan bahkan menyebut nilai yang ingin dimasukan ke LPI.
"Jadi pada saat ini kita sudah ada beberapa fund yang bahkan melakukan expression of interest dengan menulis surat langsung kepada saya dan Pak Erick," jelasnya.
Sri Mulyani sadar, potensi LPI sangat besar. Oleh sebab itu, pemerintah masih menahan diri dan mempertimbangan berbagai minat investor dari negara-negara di dunia.
"Namun mungkin untuk tujuan kita hari ini kita akan mendisclose, karena menurut saya kita akan selesaikan rumahnya sambil kita akan bicara secara teknis," sebut dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement