Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) membeberkan beberapa hambatan yang ditemui dalam melakukan pemantauan dan evaluasi hak atas tanah.
Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu Kemenetrian ATR/BPN Asnawati mengatakan, kendala pertama ialah informasi hak atas tanah di Aplikasi Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP) tidak lengkap.
"Dalam melakukan pemantauan, ini hal yang seringkali kami temui saat kami menemukan objek namun objeknya belum tersedia di KKP," ujarnya dalam PPTR Expo, Senin(22/2/2021).
Advertisement
Kedua ialah tidak adanya dokumen di Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat saat hendak mengumpulkan data.
Ketiga ialah citra geografis yang tidak update. Asnawati mengatakan, ketika pihaknya melakukan interpretasi, kondisi di lapangan ternyata sudah tidak sesuai dengan apa yang tertuang di citra itu sendiri.
"Misalnya tanah tidak diusahakan tadinya, ternyata di lapangan diusahakan," katanya.
Keempat, pemegang hak tidak kooperatif. Kendala ini menjadi kendala yang cukup sulit bagi pihaknya. Lalu, situasi yang tidak kondusif karena sengketa juga turut mempengaruhi pelaksanaan evaluasi hak tanah.
"Lalu, peralatan kurang memadai. Mungkin ini tidak dominan karena sistemnya bisa dipinjamkan dari Kantor Pertanahan atau Kantor Wilayah," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tips BPN Agar Terhindar dari Mafia Tanah
Sebelumnya, Ibunda mantan Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Dino Patti Djalal menjadi korban mafia tanah. Tiga aset miliknya tetiba berubah kepemilikan. Badan Pertanahan Nasional (BPN) pun meminta masyarakat berhati-hati dalam bertansaksi jual-beli tanah.
"Masyarakat saat melakukan jual-beli juga jangan mudah untuk menyerahkan sertifikat seseorang, baik itu calon pembeli ataupun pilihlah notaris yang dikenal," ujar Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang BPN Budi Situmorang dalam konferensi pers mengenai mafia tanah di Polda Metro Jaya, Jumat (19/2/2021).
Budi menyampaikan, pesan tersebut bukan hanya ditujukan untuk penjual. Tapi juga pembeli. Menurut dia, pembeli sebaiknya memvalidasi kepemilikan sertifikat ke BPN.
"Demikian juga pembeli. Cek dulu sertifikatnya apakah sertifikat ini bermasalah atau tidak. Oleh karena itu memang supaya dengan ketentuan akan ada peralihan hak juga harus dilakukan pengecekan sertifikat di kantor pertanahahan," ucap dia.
Budi tak menepis belakangan ini memang marak mengenai mafia tanah. Berbagai modus yang dilakukan oleh kawanan mafia tanah. Salah satunya yang telah diungkap Polda Metro Jaya.
"Modus bagaimana suatu kelompok atau individu, kelompok ini berusaha untuk mengaburkan suatu keadaan atau status sehingga hak atas tanah bisa beralih dengan menggunakan figur. Kementerian ATR ini sesuai kewenangannya bersifat administratif jadi datanya data formal. Ketika ada kondisi-kondisi yang memerlukan pembuktian yang materil tentu ini menjadi kewenangan dari aparat kepolisian," papar dia.
Tingkatkan kualitas produk
Budi menyampaikan, ke depan BPN terus berbedah untuk meningkatkan kualitas produk supaya menutup celah terjadinya pemalsuan sertifikat. Budi menyinggung kasus yang dialami Ibunda mantan Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu), Dino Patti Djalal.
"Sertifikat yang sekarang pun sebetulnya tidak bisa dipalsukan. Kalau sertifikat palsu itu dibawa ke BPN pasti ketahuan bahwa itu bukan produk BPN. Dalam kasus ini yang dibawa ke BPN adalah sertifikat yang asli yang palsu yang diserahkan kepada pemilik sehingga pemilik tidak tahu kalau sudah dipalsukan," tandas dia.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran mengatakan, dalam kasus ini penyidik menerima tiga laporan berkenaan dengan sindikat mafia tanah dan properti yang salah satu korbannya adalah ibunda Dino Patti Djalal, Zurni Hasyim Djalal.
"Korban memiliki tiga tanah dan banguan di sejumlah lokasi. Yakni Pondok Indah, Kemang, dan Cilandak," kata Fadil saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (19/2/2021).
Dari tiga laporan tersebut, tim satgas mafia tanah Polda Metro Jaya bergerak cepat dan berhasil menangkap dan menetapkan belasan tersangka.
"Dari pengungkapan tiga LP, ada 15 tersangka yang bisa ditangkap," kata Fadil.
Menurut dia, 15 orang tersebut memiliki peran masing-masing. Ada sebagai aktor intelektual, penyedia sarana dan prasarana, orang yang mengaku sebagai pemilik asli tanah dan bangunan, mengaku pemilik sertifikat tanah, serta staf pejabat pembuat akte tanah.
"Setelah melihat ada bangunan berikut tanah yang dijual, kelompok mafia tanah ini beraksi berdasarkan peran yang saya sampaikan tadi," jelas Fadil.
Advertisement