Sukses

Harga Emas Melonjak 1,5 Persen karena Kekhawatiran Inflasi

Harga emas di pasar spot naik 1,5 persen menjadi USD 1.808,16 per ounce.

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas naik lebih dari 1,5 persen pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga emas karena ekspektasi kenaikan inflasi mendorong investor mengoleksi instrumen safe haven seperti emas.

Sementara nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang utama dunia lain juga melemah sehingga memberikan dukungan lebih lanjut kepada harga emas.

Mengutip CNBC, Selasa (23/2/2021), harga emas di pasar spot naik 1,5 persen menjadi USD 1.808,16 per ounce, setelah mencapai level tertinggi sejak 16 Februari dalam sesi tersebut.

Sedangkan harga emas berjangka AS ditutup naik 1,7 persen menjadi USD 1.808.40 per ounce.

"Kami melihat investasi mengalir ke emas karena pelaku pasar semakin cemas tentang kenaikan suku bunga riil yang dapat memengaruhi penilaian ekuitas," kata analis komoditas TD Securities Daniel Ghali.

Imbal hasil obligasi AS berjangka waktu 10 tahun mencapai level tertinggi hampir satu tahun, memberikan tantangan kepada emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil.

Namun, meningkatnya imbal hasil riil dan kekhawatiran inflasi membuat bursa saham waspada sehingga mendorong investor menuju aset safe-haven seperti emas, yang dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi.

“Nilai tukar dolar AS juga melemah dan itu mendukung harga emas. Juga, alasan sebenarnya dari kenaikan harga emas dalam jangka panjang adalah kemungkinan meningkatnya inflasi, ”kata analis Commerzbank Eugen Weinberg.

Indeks dolar AS turun 0,4 persen ke level terendah lebih dari satu bulan, membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Ramalan Morgan Stanley: Harga Emas di Bawah USD 1.800 Hingga Akhir Tahun

Sebelumnya, Morgan Stanley memprediksi harga emas bakal berada di bawah USD 1.800 per ons hingga akhir 2021. Prospek ini didasarkan pada harga emas yang diperdagangkan sekitar USD 1.850 per ons dan support USD 1.800 per ons.

Kepala Strategi Lintas Aset untuk Morgan Stanley Andrew Sheets mengatakan dalam sebuah laporan, meskipun inflasi diperkirakan akan naik pada 2021, hal itu tidak akan cukup untuk mengangkat harga emas.

"Ekonom Morgan Stanley memperkirakan inflasi AS akan naik sedikit di atas 2 persen selama dua tahun ke depan. Jadi emas bukan jenis skenario pelarian untuk inflasi yang paling cocok," katanya, mengutip laman Kitco, Senin (22/2/2021).

Lanjutnya, inflasi yang lemah ditambah dengan prospek ekonomi yang membaik, akan terus membebani harga emas

"Momentum harganya buruk, artinya komoditas yang sering turun cenderung terus turun. Dan data ekonomi saat ini, yang membaik, sering kali berarti emas berkinerja buruk di aset lainnya," katanya.

Harga emas tengah "berjuang" untuk naik dengan adanya ekspektasi pertumbuhan ekonomi optimis yang mendorong imbal hasil obligasi lebih tinggi. Imbal hasil obligasi 10 tahun saat ini diperdagangkan pada 1,2 persen, tertinggi dalam periode hampir satu tahun.

Analis mencatat, kenaikan imbal hasil nominal menyebabkan imbal hasil riil juga jadi lebih tinggi. Hal ini meningkatkan biaya peluang emas sebagai aset non-imbal hasil.

Morgan Stanley sendiri optimis akan ekonomi AS karena prediksi adanya kenaikan aktivitas konsumen pada paruh kedua tahun ini.

3 dari 3 halaman

Ekonomi AS

Dalam laporan terpisah, kepala ekonom Morgan Stanley Chetan Ahya mencatat, resesi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 telah merugikan pendapatan rumah tangga AS sebesar USD 400 miliar. Namun, disebutkan mereka juga telah menerima transfer lebih dari USD 1 triliun.

"Rumah tangga telah mengakumulasi kelebihan simpanan sebesar USD 1,5 triliun, yang diperkirakan akan meningkat menjadi USS 2 triliun (9,5 persen dari PDB) pada awal Maret setelah paket fiskal tambahan diberlakukan," kata Ahya dalam laporan tersebut.

"Kami berpendapat kebijakan ini menghindari efek pandemi secara signifikan. Selain itu, dampak guncangan eksogen kemungkinan akan memudar, dan kami memperkirakan lonjakan permintaan saat ekonomi dibuka kembali musim semi ini," tuturnya.

Morgan Stanley juga memprediksi ekonomi AS tumbuh 6,5 persen tahun ini, diikuti oleh pertumbuhan 5 persen pada 2022.

"Perkiraan ini menyiratkan bahwa PDB AS akan meningkat di atas batas sebelum Covid-19 setelah kuartal 3 2021 dan akan lebih tinggi pada tahun 2022 daripada yang kami perkirakan jika tidak ada pandemi. Itu hasil yang sangat luar biasa," katanya.