Sukses

Penjelasan PLN Soal Susut Energi Indonesia Dibandingkan Malaysia dan Vietnam

Susut atau daya rugi (losses) di PLN kerap menjadi sorotan terkait efisiensi penyediaan tenaga listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Bisnis Regional Jawa, Madura, & Bali, PT PLN (Persero), Haryanto WS mengaku susut atau daya rugi (losses) di PLN kerap menjadi sorotan terkait efisiensi penyediaan tenaga listrik. Padahal pencapaian susut energi bergantung pada jumlah konsumsi listrik per kapita.

"Kami itu kan selalu disorot soal loses dijadikan benchmark. Nah, saya ingin kasih tau nih ada enggak korelasi antara konsumsi listrik per kwh per kapita dibandingkan dengan loses," kata Haryanto dalam Webinar Efisiensi Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) sesuai Permen ESDM No 9 Tahun 2020, Jakarta, Selasa (23/2).

Dia menjelaskan, di negara maju, konsumsi listrik per kapita yang tinggi biasanya pencapaian susut energi relatif rendah. Sedangkan di negara berkembang, konsumsi listrik per kapita masih relatif rendah dan pencapaian susut energinya relatif tinggi.

Dia mencontohkan konsumsi listrik di Singapura yang mencapai 8.343 kwh/kapita per tahun dengan susut energi 2,02 persen. Di Brunei Darussalam, konsumsi energi mencapai 8.206 kwh/kapita per tahun dengan capaian susut energi 6,41 persen.

Malaysia konsumsi energi mencapai 4.608 kwh/kapita per tahun dengan susut energi 5,79 persen. Thailand konsumsi energi mencapai 2.669 kwh/kapita per tahun dengan susut energi 6,11 persen.

Vietnam konsumsi energi mencapai 2.250 kwh/kapita per tahun dengan susut energi 9,29 persen. Sedangkan di Indonesia konsumsi energi mencapai 1.100 kwh/kapita per tahun dengan susut energi 9,37 persen.

"Indonesia dengan konsumsi listrik 1.100 kwh/kapita per tahun masih 9,37 persen. Memiliki susut yang hampir sama dengan Vietnam yang konsumsi energinya mencapai 2.2250 kwh/kapita per tahun," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Konsumsi Listrik

Haryanto mengatakan negara dengan konsumsi listrik tinggi merupakan negara industri. Sehingga energi yang digunakan bukan untuk penerangan saja, melainkan sebagai kebutuhan energi.

"Jadi, listrik itu untuk produksi bukan sekedar penerangan," kata dia.

Dari itu, Haryanto tidak bisa memungkiri selain unsur energi, susut energi dipengaruhi masalah teknis dan tingkat konsumsi per kapita. Sehingga semakin rendah tegangan yang digunakan, mala susut energi semakin tinggi.

"Jadi semakin rendah tegangannya, semakin tinggi losesnya. Kalau semakin tinggi, itu enggak ada losses biasanya," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com