Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan untuk meningkatkan ekspor UMKM, ada tiga hal yang terus didorong, salah satunya mendorong pelaku UMKM untuk bermitra dengan eksportir yang sudah memiliki sertifikat-sertifikat.
“UMKM kalau ekspor ke luar negeri, pertama adalah terkendala sertifikasi produk di negara tujuan ekspor. Contoh yang saya sampaikan beberapa waktu lalu untuk ekspor pisang itu butuh 21 sertifikat, dan setiap 6 bulan harus diaudit,” kata Teten Masduki dalam Sosialisasi PP nomor 7 tahun 2021, Selasa (23/2/2021).
Baca Juga
Menurutnya, sertifikat ini dipersyaratkan oleh negara-negara tujuan ekspor malah memberatkan UMKM. Maka pendekatan yang dilakukan Kemenkop dan UKM adalah mendorong UMKM pisang untuk bermitra dengan eksportir yang sudah memiliki 21 sertifikat itu.
Advertisement
“Jadi UMKM tidak harus urus lagi sertifikatnya, sehingga ini yang akan kita coba. Saya kira bukan hanya pisang. Nanti produk makanan ,minuman kalo masuk pasar internasional mereka harus mendapatkan sertifikasi yang rumit, nah itu problem,” ungkapnya.
Kendala kedua, biasanya UMKM melakukan ekspor dengan jumlah dan permintaan yang kecil sehingga membebankan biaya logistik menjadi lebih mahal dibanding harga jual barangnya.
“Nah akibatnya ini jadi tidak kompetitif, produknya tidak punya daya saing. Ini bukan hanya soal kualitasnya saja, nah ini harus dipecahkan. Saya selalu mengatakan butuh agregator sehingga pengiriman barang ke sana, tidak lagi ritel orang perorang,” ujarnya.
Dengan adanya aggregator, maka UMKM yang permintaannya sedikit bisa melakukan ekspor dan tentunya biaya logistik tidak menjadi mahal karena dalam satu kontainer bisa beberapa pengekspor.
“Kami sudah bicara dengan gabungan pengusaha eksportir untuk ada aggregator ini, sama seperti impor borongan, agar barengan sehingga satu kontainer bisa bbrp pengekspor. itu pentingnya aggregator,” tegas Teten.
Adapun kendala ketiga terkait pembiayaan. Teten mengatakan pihaknya sudah berkomitmen dengan lembaga penjaminan pembiayaan ekspor Indonesia, untuk lebih fokus mengkurasi produk UMKM mana saja yang perlu dibiayai.
“Jadi bukan hanya pengirimannya ke sana kalau perlu kita bisa memanfaatkan resi gudang di luar negeri. Kalau kita lihat kenapa UMKM di china bisa murah? karena mereka kirimnya tidak kirim satu persatu, mereka kirimnya dalam jumlah besar,” katanya.
Selain itu, Kementerian Koperasi dan UKM akan bekerjasama dengan e-commerce yang telah memiliki sistem logistik sendiri untuk masuk ke pasar digital di luar negeri. Dengan begitu, e-commerce tersebut akan memberikan informasi permintaan market untuk UMKM Indonesia.
“Maka kami akan targetkan prioritas-prioritas mana yang perlu didampingi dari segi kualitas agar mereka mendapatkan sertifikat di negara tujuan atau kita mitrakan dengan eksportir yang punya sertifikta itu,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Lewat PP 7/2021, UMKM Bakal Lebih Gampang Dapat Nomor Induk Berusaha
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, optimis dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, akan memudahkan usaha mikro untuk dapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).
“Misalnya nanti perizinan tunggal yang diperlukan sebenarnya Nomor Induk perusahaan, nanti kita akan target Pemerintah daerah supaya nanti UMKM khususnya usaha mikro bisa memiliki NIB,” kata Teten dalam sosialisasi PP nomor 7 tahun 2021, Selasa (23/2/2021).
Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM akan mendorong Pemerintah daerah dan Kepala Dinas di Kabupaten Kota untuk segera mendaftarkan pelaku usaha kecil dan mikro agar memperoleh NIB.
“Jadi kami akan dorong Pemerintah daerah dan kepala dinas di kabupaten kota untuk segera mendapatkan, jangan menunggu. Usaha kecil dan mikro itu urusan daerah jadi mereka harus proaktif,” katanya.
Ia menegaskan, bagi usaha mikro yang belum memiliki NIB maka harus di daftarkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Menurutnya semua pihak harus proaktif, tidak hanya Kementerian Koperasi dan UKM saja.
“Bagi usaha mikro yang belum memiliki NIB harus didaftarkan, kita tidak ada target berapa, tapi ini sangat perlu sertifikasi agar didaftarkan. Kemenkop dan UKM juga harus proaktif,” ujarnya.
Advertisement
Transformasi UMKM
Menurutnya, transformasi UMKM sektor informal ke formal tidak akan terlaksana. Jika pelaksanaan UU Cipta Kerja dan PP nomor 7 tahun 2021 tidak berjalan secara kooperatif.
“Saya kira UU Cipta Kerja dan PP pelaksanaanya tidak akan kooperatif kalau untuk menghasilkan transformasi dari sektor informal ke formal. Kalau tidak ada inisiatif dari UMKM sendiri dan tidak ada proaktif dari Pemda, saya kira harus kelihatan outputnya,” kata Teten.
Demikian, MenkopUKM optimis dengan adanya PP nomor 7 tahun 2021 ini akan mendorong Koperasi dan UMKM menjadi lebih baik. Baik itu untuk meningkatkan kapasitas usahanya maupun meningkatkan daya saing UMKM.
“Ini yang saya kira kapasitas produksi dan daya saing menjadi agenda besar yang akan jadi prioritas dalam pelaksanaan UU cipta kerja di PP ini. Kami optimis dengan PP ini perkembangan koperasi dan UMKM akan menjadi lebih baik,” pungkasnya.