Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) meminta PT PLN (Persero) menurunkan susut energi di angka 9,01 persen di tahun 2021. Selain itu PLN juga diminta untuk menyesuaikan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) dengan anggaran APBN yang dialokasikan sebesar Rp 355,58 triliun atau rata-rata sebesar Rp 1334,4 per KWH.
Direktur Bisnis Regional Jawa, Madura, & Bali, PT PLN (Persero), Haryanto WS mengatakan pihaknya bisa menurunkan BPP cukup besar. Namun susut energi kemungkinan bisa lebih tinggi.
Baca Juga
"Kami bisa menurunkan BPP cukup besar meski memang losesnya naik," kata Haryanto dalam Webinar Efisiensi Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) sesuai Permen ESDM No 9 Tahun 2020, Jakarta, Selasa (23/2).
Advertisement
Meski begitu, untuk menekan susut energi, PLN saat ini tengah melakukan pembenahan. Caranya dengan membangun pembangkit listrik di wilayah Barat.
Sebab selama ini, penggunaan energi di wilayah barat regional Jawa, Madura dan Bali lebih besar. Sementara konsumsi energi di sebelah timur lebih rendah dari kapasitas tenaga listrik yang dihasilkan.
"Ini sedang kita coba benahi dengan membangun pembangkit di barat," kata dia.
Selain itu, PLN akan meningkatkan permintaan konsumsi listrik di wilayah yang masih rendah. Sehingga tercipta keseimbangan dalam penggunaan energi dengan sumber energi yang dihasilkan.
"Meningkatkan demand dengan potensi pembangkit yang ada. Juga membangun regional balance," kata dia.
Haryanto mengatakan dalam setiap distribusi energi terdapat kendala susut teknis dan non teknis. Susut teknis yang dimaksud yakni adanya impedansi pada komponen listrik sehingga daya hilang berupa panas.
Beberapa faktor susut teknis antara lain konfigurasi jaringan penyulang, tegangan gardu induk dan penyulang, pola pembebanan trafo distribusi dan spesifikasi peralatan sesuai best practice. Maka harus diatasi dengan program pemenuhan rasio elektrifikasi dan program investasi penurunan susut.
"Distribusi memang ada susut teknis dan non teknis. Jujur memang best practice dengan investasi yang kuat," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Susut Nonteknis
Sedangkan susut non teknis terjadi karena ketidakakuratan pengukuran dan pemakaian energi listrik di pelanggan. Beberapa faktor yang menyebabkan ini antara lain tingkat ketertiban penggunaan listrik, PJU ilegal dan akurasi pembacaan meter pelanggan.
Untuk mengatasinya, maka diperlukan komposisi KWh jual pelanggan tegangan tinggi, tegangan menengah dan multi guna. Perkembangan tempering berteknologi (melalui remote) juga bisa dilakukan.
Haryanto mengaku PLN sudah berusaha menurunkan susut energi dari tahun ke tahun. Susut energi pada tahun 2014 tercatat sebesar 10,58 persen dan pada Desember 2020 sudah mencapai 9,37 persen.
"Kami usahakan terus untuk bisa menekan susut ini dari tahun ke tahun. Teknis ini terus kami kerjakan dengan investasi yang kami tidak bisa kami besarkan secara leluasa," kata dia.
Terbatasnya investasi yang dimiliki membuat PLN harus memutar otak untuk menurunkan susut energi dengan menggunakan digitalisasi. Selain itu dia mengusulkan agar power factor industri naik. Namun usulan ini masih belum juga direspon dengan baik oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan.
"Nah, untuk Kementerian ESDM kami minta kami usulkan untuk pelangan industri itu enggak cuman 0,85 tapi naik jadi0,90 untuk batas power factor," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement