Liputan6.com, Jakarta - Harga emas turun dalam perdagangan hari Selasa karena dolar pulih dari kerugian segera setelah komentar dari Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell, yang mengatakan pemulihan ekonomi tidak merata dan jauh dari selesai.
Dikutip dari CNBC, Rabu (24/2/2021), harga emas di pasar spot turun 0,3 persen menjadi USD 1.803,62 per ounce pada 14:10. EST, setelah bergerak sebentar ke wilayah positif karena dolar merosot menyusul komentar Powell.
Harga emas berjangka AS turun 0,1 persen menjadi USD 1.805.90.
Advertisement
Powell mengatakan Fed mempertimbangkan untuk mengubah kebijakan yang diadopsi untuk membantu ekonomi kembali ke lapangan kerja penuh dan dia tidak mengharapkan inflasi naik ke tingkat yang mengganggu.
"Ada sedikit ketidakstabilan di sekitar penampilan Senat Powell tetapi dia belum benar-benar mengatakan apa pun untuk mengguncang perahu," kata analis OANDA Craig Erlam.
"Terlepas dari volatilitas, kami belum melihat pergerakan arah yang signifikan dalam imbal hasil atau dolar, itulah mengapa emas hanya sedikit lebih rendah, cerminan dolar menjadi sedikit lebih tinggi," tambahnya.
Indeks dolar merangkak kembali naik 0,2 persen, menjauh dari dekat level terendah enam minggu, membuat emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Tapi emas mungkin tidak berbalik arah untuk mendapatkan keuntungan secara substansial. "Sampai kita mendapatkan lonjakan nyata dalam ekspektasi inflasi atau Fed yang berbicara tentang pengendalian kurva imbal hasil," kata analis IG Market Kyle Rodda.
Kenaikan imbal hasil telah menantang daya tarik emas sebagai lindung nilai inflasi, karena meningkatkan biaya peluang dalam memegang emas.
Harga emas melonjak 1,5 persen pada hari Senin karena prospek kenaikan inflasi memicu kekhawatiran penilaian ekuitas dan mendorong investor menuju logam safe-haven.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ramalan Morgan Stanley: Harga Emas di Bawah USD 1.800 Hingga Akhir Tahun
Morgan Stanley memprediksi harga emas bakal berada di bawah USD 1.800 per ons hingga akhir 2021. Prospek ini didasarkan pada harga emas yang diperdagangkan sekitar USD 1.850 per ons dan support USD 1.800 per ons.
Kepala Strategi Lintas Aset untuk Morgan Stanley Andrew Sheets mengatakan dalam sebuah laporan, meskipun inflasi diperkirakan akan naik pada 2021, hal itu tidak akan cukup untuk mengangkat harga emas.
BACA JUGA
BERANI BERUBAH: Bule Banting Setir Jual Mie Ayam Murah Meriah "Ekonom Morgan Stanley memperkirakan inflasi AS akan naik sedikit di atas 2 persen selama dua tahun ke depan. Jadi emas bukan jenis skenario pelarian untuk inflasi yang paling cocok," katanya, mengutip laman Kitco, Senin (22/2/2021).
Lanjutnya, inflasi yang lemah ditambah dengan prospek ekonomi yang membaik, akan terus membebani harga emas.Â
"Momentum harganya buruk, artinya komoditas yang sering turun cenderung terus turun. Dan data ekonomi saat ini, yang membaik, sering kali berarti emas berkinerja buruk di aset lainnya," katanya.
Harga emas tengah "berjuang" untuk naik dengan adanya ekspektasi pertumbuhan ekonomi optimis yang mendorong imbal hasil obligasi lebih tinggi. Imbal hasil obligasi 10 tahun saat ini diperdagangkan pada 1,2 persen, tertinggi dalam periode hampir satu tahun.
Analis mencatat, kenaikan imbal hasil nominal menyebabkan imbal hasil riil juga jadi lebih tinggi. Hal ini meningkatkan biaya peluang emas sebagai aset non-imbal hasil.
Morgan Stanley sendiri optimis akan ekonomi AS karena prediksi adanya kenaikan aktivitas konsumen pada paruh kedua tahun ini.
Advertisement
Ekonomi AS
Dalam laporan terpisah, kepala ekonom Morgan Stanley Chetan Ahya mencatat, resesi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 telah merugikan pendapatan rumah tangga AS sebesar USD 400 miliar. Namun, disebutkan mereka juga telah menerima transfer lebih dari USD 1 triliun.
"Rumah tangga telah mengakumulasi kelebihan simpanan sebesar USD 1,5 triliun, yang diperkirakan akan meningkat menjadi USS 2 triliun (9,5 persen dari PDB) pada awal Maret setelah paket fiskal tambahan diberlakukan," kata Ahya dalam laporan tersebut.
"Kami berpendapat kebijakan ini menghindari efek pandemi secara signifikan. Selain itu, dampak guncangan eksogen kemungkinan akan memudar, dan kami memperkirakan lonjakan permintaan saat ekonomi dibuka kembali musim semi ini," tuturnya.
Morgan Stanley juga memprediksi ekonomi AS tumbuh 6,5 persen tahun ini, diikuti oleh pertumbuhan 5 persen pada 2022.
"Perkiraan ini menyiratkan bahwa PDB AS akan meningkat di atas batas sebelum Covid-19 setelah kuartal 3 2021 dan akan lebih tinggi pada tahun 2022 daripada yang kami perkirakan jika tidak ada pandemi. Itu hasil yang sangat luar biasa," katanya.