Sukses

Kepala BKPM: Negosiasi dengan Tesla Masih Jalan

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menekankan bahwa peluang untuk bekerja sama dengan Tesla selalu terbuka.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan belum ada keputusan mengenai batalnya investasi Tesla di Indonesia. Proses negosiasi masih berjalan.

"Kalau Tesla itu masih dalam negosiasi, gagal itu kalau sudah ada keputusan. Ini kan masih negosiasi," kata Bahlil dalam webinar PT Krakatau Bandar Samudera pada Rabu (24/3/2021).

Bahlil menekankan bahwa peluang untuk bekerja sama harus selalu terbuka.

"Pengusaha itu kalau tidak ada peluang harus menciptakan peluang. Tidak boleh pesimis, selalu harus terbuka," ungkapnya.

Tesla dikabarkan akan memilih India untuk berinvestasi dalam pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik (EV battery). Pemerintah Indonesia saat ini tengah fokus merealisasikan rencana menjadikan Indonesia sebagai pasar besar untuk baterai kendaraan listrik, dan Tesla disebut sebagai salah satu perusahaan yang tertarik berinvestasi.

Bahlil mengatakan, di masa depan adopsi mobil listrik berbasis baterai akan semakin besar. Pada 2028 - 2030, 60 hingga 70 persen mobil di Eropa sudah harus bergeser ke mobil listrik.

"80 persen dari total bahan baku baterai mobil itu ada di Indonesia. Dengan kata lain, Indonesia ke depan akan menjadi negara penghasil baterai terbesar," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tesla Pilih Investasi di India Ketimbang Indonesia, Gara-Gara Pajak?

Sebelumnya, pabrikan kendaraan listrik Tesla untuk memilih India untuk membangun pabrik alih-alih di Indonesia mesti jadi pelajaran buat pemerintah. Ekosistem investasi nasional masih jadi momok buat investor global menanamkan modalnya di tanah air.

Direktur Eksekutif Indef Ahmad Tauhid mengatakan, biaya investasi yang akan dikeluarkan Tesla di India jauh lebih murah dibandingkan Indonesia. Itu alasan mengapa Indonesia gagal dipilih Tesla.

“Terkait biaya investasi, ada dua hal mengapa Tesla akhirnya lebih memilih India, pertama adalah soal pajak, di Indonesia meskipun ada keringanan pajak kendaraan listrik, namun buat Tesla iklim pajak di India jauh lebih baik dibandingkan Indonesia,” ungkapnya, dikutip Rabu (24/2/2021).

Iklim pajak dijelaskan Ahmad tak cuma soal tarif melainkan soal kemudahan, serta birokrasi yang lebih cepat dan mudah. Adapun alasan kedua adalah soal tenaga kerja, industri kendaraan listrik di India telah jauh lebih berkembang dibandingkan di Indonesia. Alhasil tenaga kerja di India memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan di Indonesia yang baru memulai pengembangan industri kendaraan listrik.

Akumulasi hal-hal tersebut yang menurut Ahmad jadi alasan Tesla mengurungkan niatnya melakukan ekspansi di Indonesia. Ia menilai investasi yang dikeluarkan Tesla di Indonesia akan jauh lebih mahal dibandingkan di India.

“Kalau soal SDM (sumber daya manusia) memang cukup butuh waktu panjang untuk pengembangannya, makanya pemerintah mesti menciptakan iklim yang mendukung investasi, pajak yang lebih murah misalnya, karena ini bukan cuma jadi kendala Tesla, sejumlah perusahaan asal Jepang juga sering mengeluhkan hal ini,” sambungnya.