Liputan6.com, Jakarta - Staf Ahli PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati mengatakan, program bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Indonesia Pintar (PIP) lebih tepat sasaran dibandingkan program subsidi pemerintah. Menyusul penerima manfaat kedua bansos tersebut lebih didominasi oleh kelompok miskin.
Adapun dalam hal ini program subsidi yang dimaksud ialah Rastra, LPG 3 Kg, Listrik, hingga Solar. Sebagaimana yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2015.
Baca Juga
"Di lihat dari ketepatan sasaran bantuan bansos dibandingkan subsidi, Program PKH dan PIP lebih banyak dinikmati oleh kelompok miskin. Artinya lebih tepat walau dari data Susenas yang cukup lama," kata dia dalam acara Forum Satu Data Indonesia Tingkat Pusat Tahun 2021, Senin (1/3/2021).
Advertisement
Sementara, menurut Vivi, untuk program Subsidi Rastra, LPG 3 Kg, dan Listrik cenderung rata di seluruh pengeluaran. "Meskipun kelompok menengah menikmati subsidi lebih banyak," ungkap dia.
Sedangkan untuk program Subsidi Solar justru lebih banyak dinikmati oleh penduduk kaya. "Karena menggunakan distribusi terbuka atau non-targetted," bebernya.
Kendati demikian, dia tidak merinci informasi lebih lanjut terkait jumlah penerima manfaat. Termasuk juga jumlah anggaran yang telah di gelontorkan negara untuk membiayai berbagai program subsidi tersebut.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
4 Hambatan yang Bikin Integrasi Data Bansos Tak Mulus
Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Taufik Hanafi, mengatakan data bantuan Pemerintah saat ini masih belum terkonsolidasi dengan baik, lantaran masih terdapat 4 tantangan yang harus dihadapi untuk mengintegrasikan data tersebut.
“Beberapa tantangan penting yang kita hadapi mulai dari. Pertama, belum adanya standarisasi yang kuat dan solid dalam data bantuan pemerintah,” dalam FGD Sistem Informasi Dana Bantuan Pemerintah Terintegrasi, Senin (1/3/2021).
Sehingga banyak terdapat data yang tidak lengkap, NIK tidak lengkap, penerima bantuan tidak disertai NIK, dan kurangnya pemutakhiran terhadap data lokasi domisili dan status pekerjaan.
Kedua, Tumpang tindih data yang mengakibatkan minimnya akurasi dalam penentuan target bantuan. Data penerima bantuan yang masih tumpah tindih, contoh terdapat KK yang menerima sembako regular dan sembako perluasan. Disisi lain, terdapat beberapa NIK dalam 1 KK yang menerima bantuan yang sama.
Ketiga, mekanisme verifikasi dan validasi belum tertata rapi sehingga masih ada duplikasi data. Duplikasi NIK yang sama digunakan oleh lebih dari satu orang dalam daftar penerima bantuan.
“Contoh, 1 NIK digunakan dengan 6 nama berbeda dalam penerima PKH, sehingga seluruh nama tersebut menerima bantuan PKH,” ujarnya.
Keempat, masih kurangnya SDM untuk komputasi dan analisa data sehingga masih ada data yang tidak padan. Tidak padannya data penerima bantuan PKH/sembako/usulan dengan data yang terdapat dalam DTKS dan data kependudukan (Disdukcapil).
Contoh, DTKS penerima bantuan berlokasi di Yogyakarta akan tetapi dalam Disdukcapil berlokasi di Brebes.
“Jadi 4 tantangan penting ini erat kaitannya dengan tata kelola data, Perpres satu data indonesia itu hadir untuk merespon berkaitan dengan tata kelola data. Kita akan fokus pada bagaimana kita memperkuat tata Kelola, sehingga data bantuan pemerintah itu bisa diintegrasikan dengan baik,” pungkasnya.
Advertisement