Sukses

Gigit Jari, Inilah Deretan Recall Kendaraan Termahal dalam Sejarah

Salah satu keputusan recall kendaraan termahal juga pernah dilakukan produsen mobil mewah, Porsche pada tahun 2014.

Liputan6.com, Jakarta Setelah adanya laporan 15 kasus kebakaran baterai mobil listrik buatan Hyundai di berbagai negara, produsen otomotif asal Korea Selatan ini memutuskan menarik atau melakukan recall 82 ribu unit mobil listrik dari pasar global. Mobil-mobil itu akan kembali masuk pabrik untuk dilakukan perbaikan dan penggantian baterai.

Dikutip dari CNN, Senin (1/3/2021), ini menjadi salah satu keputusan recall atau penarikan produk dengan biaya termahal yang pernah dilakukan perusahaan ini.

Hyundai menghabiskan biaya USD 11.000 atau sekitar Rp 150 juta untuk mengganti baterai satu unit mobil. Jika diakumulasikan, Hyundai akan merogoh kocek hingga USD 900 juta setara lebih dari Rp 12,6 triliun untuk memperbaiki semua mobil tersebut.

Biaya mahal tersebut cukup masuk akal, mengingat pengembangan kendaraan listrik saat ini masih terbilang baru sehingga biaya produksi terutama baterai juga terbilang mahal.

Bahkan diperkirakan biaya mengganti baterai mobil listrik hampir setara dengan biaya mengganti seluruh mesin mobil berbahan bakar fosil.

Salah satu keputusan recall kendaraan termahal juga pernah dilakukan produsen mobil mewah, Porsche pada tahun 2014.

Meski hanya menarik 785 mobil sport mewah tipe Porsche 911 GT3, diperkirakan biayanya jauh lebih mahal dibanding biaya yang dihabiskan oleh Hyundai.

Meski begitu, biaya perbaikan Hyundai tersebut tetaplah berkali lipat lebih mahal dibanding biaya penarikan mobil biasa.

Mike Held, Direktur bidang industri dan otomatif AlixPartners, sebuah perusahaan konsultan global di Michigan, AS, menyebut dalam sepuluh tahun terakhir rata-rata biaya penarikan produk hanya sekitar USD 500 atau Rp 7 juta per-unit.

Seperti yang dilakukan General Motors (GM) akhir tahun 2020. Perusahaan otomotif raksasa ini menggelontorkan biaya USD 1,2 miliar setara Rp 16,8 triliun untuk mengganti kantung udara Takata pada 7 juta unit mobil produksinya.

Jika dihitung, GM hanya menghabiskan kurang dari USD 200 sekitar Rp 3 juta untuk perbaikan satu unitnya.

"Secara keseluruhan, keamanan dan daya tahan baterai akan semakin penting jika perusahaan otomotif ingin menghindari sebagian besar biaya penarikan kembali baterai yang telah menimpa industri peralatan elektronik." sebut Held.

Mahalnya biaya Hyundai ini mengindikasikan masih belum terjangkaunya biaya produksi mobil listrik disebabkan masih mahalnya biaya baterai.

Padahal banyak analis memproyeksikan biaya produksi mobil listrik bisa lebih murah dibanding mobil konvensional. Karena sebagian besar mesin mobil listrik sudah terotomasi, serta waktu produksinya cenderung 30 persen lebih cepat dibanding pembuatan mobil konvensional.

 

Saksikan Video Ini

2 dari 3 halaman

Nasib Serupa Perusahaan Lain

Mobil listrik buatan Hyundai sudah berulang kali dilaporkan bermasalah. Sebagian besar terjadi saat mobil sedang mati.

Dikutip dari insideevs, seperti yang terjadi di Montreal, Kanada, mobil listrik Kona terbakar saat sedang diparkir di dalam garasi. Beda lagi dengan yang terjadi di Daegu, Korea Selatan, mobil Kona terbakar saat sedang mengisi daya.

Menjawab keresahan publik, Hyundai mengatakan penyeledikan atas kasus kebakaran menunjukkan sel baterai yang rusak bisa saja menyebabkan korsleting listrik. Sebagai informasi, LG Chem merupakan produsen utama baterai di mobil listrik buatan Hyundai yang terbakar tersebut.

Penarikan mobil listrik ini bukan hanya untuk tipe mobil listrik Kona, namun juga jenis Ionic EV dan bus listrik Elec City yang ada di Korea Selatan. Jumlahnya sekitar 27 ribu kendaraan listrik di Korea Selatan dan 55 ribu di negara lainnya.

Sebelum Hyundai, GM dan Tesla juga sempat terlilit masalah baterai yang terbakar pada produk mobil listrik buatan mereka. November 2020, lebih dari 68 ribu mobil listrik Chevrolet Bolt buatan GM terpaksa ditarik dari pasar usai adanya lima laporan kasus kebakaran.

Dalam keteranganya, GM menyebut penyebab kebakaran karena pengisian daya baterai yang berlebihan. Karenanya, perusahaan saat itu hanya melakukan pembaruan software baterai, bukan mengganti baterai seperti yang saat ini dilakukan Hyundai.

Begitupun dengan Tesla, di awal perilisan, mobil listriknya beberapa kali dilaporkan terbakar. Penyebabnya karena desain baterai yang berada di bagian bawah menyebabkan baterai mudah terbentur dengan bagian jalan dan menyebabkan kerusakan. Tesla melakukan perbaikan dengan mendesain ulang pada bagian pelindung baterai.

Meski LG Chem juga menjadi penyuplai utama baterai untuk mobil listrik Chevrolet Bolt milik GM, namun diketahui baterai yang dipakai GM dan Hyundai adalah tipe yang berbeda.

Kementerian Transportasi Korea Selatan tampaknya menyalahkan LG Chem atas kejadian nahas tersebut.

Dalam tanggapannya, LG Chem membantah kesalahan terjadi pada produksi baterainya. Meski begitu, LG Chem juga menyebut akan terlibat dalam investigasi tersebut bersama pemerintah Korea Selatan.

"Api tidak muncul kembali dalam uji lab, dan masalahnya adalah masalah produksi massal awal di jalur khusus Hyundai Motors," sebut LG Chem dalam pernyataannya.

Hyundai sendiri masih dalam pembicaraan dengan LG Chem menyangkut pihak mana yang akan menanggung biaya ganti rugi tersebut.

 

3 dari 3 halaman

Penyebab Kebakaran Baterai

Baterai lithium yang banyak dipakai di kendaraan listrik bisa terbakar disebabkan oleh sejumlah faktor. Terutama jika baterai sudah rusak, kesalahan produksi atau bisa karena software yang dipakai untuk melindungi baterai dari kelebihan atau kekurangan daya tidak berfungsi maksimal.

Selain itu, meningkatnya permintaan terhadap kendaraan listrik menyebabkan banyak produsen dan peneliti melakukan inovasi untuk membuat baterai yang memiliki daya simpan listrik yang besar namun dikemas seminimalis mungkin. Cara ini disebut sebagai upaya meningkatkan kepadatan energi di dalam baterai.

Ken Boyce, direktur di Underwriters Laboratories, sebuah lembaga pengujian dan keamanan produk, memperingatkan, semakin banyak energi dalam baterai berarti makin banyak pula energi yang berpotensi tumpah di luar kendali jika terjadi kesalahan.

"Bukannya kepadatan energi yang meningkat membuatnya lebih berbahaya, ini hanya berarti bahwa jauh lebih penting untuk memastikan bahwa keselamatan benar-benar dikelola secara holistik dan sangat efektif," ujarnya.

Selain itu, kasus kebakaran baterai lithium disebutkan Boyce terhitung jarang terjadi, hanya 1 kasus berbanding 12 juta sel baterai. Namun, meningkatnya konsumsi baterai sebut Boyce berarti peluang terjadinya kebakaran baterai akan makin besar pula.

Reporter: Abdul Azis Said