Sukses

Lampiran Perpres soal Miras Dicabut, Bagaimana Nasib Investasi di Indonesia?

Presiden Jokowi mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 terkait izin investasi miras (minuman keras) sebagai keputusan baik.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, menilai langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 terkait izin investasi miras (minuman keras) sebagai keputusan baik.

Piter mengatakan, dicabutnya izin investasi miras di empat wilayah tersebut tak akan serta Merta menyurutkan minat penanaman modal asing ke Indonesia.

"Pencabutan Kebijakan Itu bagus saja. Tidak akan banyak pengaruhnya terhadap minat investasi kita. Bidang investasi kan tidak hanya itu," kata Piter kepada Liputan6.com, Selasa (2/3/2021).

Pemerintah disebutnya telah menunjukan kepekaan atas hal yang sensitif dengan pencabutan izin investasi miras. "Walaupun sekali lagi menunjukkan pemerintah tidak cukup dalam melakukan kajian atas suatu kebijakan," ujarnya.

Menurut pandangannya, izin investasi minuman beralkohol turut dicantumkan dalam Perpres 10/2021 karena didasarkan pada beberapa realitas. Seperti produksi miras tradisional yang sudah jadi bagian dalam perekonomian Indonesia, namun tidak diatur dengan baik.

"Di Bali bahkan ada pabrik wine yang sudah punya brand global. Produksi wine di Bali berpotensi tidak hanya memenuhi kebutuhan Bali, bahkan juga untuk ekspor," ungkap Piter.

"Investasi miras itu negatif list untuk asing, tapi investasi dalam negeri tidak negatif. Buktinya selama ini sudah ada produksi miras lokal," dia menambahkan.

Meski demikian, Piter menganggap keputusan pencabutan izin investasi miras tidak akan melemahkan gairah investasi ke Indonesia yang selama ini digelorakan oleh pemerintah.

"Dampaknya terhadap masuknya investasi asing sendiri tidak Akan besar. Karena bagaimanapun pasar kita Itu bukan pasar yang menarik untuk investasi ini. Kalau pun ada investasi masuk saya kira hanya di beberapa daerah, saja khususnya Bali," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Jokowi Cabut Izin Investasi Miras, MUI: Tak Sejalan dengan Kemaslahatan Umat

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut lampiran dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang izin investasi minuman keras atau miras di empat wilayah. Jokowi membatalkan Perpres tersebut setelah menerima masukan dari beberapa kelompok masyarakat, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Ketua MUI Pusat Cholil Nafis mengatakan, tugas negara yang direpresentasikan oleh pemerintah adalah untuk mewujudkan kemaslahatan publik dengan kebijakan yang diambil.

"Terkait ditandatanganinya Perpres 10/2021 yang setelah dikaji ada sisi yang perlu diluruskan, maka Majelis Ulama Indonesia semata mengingatkan bahwa ada aturan yang tidak sejalan dengan prinsip kemaslahatan umat," tegas Cholil dalam sesi teleconference, Selasa (2/3/2021).

Diutarakan Cholil, MUI beserta para ulama telah mengumandangkan ketidaksetujuan terkait izin investasi miras sejak beberapa waktu lalu. Sebab, itu dianggap tidak sejalan dengan kepentingan perbaikan dan kebaikan masyarakat.

Oleh karenanya, MUI mengapresiasi Jokowi yang dinilai telah merespon secara bijak aspirasi yang bergulir di tengah masyarakat, utamanya pada penolakan investasi miras.

"Beberapa waktu lalu MUI sampaikan pandangan untuk kepentingan perbaikan dan kebaikan masyarakat. Hari ini Presiden RI telah merespon secara bijak aspirasi yang hidup di tengah masyarakat," ujar Cholil.

"Untuk itu, MUI sampaikan apresiasi yang sebesar besarnya atas keseriusan pemerintah atas respon cepat dari Presiden yang mendengar aspirasi masyarakat dan juga bersama komitmen teguhkan kemaslahatan bangsa," tandasnya. 

3 dari 3 halaman

Menuai Pro dan Kontra

Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dalam Perpres tersebut diperbolehkan investasi minuman miras (Miras).

Namun, ternyata peraturan ini dianggap sangat kontroversial. Sebagian besar masyarakat Indonesia bahkan menolak kehadiran aturan tersebut.