Liputan6.com, Jakarta - Senior Economist Standard Chartered Bank, Aldian Taloputra memproyeksikan tren penurunan suku bunga acuan atau BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) sudah berakhir. Menyusul, ruang penurunan yang kian sempit.
"Kami percaya mungkin ruang BI untuk turunkan suku bunga sudah selesai. Setelah kemarin pangkas suku bunga, kami pikir ruang untuk turunkan lebih jauh lagi itu agak sulit," kata dia dalam konferensi pers virtual World of Wealth (WOW) 2021, Rabu (3/3).
Baca Juga
Dia bilang, sulitnya BI melanjutkan kebijakan tren penurunan suku bunga acuan itu berdasarkan pertimbangan tren kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat atau US Treasury Bond (T-Bond) yang saat ini sedang terjadi. Di mana, imbal hasil T-bond kini di kisaran 1,5 persen dari awal tahun hanya 1 persen.
Advertisement
"Sehingga, ini memberikan tantangan untuk BI jika terus turunkan suku bunga ke depan," bebernya.
Kendati demikian, pihaknya optimis, BI masih tetap loyal untuk melanjutkan kebijakan moneter yang bersifat lebih akomodatif. Mengingat, bank sentral punya ruang untuk melakukan stimulus ekonomi melalui kebijakan pelonggaran likuiditas atau quantitative easing dengan pembelian SBN.
"Jadi, meskipun nanti suku bunga sudah enggak bisa turun lagi. Akan tetapi kami pikir BI masih akan terus melakukan injeksi likuiditas melalui pembelian surat utang negara," pungkasnya.
Â
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terendah Sejak 2013
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya dari waktu ke waktu tentu saja akan melihat berbagai indikator, baik di tingkat ekonomi global, domestik, inflasi, nilai tukar rupiah, hingga sektor pembiayaan. Sehingga, Bank Indonesia bisa memilih instrumen apa yang tepat untuk bidang moneter, khususnya dalam menetapkan kebijakan suku bunga acuan.
"Kalau mengenai suku bunga dengan penurunan ini kan 3,5 persen. 3,75 persen yang sebelumnya itu sudah terendah sejak 2013. Dengan penurunan hari ini tentu saja ruang-ruang penurunan suku bunga itu semakin terbatas," ujar Perry dalam sesi teleconference, Kamis (18/2).
Namun, itu bukan berarti Bank Indonesia tidak punya pilihan lain. Dia memaparkan beberapa pilihan lain yakni dengan quantitative easing, pelonggaran kebijakan makro prudensial, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan terutama mendorong percepatan digitalisasi sistem pembayaran.
"Ini akan bisa mendorong pemulihan ekonomi nasional, khususnya dari sektor retail dan UMKM. Ini akan jadi daya dukung pemulihan ekonomi juga ke depan, termasuk UMKM syariah," ucap Perry.
Sulaeman
Merdeka.com
Advertisement