Sukses

Buat Regulasi Perangi Predatory Pricing, Kemendag Jangan Gegabah

Kemendag harus melakukan kajian mendalam dalam pembuatan regulasi Predatory Pricing supaya tepat sasaran dalam penerapannya.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menanggapi langkah Kementerian Perdagangan (kemendag) untuk memberantas predatory pricing terutama di e-commerce.

Meski niatnya baik, Tulus mengingatkan agar Kemendag melakukan kajian mendalam dalam pembuatan regulasi tersebut supaya tepat sasaran dalam penerapannya.

"Kemendag jangan tergopoh-gopoh mengatur itu hanya karena ada pernyataan Presiden. Harus dilakukan kajian mendalam soal barang yang ada di e-commerce. Apakah Kemendag bisa atur dari sisi pasar, jangan hanya mengatur tapi tidak bisa diimplementasi," ujar Tulus saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (5/3/2021).

Tulus melanjutkan, harga yang tercantum di platform e-commerce adalah harga pasar alias harga bebas sehingga harusnya Kemendag tidak ikut campur dalam penentuan harga.

"Kalaupun ada dugaan predatory pricing, itu ranahnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Itu kan ada UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, itu yang harus dioptimalkan, bukan malah pemerintah intervensi harga," katanya.

"Jadi pemrintah ini kebalik, melakukan yang nggak harus dilakukan, tapi nggak melakukan yang harus dilakukan," ujar Tulus.

Alih-alih, Kemendag bisa mengatur soal kualitas produk, keandalan produk, pembinaan UMKM hingga melindungi konsumen yang sering tertipu ketika belanja e-commerce. "Bahkan itu yang lebih urgent," tandasnya.

Tulus juga mengkritik narasi 'benci produk asing' yang digaungkan Presiden Jokowi, karena pada kenyataannya, Indonesia masih memerlukan produk impor dalam kehidupan sehari-hari.

"Itu blunder, salah besar. Cintai produk dalam negeri memang bagus, tapi membenci produk asing blunder. Karena kita dari ujung rambut sampai ujung kaki masih impor, makan tempe saja kedelainya impor," kata Tulus.

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jokowi Wanti-Wanti Bahaya Predatory Pricing: Bisa Membunuh

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan Indonesia bukan bangsa yang menganut proteksionisme, namun Indonesia juga tidak akan menjadi korban dari praktik perdagangan dunia yang tidak adil.

“Saya juga tegaskan kita juga bukan bangsa yang menyukai proteksionisme, tidak, karena sejarah membuktikan kalau proteksionisme itu justru merugikan,” kata Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional XVII Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tahun 2021, dari Istana Kepresidenan Bogor, dikutip dari Antara, Jumat (5/3/2021).

Indonesia, kata Presiden Jokowi, menganut keterbukaan ekonomi dan kerja sama. Dia meminta para pengusaha untuk memanfaatkan secara optimal potensi dalam negeri yang memiliki potensi pasar hingga 270 juta orang.

Di sisi lain Presiden Jokowi mengingatkan kepada siapapun untuk tidak menciptakan praktik perdagangan yang tak adil. Apalagi jika praktik perdagangan itu membunuh kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Presiden Jokowi meminta jajaran menteri di sektor ekonomi untuk memagari UMKM agar tidak menjadi korban permainan harga (predatory pricing).

“Sekarang ini banyak praktik predatory pricing. Hati-hati dengan ini bisa membunuh yang kecil-kecil. Berkali-kali saya sampaikan juga ke Pak Menteri, khususnya Mendag agar ini dipagari,” ujarnya.

Kepala Negara mengajak masyarakat untuk mencintai dan bangga terhadap produk dalam negeri. Sebaliknya, pelaku usaha dalam negeri juga harus membenahi diri. Produsen dalam negeri harus menciptakan produk dengan harga kompetitif, berkualitas, memiliki kemasan yang baik dan sesuai dengan permintaan pasar saat ini.

“Untuk menuju loyalitas dari konsumen kita, produk-produk dalam negeri, ya memang ada syarat-syaratnya, harganya kompetitif, kualitasnya baik. Ini dari sisi produsen. Harus terus memperbaiki kualitasnya, kemasannya, memperbaiki desainnya, agar ikuti tren,” jelas Presiden Jokowi.