Sukses

Kejar Target Terbesar Kelima di Dunia, Ekonomi Indonesia Harus Tumbuh 6,4 Persen per Tahun

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terbesar kelima di dunia pada 2045.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terbesar kelima di dunia pada 2045. Untuk menuju ke arah sana maka pendapatan masyarakat harus mencapai USD 23.000 per kapita.

Menteri Perdagangan (mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, untuk mengejar target tersebut setidaknya pertumbuhan ekonomi Indonesia harus menyentuh 6,4 persen per tahun. Untuk itu perlu melakukan berbagai upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut.

"Kalau kita nggak ngapa-ngapain kita tumbuh 5,1 persen, dan indonesia akan menjadi negara nomor 7 dunia dan per kapitanya kurang dari USD 20.000," kata dia dalam Rapat Kerja Nasional 2021, Jumat (5/4/2021).

Lufti mengungkapkan, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tersebut maka ada beberapa pilar yang harus dikejar. Pertama adalah investasi. Berdasarkan catatannya, pada 2018 kontribusi ke Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) adalah 34 persen. Sementara hari ini hanya 31 persen. Sedangkan untuk tumbuh tinggi investasi kontribusinya 39-40 persen, artinya 7,5 persen per tahun.

"Artinya kita tidak bisa membedakan investasi lokal atau internasional. Lokal sama internasional saja tidak bisa dibedakan, semua harus kita undang, salah satunya UU Cipta Kerja, untuk Indonesia maju medannya akan terbuka investasinya, kita mesti bersaing sebagai kelas dunia, ini yang mesti kita kerjakan," katanya.

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Manufaktur

Kedua sektor manufakturing. Dia mengatakan saat ini pendapatan Indonesia sebesar 22 persen berasal dari manufaktur. Untuk menjadi menjadi negara maju, maka sektor tersebut harus naik menjadi 32 persen.

"Perdagangan itu harus ditopang oleh konsumsi, hampir 59 persen dari konsumsi, oleh sebab itu, untuk ekspor impor tinggi, ini jaman kolaborasi, kita mesti membuka pasar untuk menjual lebih, karena kita masuk dalam global value chain, jadi bersaing bukan antara kita tapi juga pelaku," sebut dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com