Liputan6.com, Jakarta - Harga emas turun lebih dari 1 persen pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Penurunan ini menuju ke level terendah dalam 9 bulan.
Pendorong penurunan harga emas karena imbal hasil surat utang AS terus meningkat sehingga mendorong investor melepas emas. Selain itu, nilai tukar dolar AS juga terus Menguat.
Baca Juga
Mengutip CNBC, Selasa (9/3/2021), harga emas di pasar spot turun 1,1 persen menjadi USD 1.681.41 per ounce, setelah sempat mencapai level terendah sejak 5 Juni di USD 1.676,10 per ounce. Sedangkan harga emas berjangka AS ditutup turun 1,2 persen menjadi USD 1.678 per ounce.
Advertisement
Nilai tukar dolar AS naik ke puncak tertinggi dalam tiga bulan, sementara imbal hasil surat utang AS berjangka waktu 10 tahun bertahan di dekat level tertinggi lebih dari satu tahun.
“Ekonomi sedang pulih dan inflasi mulai terlihat yang pada akhirnya berarti imbal hasil obligasi memiliki ruang untuk bergerak lebih tinggi, ”kata kepala analis komoditas TD Securities Bart Melek.
Ia memperkirakan karena berbagai faktor tersebut harga emas bisa jatuh menuju USD 1.660 per ounce.
Melek juga mencatat bahwa lonjakan tak terduga dalam nonfarm payrolls AS dan pasar saham yang kuat lebih merupakan cerminan dari ekonomi yang membaik.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Maret 2021 Penuh Tekanan, Harga Emas Berisiko Terjun Bebas ke USD 1.600
Sebelumnya, pekan pertama Maret 2021 merusak emas dengan harganya menembus level psikologis USD 1.700 per troy ounce. Harga emas pun berisiko terjun ke USD 1.600.
Harga emas turun lebih dari USD 200 sejak awal tahun ini. Bahkan emas berjangka April Comex sempat diperdagangkan pada USD 1.699,10, turun 2,8 persen pada pekan ini.
Penyebab utamanya adalah meningkatnya imbal hasil Treasury AS 10-tahun, dan memicu penguatan dolar AS yang membebani emas. Pekan ini, pesan pimpinan Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, yang mengabaikan inflasi dan kenaikan imbal hasil tidak membantu.
"Kegagalan Powell untuk menahan kenaikan hasil obligasi baru-baru ini menghilangkan kilau emas. Ini telah memberikan prospek bullish jangka pendek untuk dolar, yang membebani emas. Kita akan melihat pasar obligasi berjalan bebas, dan saat ini ada beberapa tekanan jangka pendek yang dapat membuat emas rentan," kata analis pasar senior OANDA, Edward Moya, seperti dikutip dari Kitco pada Senin (8/3/2021).
Jika level dukungan utama tidak bertahan, menurut Moya, maka emas bisa terjun ke level USD 1.600. Ini kemungkinan akan menjadi titik terendah.
"Saya mengantisipasi bahwa saat ini kita bisa melihat USD 1.600, sebuah flash crash. Namun, di sanalah pembeli akan muncul dengan kuat. Ini akan menjadi titik beli yang menarik bagi banyak investor institusi," tutur Moya.
Advertisement