Liputan6.com, Jakarta Dari bisnis layanan televisi, maskapai penerbangan, pemilik bank terbesar hingga perusahaan minyak, miliarder atau orang terkaya di Ukraina Ihor Kolomoisky memegang kendali cukup penting di Ukraina.
Namun, nasibnya mungkin agak lebih suram usai Amerika Serikat mengenakan sanksi kepadanya atas dugaan korupsi dan pencucian uang.
Dikutip dari The Washington Post, Selasa (9/3/2021) Kementerian Luar Negeri AS belum lama ini menjatuhkan sanksi larangan masuk ke AS bagi Kolomoisky dan keluarganya.
Ini setelah taipan berusia 58 tahun tersebut dituding telah terlibat 'korupsi yang signifikan'. Salah satunya saat masih menjabat sebagai gubernur wilayah Dnipropetrovsk pada tahun 2014-2015.
"Melemahkan aturan hukum dan kepercayaan publik Ukraina pada lembaga demokrasi dan proses publik pemerintah mereka," sebut Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.
Uang panas tersebut diduga dipakai Kolomoisky untuk membeli sejumlah aset di luar negeri, termasuk beberapa diantarnya di Amerika Serikat.
Karena itu, tahun lalu, Departemen Kehakiman AS mengajukan gugatan perdata untuk menyita beberapa aset Kolomoisky yang diduga hasil dari tindakan ilegal pencucian uang.
Di antara aset tersebut ialah lebih dari 5 juta kaki persegi real estat komersial di Ohio; pabrik baja di Kentucky, West Virginia dan Michigan; pabrik pembuatan ponsel di Illinois; dan real estat komersial di Texas.
Penyitaan itu juga termasuk kepemilikan atas sebuah taman perkantoran di Dallas dan gedung PNC Plaza di Louisville. Semuanya diduga dibeli Kolomoisky lewat uang hasil korupsi selama bertahun-tahun.
Sanksi AS ini berbuntut panjang. Bukan hanya menyasar satu miliarder atau orang terkaya saja, AS bahkan mendesak Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky untuk melakukan reformasi terhadap bisnis di negara pecahan Uni Soviet tersebut. Terutama menangani masalah kroni bisnis yang menggurita.
Dalam rilisannya, Presiden Zelensky tidak menampik adanya dugaan oligarki bisnis yang kronis sebagaimana tudingan AS. Tidak menyebut nama Kolomoisky secara eksplisit, ia menyindir keberadaan para taipan di Ukraina yang mengeruk keuntungan dari monopoli pasar.
"Pertempuran dengan oligarki tidak hanya terjadi di ranah tanggung jawab kriminal. Ini juga tentang menciptakan kondisi di Ukraina, di mana bisnis dapat tumbuh dalam lingkungan yang transparan dan kompetitif, dan kelompok keuangan besar tidak akan dapat mendominasi pasar atau memengaruhi media dan keputusan politik," sebut Zelensky.
Saksikan Video Ini
2 dari 2 halaman
Gurita Bisnis Kolomoisky
Kolomoisky telah membangun gurita bisnis bertahun-tahun silam sejak tahun 1990an pasca runtuhnya Uni Soviet.
Ia juga dikenal sangat dekat dengan Presiden Ukraina, Volodimyr Zelensky. Atas kepemilikannya terhadap banyak bisnis vital di Ukraina, tidak heran jika media-media lokal di sana sering menyebutnya sebagai 'Benya'.
Dalam literatur Ukraina, nama 'Benya' ini merujuk pada gangster yang berdiri di belakang layar dan punya kendali besar terhadap dinamika politik dan ekonomi di Ukraina. Begitupun yang dilakukan Kolomoisky selama ini, ia terkenal dekat dengan para Presiden Ukraina.
Kolomoisky merupakan mantan pemilik bank pinjaman terbesar di Ukraina, PrivatBank yang melayani setengah dari penduduk Ukraina. Ia mendirikannya pada tahun 1990 bersama pebisnis lainnya, Hryhoriy Surkis dan Gennedy Boholyubov.
Dikutip dari Kyiv Post, pada tahun 2016, pemerintah Ukraina memutuskan menasionalisasi bank tersebut.
Bersamaan dengan proses pengalihan kepemilikan tersebut, ketiga taipan tersebut diduga terlibat dalam aksi penggelapan dana bank sebesar USD 5,5 miliar setara Rp 78 triliun.
Setahun kemudian, pemerintah Inggris memerintahkan pengadilan tinggi London untuk membekukan aset milik Kolomoisky dan Boholyubov di Inggris senilai USD 2,5 miliar yang setara lebih dari Rp 35,5 triliun.
Bukan hanya institusi keuangan, Kolomoisky juga punya sederet perusahaan energi. Empat dari sekian banyak perusahaan tambang batu bara miliknya, pada tahun 2019 lalu menghadapi kontroversi usai mengeruk untung dari konflik tajam antara Ukraina dan Rusia.
Kolomoisky mengendalikan sebagian besar saham di Synthesis Oil, Nafta Force, Record Systems dan Azonex. Tahun lalu, keempat produsen batu bara tersebut memperoleh untung USD 11 juta setara Rp 156 miliar dari hasil impor batu bara Rusia dan wilayah Ukraina timur kepada perusahaa listrik negara, Centrenegro.
Ini membuat geram publik Ukraina, pasalnya perusahaan Kolomoisky tersebut dianggap membuka keran dukungan terhadap bisnis musuh yang justru merugukan kepentingan dalam negeri.
Reporter: Abdul Azis Said
Advertisement