Sukses

Telan Dana Rp 5,5 Triliun, Peremajaan Sawit Rakyat Serap Banyak Tenaga Kerja

Pemerintah beserta stakeholder kelapa sawit lainnya bergerak cepat dalam pencapaian target Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) 2021.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah beserta stakeholder kelapa sawit lainnya bergerak cepat dalam pencapaian target Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) 2021. Salah satu upaya percepatan realisasi PSR ini adalah dengan dilakukannya Penandatanganan Kerja Sama Peremajaan Sawit Rakyat Melalui Kemitraan di Graha Sawala, Gedung Ali Wardana Kemenko Perekonomian.

Penandatanganan Kerja Sama pelaksanaan PSR antara 6 Perusahaan anggota dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan 1 Perusahaan Milik Negara yaitu PTPN VI dengan 18 KUD/Koperasi/Gapoktan anggota dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), yang berasal dari 6 Kabupaten yaitu Kotabaru (Kalsel), Serdang Bedagai (Sumut), Muaro Jambi dan Merangin (Jambi), Kampar dan Indragiri Hulu (Riau). Total luas lahan dalam perjanjian PSR ini sebesar 18.821 hektar.

Sesuai arahan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang sampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Musdhalifah Machmud, program peremajaan sawit rakyat ini merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan produktivitas kebun sawit rakyat.

"Selain sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada pekebun rakyat, PSR juga sebagai program Pemulihan Ekonomi Nasional yang mampu menyerap banyak tenaga kerja di masa pandemi Covid-19," kata Musdhalifah dalam keterangannya pada Rabu (10/3/2021).

Target peremajaan sawit rakyat pada tahun 2021 seluas 180.000 hektar dengan alokasi dana sebesar Rp5,567 triliun.

Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Pertanian dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bersama seluruh pemangku kepentingan industri sawit telah menyusun mekanisme peremajaan sawit rakyat yang lebih efektif dan efisien, termasuk melalui pola kemitraan antara perusahaan dan petani kelapa sawit.

Peran aktif dari Kepala Daerah di sentra kelapa sawit diperlukan untuk mendukung pelaksanaan percepatan peremajaan sawit rakyat di daerahnya. Sehingga target sebesar 540.000 hektar yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk 2020-2022 dapat tercapai.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Sawit Indonesia Bakal Melenggang di Pasar Eropa

Tekad Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk mempertahankan komitmen yang telah disepakati dalam kerangka kerja sama Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership (IE-CEPA) akhirnya sejalan dengan hasil referendum Swiss yang telah dilaksanakan pada 7 Maret 2021. Sebanyak 51,6 persen penduduk Swiss sepakat untuk mendukung IE-CEPA.

Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Eko S.A. Cahyanto menjelaskan, skema perjanjian perdagangan komprehensif IE-CEPA dinilai berpeluang untuk lebih meningkatkan akses pasar bagi produk industri Indonesia, termasuk produk sawit dan turunannya.

"Kami berpandangan bahwa IE-CEPA secara keseluruhan telah concluded pembahasannya oleh para pihak (Indonesia dan EFTA)," ujarnya di Jakarta, Rabu (10/3/2021).

Pada dasarnya, Swiss tidak perlu khawatir terkait isu keberlangsungan produk sawit Indonesia dan turunannya mengingat telah diterapkannya Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Sehingga, menurut Dirjen KPAII, Swiss tidak seharusnya membuat syarat baru dalam bentuk apapun, seperti peraturan terkait keberlangsungan produk sawit dan turunannya (palm oil sustainability) asal Indonesia. Hal ini menanggapi adanya kampanye yang melawan masuknya produk sawit asal Indonesia dan turunannya di Swiss.

"Kemenperin mendukung pemberlakukan sistem sertifikasi ISPO sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing produk sawit Indonesia dan turunannya di pasar ekspor, di mana tren konsumen ke depan akan semakin concern pada aspek keberlanjutan (sustainability)," paparnya.

Aadanya sistem sertifikasi keberlanjutan produk sawit Indonesia dan turunannya, konsumen produk sawit Indonesia dan turunannya akan mendapatkan jaminan produk yang lestari berkelanjutan (sustainable), berwawasan lingkungan (pro environment), dan mampu telusur asal muasalnya (traceability)

"Indonesia memiliki potensi besar untuk mengisi kebutuhan produk industri di Eropa, yang selama ini sebagian besar pemenuhan kebutuhan akan produk sawit dan turunannya berasal dari negara transit seperti Pantai Gading, Kepulauan Solomon, dan Malaysia," sebut Eko.

Oleh karena itu, Kemenperin akan terus mendorong ekspor produk sawit dan turunannya ke Swiss, langsung dari Indonesia sebagai negara produsen. Adapun produk hilir sawit yang potensial untuk masuk ke pasar Uni Eropa, termasuk Swiss, antara lain adalah lemak padatan pangan (confectionary), personal wash (sabun, fatty acid, fatty alcohol, glycerin), hingga bahan bakar terbarukan (biodiesel FAME).

Apalagi, selama ini sektor perkebunan kelapa sawit dan industri produk sawit dan turunannya memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

3 dari 3 halaman

Devisa

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan, devisa ekspor dari produk sawit dan turunannya menyentuh USD22,97 miliar pada tahun 2020.

"Sepanjang tahun 2020, produksi produk sawit dan turunannya diproyeksi 51,6 juta ton. Bahkan, industri ini mendorong kesejahteraan masyarakat khususnya di wilayah terdalam, terluar, dan perbatasan, mengingat 40 persen dari total luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang mencapai 5,72 juta hektar merupakan perkebunan rakyat,"paparnya.

Mengenai keberlanjutan industri produk sawit Indonesia hulu-hilir, Kemenperin pun terus berkomitmen memberikan dukungan pada program biodiesel 30 persen (B30) yang untuk tahun ini memiliki target alokasi penyaluran 9,20 juta kiloliter. Komitmen tersebut juga bertujuan menjaga stabilitas harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), melalui serapan produksi minyak sawit untuk kebutuhan dalam negeri.

Selain itu, Kemenperin juga mendukung program Peremajaan Sawit Rakyat/PSR (Replanting) melalui upaya mendorong penggunaan sarana produksi pertanian produksi dalam negeri, yang tentunya akan menggerakkan industri permesinan di tanah air.

"Dengan adanya program mandatory biodiesel dan PSR (Replanting), maka struktur industri perkelapasawitan hulu-hilir Indonesia akan semakin mantap, sehingga industri ini akan semakin berkelanjutan di masa mendatang," tegasnya.

Sulaeman

Merdeka.comÂ