Liputan6.com, Jakarta - Bea Cukai bersama Korpolairud Baharkam Polri melaksanakan operasi patroli laut bersama selama 14 hari mulai tanggal 18 Febuari hingga 3 Maret 2021. Operasi dilaksanakan di wilayah Pesisir Timur Sumatera sebagai wilayah dengan tingkat kerawanan yang sangat tinggi terutama atas kegiatan penyelundupan menggunakan High Speed Craft (HSC).
Direktur Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai, Bahaduri Wijayanta, menjelaskan pelaksanaan operasi bersama ini merupakan wujud komitmen kedua aparat penegak hukum untuk menjaga keamanan wilayah laut Indonesia dari tindak kejahatan di laut yang dapat merugikan perekonomian negara dan mengganggu stabilitas keamanan nasional.
Baca Juga
“Bea Cukai dalam mengawasi lalu lintas barang impor dan ekspor, juga punya kewenangan patroli laut sesuai dengan mandat peraturan perundang-undangan yang menjadi salah satu bagian dari mata rantai pengawasan laut nasional,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (12/3/2021).
Advertisement
Kantor yang terlibat dalam pelaksanaan operasi ini meliputi seluruh Kantor Bea Cukai dan Kepolisian di wilayah Sumatera mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bangka Belitung dan Lampung.
“Bea Cukai mengerahkan total 29 unit kapal patroli yang terdiri dari 8 kapal jenis FPB dan kapal jenis speedboat dengan total personil sebanyak 257 orang,” sebut Wijayanta.
Lebih detail, Wijayanta mengungkapkan, selama periode operasi tersebut Bea Cukai telah melakukan pemeriksaan terhadap lima kapal yang diduga melakukan kegiatan penyelundupan barang berupa miras, rokok, ballpress dan barang lainnya dengan total potensi kerugian negara mencapai Rp 7 milliar.
Selain itu, juga telah dilakukan penyerahan perkara berupa satu buah boat pancung tanpa nama dari Polda Kepri ke Bea Cukai Batam.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Patroli Fiskal
Menurut Wijayanta, patroli laut Bea Cukai yang berfungsi sebagai patroli fiskal saat ini mendapat tantangan yang luar biasa atas kegiatan penyelundupan barang-barang seperti narkotika, miras, rokok, baby lobster, ballpress dan barang lainnya yang diangkut menggunakan kapal berkecepatan tinggi diatas 50 knot atau biasa disebut High Speed Craft (HSC) dan kapal kargo lain dimana saat sedang berlayar sering tidak menghidupkan AIS(Automatic Identification System) sehingga menyulitkan aparat untuk mengidentifikasi keberadaan kapal tersebut.
“Operasi ini juga dilaksanakan atas dasar pemahaman bahwa satu instansi saja tidak akan mampu untuk menyelesaikan kompleksitas permasalahan di wilayah laut Indonesia,” ujarnya.
Bea Cukai dan Korpolairud Baharkam Polri, kata Wijayanta, memiliki komitmen bahwa strategi yang tepat adalah konsep unity of effort dimana konsep ini menekankan pada pola sinergi dan kolaborasi bagi seluruh aparat penegak hukum di laut tanpa menghilangkan kewenangan masing-masing instansi.
Indikasi keberhasilan sinergi operasi patroli laut Bea Cukai bersama Polairud di wilayah pesisir Sumatera adalah berkurangnya tingkat penyelundupan impor maupun ekspor dan terciptanya keamanan dan ketertiban umum selama masa pandemi.
“Diharapkan sinergi patroli laut ini dapat terus dilakukan sebagai implementasi konsep unity of effort dalam rangka menjaga keamanan dan keselamatan laut Indonesia,” pungkas Wijayanta.
Advertisement