Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tidak main-main untuk memberantas para pemalsu, termasuk juga pemalsu meterai. Keberadaan pemalsu ini merugikan negara. Untuk memberantas para pemalsu ini, pemerintah pun nenetapkan hukuman yang berat yaitu penjara hingga 7 tahun.Â
Terbaru, Polda Metro Jaya berhasil mengamankan sebanyak enam orang tersangka peredaran meterai palsu nominal Rp 6.000 dan Rp 10.000. Akibat dari pemalsuan tersebut negara mengalami kerugian mencapai kurang lebih Rp 37 miliar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, keenam pelaku pemalsu meterai tersebut jelas merugiakan negara. Para pelaku nantinya akan dijerat dengan pasal berlapis dengan masa hukuman yang berbeda.
Advertisement
"Ancamannya cukup tinggi kami akan lapis mereka semuanya 7 tahun penjara, ada yang 6 tahun penjara, karena ini terus terang merugikan keuangan negara cukup besar," jelas Yusri dalam konferensi pers, Rabu (17/3/2021).
Dia menjelaskan, keenam tersangka dilapis dengan pasal KUHP 251, 256, dan 257 dan juga Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai,
"Bahkan kami lapis lagi dengan UU Nomor 8 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang," jelasnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Peran Tersangka
Yusri mengungkapkan dari keenam orang tersangka memiliki peran masing-masing. Satu orang pelaku menjadi otak pemalsuan materai dengan inisial S. S adalah DPO dari kasus 1,5 tahun lalu dengan kasus yang sama.
"S ini adalah otaknya pada saat itu melarikan diri dan kita temukan dan dia masih bekerja hal yang sama. Dia perannya adalah pemilik mesin-mesin. Dia kita amankan di rumahnya di Bekasi, tempat mereka melakukan pemalusan materai palsu ini," jelas dia.
Kedua, tersangka dengan inisial DST. DST berperan sebagai pemesan kepada saudari WID. WID sendiri adalah tersanngka ketiga seorang perempuan yang mengelola satu akun untuk memasarkan materai palsu. "Setiap WID melakukan pemasaran yang beli sudah 2-4 kali dia ubah akunya untuk menghindari pelacakan aparat," jelas dia.
Yusri melanjutkan, yang mengajari WID adalah suaminya sendiri. Suaminya adalah napi di lapas Salemba dengan kasus yang sama. "Dialah yang mengajari pembuatan akunya mengajari untuk memasarkan barang-barang palsu ini, dia napi sejak 2018 dengan vois 3 tahun lebih. Sekarang masih dan kita tetapkan dia sebagai tersangka inisianya adalah ASR," jelasnya.
Kemudian tersangka kelilma inisialnya adalah SMK. SMK berperan sebagai mendesain. Dia mengakui desain dilakukan tersangka ini hampi mendekati sempurna, bahkan sepintas memang mirip dengan yang asli. "Kalau sepintas tidak ada bedanya. Jadi mereka punya peran masing-masing," jelasnya.
Selanjutnya keenam adalah AND. Dia berperan menyiapkan hologram. Dan terakhir, ketujuh masih DPO yakni MSR. Dia berperan sebagai pejait, yang membuat lubang-lubang pada materai.
"Enam tersangka kita amankan, satu DPO. Kita masih kembangkan lagi apakah kemungkinan masih ada karena sudah 3,5 tahun. Ini masih kami dalami dengan Ditjen Pajak," jelasnya
Dwi Aditya PutraJournalist at Merdeka.com
Â
Advertisement