Sukses

Survei OCED: PDB Indonesia akan Tumbuh 4,9 Persen di 2021

Survei Ekonomi OECD Indonesia memproyeksikan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan pulih sebesar 4,9 persen pada tahun 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Survei Ekonomi OECD Indonesia memproyeksikan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan pulih sebesar 4,9 persen pada tahun 2021. Sementara pada 2022, PDB mengalami pertumbuhan sebesar 5,4 persen, setelah penurunan sebesar minus 2,07 persen yang terjadi pada tahun 2020.

"Survei memproyeksikan PDB Indonesia akan pulih sebesar 4,9 persen pada tahun 2021 dan 5,4 persen pada tahun 2022," kata Sekretaris Jenderal OECD, Angel Gurria, saat mempresentasikan Survei tersebut kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, Kamis (18/3).

Hasil survei mengatakan pemulihan dari guncangan ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19 akan terjadi secara bertahap dan bergantung pada evolusi situasi kesehatan, dengan risiko penurunan yang cukup besar. Ketidakpastian akan membebani investasi dan pariwisata kemungkinan besar akan tetap tertekan untuk beberapa waktu.

Dukungan untuk rumah tangga dan perusahaan harus terus berlanjut selama diperlukan, setelah itu upaya harus difokuskan pada membawa lebih banyak pekerja ke dalam perekonomian formal, meningkatkan keterampilan, dan meningkatkan iklim bisnis dan investasi.

“Indonesia sedang menghadapi tantangan terberatnya sejak krisis 1997. Dengan reformasi yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan energi dan bakat dari populasi mudanya dan membuat ekonomi bergerak maju lagi, ”katanya.

“OECD ada di sini untuk membantu, dengan Program Kerja Bersama keempat untuk tahun 2022-24 yang kami harap juga akan mendukung Kepresidenan G20 Indonesia 2022," sambung dia.

Dia memahami pandemi Covid-19 mempersingkat masa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan yang telah menyebabkan PDB per kapita meningkat dari 19 persen dari rata-rata OECD pada tahun 2001 menjadi 29 persen pada tahun 2019. Kontribusi Indonesia terhadap PDB ASEAN berlipat ganda selama periode yang sama dari 17 persen menjadi 35 persen.

"Penurunan saat ini dapat mendorong hingga 10 juta orang ke dalam kemiskinan, menambah 26 juta yang diklasifikasikan sebagai miskin ketika virus menyerang," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pengangguran

Bahkan sebelum krisis, kekurangan keterampilan dan pengangguran kaum muda yang tinggi menjadi perhatian. Survei merekomendasikan untuk meningkatkan pendidikan kejuruan dan pelatihan orang dewasa, dengan penekanan pada keterampilan digital.

Pendidikan anak usia dini yang lebih baik juga dapat meningkatkan kinerja di kemudian hari dan membantu mengurangi ketidaksetaraan. Selain itu, mendapatkan lebih banyak orang terutama wanita, migran internal, dan pekerja asing ke dalam pekerjaan akan menjadi kunci untuk mengurangi tekanan populasi yang menua.

Dalam survei tersebut OECD juga menggarisbawahi perlunya tindakan segera untuk mengatasi pendapatan pajak Indonesia yang rendah. Kepatuhan pajak yang buruk, pengecualian yang murah hati dan pengurangan tarif yang meluas, dengan kurang dari 8 juta orang membayar pajak penghasilan pribadi, membuat rasio pajak terhadap PDB Indonesia sudah hanya 11,9 persen pada tahun 2018, jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 34,3 persen dan setengahnya lebih tinggi seperti di negara berkembang G20.

Pemerintah memperkirakan pendapatan pajak mungkin turun 20 persen pada tahun 2020. Setelah ekonomi keluar dari resesi, meningkatkan lebih banyak pendapatan dari pajak properti yang menyumbang hanya 2 persen dari pendapatan pajak versus 6 persen di seluruh OECD akan membantu mengatasi ketidaksetaraan kekayaan sambil berkontribusi pada anggaran pemerintah daerah.

Beberapa cara bisa dilakukan mlalui peningkatkan tarif pajak tertentu misalnya untuk tembakau, serta memperluas basis pajak, menutup celah dan meningkatkan kepatuhan pada pajak penjualan juga dapat membantu menopang pendapatan.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com