Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai stok beras yang tak terjual oleh Bulog berpotensi merugikan keuangan negara.
“Kalau ditanya ada kerugian apa nggak, ya pasti ada. Ketika dulu diadakan itu waktu pengadaan apakah dari impor atau dari domestik, katakanlah satu kilogram itu misalnya Rp 8.000, nah ketika sudah rusak itu kan nggak mungkin bisa dilepas dengan harga segitu lagi. itu potensi kerugiannya bisa dihitung dari selisihnya itu,” ujar Khudori Kamis (18/3/2021).
Baca Juga
Ketidakmampuan Bulog menjual atau mengeluarkan stok beras yang tersedia menurutnya juga menjadi alasan mengapa Bulog menolak impor. Ditambah menurut Khudori, kualitas beras yang tersedia di gudang Bulog berpotensi rusak karena merupakan sisa impor pada 2018-2019.
Advertisement
“Nah ketika pada saat dikatakan bahwa impor-impor harus dilakukan sementara di gudang Bulog itu sudah potensial rusak, kalau tidak dikeluarkan. Sementara penyaluran outlet yang pasti tidak ada, ini kan perjudiannya semakin besar itu potensi untuk terjadi tidak terurus semakin besar. Itu saya kira kepentingannya ya itu pak buwas teriak-teriak,” ujarnya.
Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Dewan Ketahanan Pangan ini menjelaskan Bulog seperti kehilangan pasar setelah pemerintah pada 2017 mengubah kebijakan bantuan dalam bentuk beras yang bernama raskin dan rastra menjadi bantuan tunai.
“Dulu ketika masih ada raskin, ada rastra, outlet penyaluran yang pasti untuk beras Bulog kira-kira 2,8-3 juta ton per tahun. Saya kira penjelasannya kenapa bulog itu menyerap beras produksi domestik dalam jumlah kecil, karena sepertinya tidak ingin berjudi karena beras dalam jumlah banyak, terus outlet penyalurannya itu semakin kecil bahkan tidak ada, itu kan dia harus bertarung dengan pelaku usaha yang lain termasuk merintis bisnis komersial itu ya, yang itu outletnya tidak pasti,” jelas Khudori.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Beras Sisa Impor
Khudori mengatakan stok beras sisa impor 2018-2019 milik Bulog berpotensi turun mutu dan rusak. Menurutnya, stok beras tersebut sudah tidak layak lagi dikonsumsi masyarakat.
“Nah, Budi Waseso itu menjelaskan stok di Bulog, meskipun tidak sebesar di tahun-tahun lalu, tapi ada stock yang cukup besar yaitu sisa impor tahun 2018, sisa pengadaan di dalam negeri 2018 dan 2019. Itu artinya beras-beras ini sudah berumur satu bahkan dua tahun lebih. Itu potensi untuk turun mutu dan rusak,” kata Khudori.
“Yang mutunya turun itu. Itu tentu tidak layak untuk dikonsumsi kalau. Itu kalau sudah turun mutu potensial untuk rusak itu bukan dikonsumsi manusia. Tapi dikonsumsi hewan untuk pakan gitu,” sambungnya.
Khudori mengingatkan kejadian pada 2019 ketika Bulog hendak mengeluarkan beras rusak berjumlah 20.000 ton.
“Jadi kalau pada saat yang sama ini ada ratusan lebih (ton) bisa dibayangkan kemungkinan persoalannya jauh lebih rumit kalau pemerintah tidak segera mengambil keputusan,” ujar Khudori.
Sebelumnya Direktur Utama Bulog, Budi Waseso menyebut di Gudang Perum Bulog masih tersimpan ratuan ribu ton beras impor yang belum terserap pasar. Stok beras tersebut banyak yang rusak dan cadangan beras pemerintah di Gudang Bulog masih ada lebih dari 300 ribu ton yang kualitasnya sudah mulai menurun.
Advertisement